Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Menimbang Desain Pajak Berbagai Bentuk Natura

A+
A-
4
A+
A-
4
Menimbang Desain Pajak Berbagai Bentuk Natura

PEMAJAKAN terhadap tunjangan nontunai atau natura yang diberikan pemberi kerja memerlukan pertimbangan yang matang.

Untuk itu, publikasi berjudul How Should Fringe Benefits be Taxed? mengulas secara komprehensif mengenai rancangan kebijakan yang tepat terhadap ketentuan pajak penghasilan atas natura. Publikasi yang dimuat dalam National Tax Journal ini ditulis oleh Avery Katz dan Gergory Mankiw.

Meski ditulis pada 1985, tulisan tersebut menjadi referensi yang cukup sering dijadikan acuan dalam diskursus pemajakan atas natura. Menurut Katz dan Mankiw, terdapat 3 alasan perusahaan memberikan natura kepada pekerja.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Pertama, natura dapat berkontribusi bagi produktivitas perusahaan. Kedua, natura berupa produk sampingan perusahaan dapat memberikan manfaat tambahan bagi pekerja untuk memperoleh produk dengan biaya lebih rendah daripada harga ritel. Ketiga, natura dipakai untuk praktik penghindaran pajak.

Perbedaan perlakuan pajak atas natura dan upah karyawan dipandang menciptakan insentif substansial bagi perusahaan dan pekerja. Dalam menangani hal tersebut, akademisi pajak dan analis kebijakan telah mengusulkan berbagai kriteria umum untuk menilai skema pemajakan yang tepat. Akan tetapi, belum ada usulan yang benar-benar ideal.

Pada akhirnya, penulis menyimpulkan kebijakan pajak atas natura haruslah netral. Artinya, perlakuan pajak tersebut tidak boleh membuat distorsi pada pemberi kerja apakah memberikan manfaat dalam bentuk uang atau natura.

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Natura yang Menguntungkan Pemberi Kerja

JURNAL ini menguji penerapan aturan pajak yang efisien untuk beberapa jenis natura dengan memadukan analisis ekonomi dan hukum. Selain itu, penulis juga mengilustrasikan kerangka teoritis yang menyusun perdebatan praktis mengenai perpajakan bagi penerima natura.

Sebanyak 4 bentuk natura berikut sebenarnya diberikan karena memberi manfaat bagi pemberi kerja itu sendiri. Pasalnya, ada efisiensi harga akibat kesepakatan antara pemberi kerja dan penyedia natura.

Pertama, natura berupa makanan. Setidaknya, ketentuan pengecualian pajak atas natura berupa makanan hanya diperbolehkan jika manfaat bagi pemberi kerja melebihi manfaat bagi pekerja. Sebagai alternatif, otoritas pajak juga dapat memberikan pengecualian dengan persentase tertentu dari nilai makanannya.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Kedua, natura berupa perumahan. Aturan sederhana melalui penyertaan persentase tertentu dinilai akan menjadi lebih efisien. Ketiga, pakaian. Dikarenakan terdapat nilai subjektif dari tunjangan tersebut, pemajakannya akan rumit secara administratif.

Keempat, natura berupa biaya perjalanan. Menurut kedua penulis, aturan pajak yang netral tidak seharusnya mengecualikan pengenaan pajak atas biaya hotel di atas jumlah yang diperlukan. Biaya hotel di atas jumlah tertentu haruslah diperlakukan sebagai objek pajak. Selanjutnya, jika pemberi kerja menerima manfaat dari biaya natura atas hotel, bagian manfaat pemberi kerja tersebut sepatutnya dikecualikan dari objek pajak.

Natura yang Tidak Menguntungkan Pemberi Kerja

KEDUA penulis memberikan pandangan terhadap pemajakan atas 5 bentuk natura yang secara prinsip tidak memberi manfaat pada pemberi kerja.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Pertama, natura berupa tiket pesawat bagi pekerja maskapai penerbangan. Jika pekerja maskapai penerbangan menggunakan tiket saat pesawat tidak terisi atau dalam low season, seharusnya tidak dipajaki. Sementara itu, pekerja yang menggunakan tiket pesawat pada saat jam kerja harus dikenakan pajak dengan biaya penuh.

Kedua, natura berupa diskon bagi pekerja. Banyak toko memberikan diskon barang dagangan kepada pekerja. Diskon yang disebabkan perlunya penghematan biaya penjualan seharusnya tidak dikenakan pajak.

Namun, untuk diskon yang memungkinkan pekerja membeli dengan biaya rendah atau setingkat harga dealer harus dikenakan pajak sebagian. Hal ini dapat dilakukan dengan aturan yang menetapkan persentase diskon maksimum yang lolos dari pengenaan pajak.

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Ketiga, natura berupa pengurangan biaya pendidikan universitas untuk keluarga dari pekerja. Aturan yang ideal adalah dengan memasukkan natura pengurangan biaya pendidikan universitas untuk keluarga ke dalam penghasilan kena pajak. Pengecualian dapat diberikan apabila universitas tersebut dalam kondisi yang sulit secara keuangan atau memperoleh siswa.

Keempat, natura berupa perjanjian timbal balik. Banyak pemberi kerja membuat kontrak dengan perusahaan lain untuk memberikan tunjangan kepada karyawan mereka. Idealnya, atas natura tersebut tetap dinilai dengan biaya marjinal bersih, untuk tujuan pajak.

Kelima, bentuk natura lainnya. Khusus kategori natura bentuk lainnya, penulis menyarankan pada perlu adanya penerapan aturan pajak yang efisien. Selain itu, dalam membuat kebijakan, dibutuhkan pertimbangan yang cermat berdasarkan setiap kasus, sifat, dan tujuan dari hasil teoritis secara jelas.

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

Pada akhirnya, pemajakan atas natura yang ideal di tataran konsep menimbulkan kompleksitas dalam perhitungan pajak beserta administrasinya. Otoritas pajak perlu mencari titik tengah antara desain yang ideal dengan kapasitas administrasi serta biaya kepatuhan yang harus ditanggung wajib pajak. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resensi, resensi jurnal, buku, pajak, natura, fringe benefit, FBT, kebijakan pajak, PPh

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama