Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Tak Kunjung Ada Kesepakatan, Pajak Digital di Negara Ini Berlaku 2025

A+
A-
0
A+
A-
0
Tak Kunjung Ada Kesepakatan, Pajak Digital di Negara Ini Berlaku 2025

Ilustrasi.

WELLINGTON, DDTCNews - Pemerintah Selandia Baru menegaskan bakal mengenakan pajak digital kepada perusahaan multinasional mulai 2025.

Menteri Keuangan Grant Robertson mengatakan pemerintah akan menyiapkan semua ketentuan yang diperlukan untuk mengenakan pajak digital. Menurutnya, pajak digital penting untuk menciptakan sistem pajak yang adil.

"Pemerintah fokus untuk menjadikan sistem perpajakan Selandia Baru lebih adil," katanya dikutip dari beehive.govt.nz, Selasa (29/8/2023).

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Robertson menuturkan kerangka aturan perpajakan internasional saat ini belum dapat mengimbangi perubahan kegiatan bisnis yang serba modern, serta meningkatnya digitalisasi perdagangan. Kondisi ini menyebabkan kebijakan pajak yang berlaku belum mencerminkan prinsip keadilan.

Dia menjelaskan masalah pajak digital menjadi tantangan bagi semua negara di dunia. Menurutnya, negara-negara yang menjadi pasar layanan digital, tidak bisa langsung memungut pajak digital karena pembahasan Pilar 1: Unified Approach di OECD belum rampung.

Selandia Baru termasuk negara yang cukup aktif dalam negosiasi di OECD terkait dengan perjanjian multilateral yang menyangkut pajak digital. Sayang, progres pembahasannya yang lambat membuat pajak digital tidak kunjung berjalan.

Baca Juga: Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Robertson menyebut negaranya hanya akan menunggu kesepakatan ini tercapai sampai dengan 1 Januari 2025. Apabila kesepakatan belum tercapai hingga batas waktu, pajak digital bakal diterapkan secara unilateral.

"Meskipun kami terus berupaya mendukung perjanjian multilateral, kami tidak bisa menunggunya terlalu lama. Oleh karena itu, kami telah menyiapkan undang-undang yang akan berlaku jika proses di OECD tidak berhasil," ujarnya.

Pajak Digital Menyasar Perusahaan Multinasional

Robertson menambahkan pajak digital yang diusulkan pemerintah akan menyasar bisnis multinasional besar yang memperoleh pendapatan dari pengguna platform media sosial, mesin pencari, dan marketplace online di Selandia Baru.

Baca Juga: Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Pajak digital yang diusulkan akan dibayarkan oleh perusahaan multinasional yang menghasilkan lebih dari €750 juta per tahun dari layanan digital global dan lebih dari NZ$3,5 juta per tahun dari layanan digital yang diberikan kepada pengguna di Selandia Baru.

Melalui kebijakan pajak digital, potensi penerimaan yang bisa dikumpulkan mencapai NZ$222 juta dalam 4 tahun.

Pajak digital akan diterapkan sebesar 3% terhadap pendapatan kotor layanan digital Selandia Baru yang dikenakan pajak. Tarif ini sama dengan yang diterapkan oleh yurisdiksi lain seperti Perancis dan Inggris.

Baca Juga: Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

"Kami berkomitmen mempersiapkan sistem perpajakan kami di masa depan untuk memastikan sistem tersebut sesuai dengan pertumbuhan ekonomi digital untuk generasi mendatang," tutur Robertson.

RUU Pajak Layanan Digital akan diajukan ke DPR pada 31 Agustus 2023. Pemerintah juga telah berkonsultasi mengenai materi RUU tersebut sejak 2019. (rig)

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : selandia baru, pajak, pajak internasional, pilar 1, OECD, pajak digital, kerja sama perpajakan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 04 Juli 2024 | 21:02 WIB
TIPS PAJAK

Cara Cari Kurs Pajak Saat Ini dan Trennya Lewat DDTCNews

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:30 WIB
KPP PRATAMA BLITAR

Hayo, DJP Ingatkan Lagi Tiga Kewajiban yang Perlu Dijalankan WP PKP

Kamis, 04 Juli 2024 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data

Kamis, 04 Juli 2024 | 18:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama