Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Mau Terapkan Pajak Karbon? Pemerintah Perlu Perhatikan 3 Aspek Ini

A+
A-
4
A+
A-
4
Mau Terapkan Pajak Karbon? Pemerintah Perlu Perhatikan 3 Aspek Ini

Dosen Hukum Pajak Fakultas Hukum UGM Irine Handika Ikasari memaparkan materi. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah perlu mempertimbangan beberapa aspek jika ingin mengenakan pajak karbon di Indonesia.

Dosen Hukum Pajak Fakultas Hukum UGM Irine Handika Ikasari mengatakan terdapat 3 aspek yang perlu diperhatikan sebelum pemerintah menerapkan pajak karbon.

Pertama, pemerintah perlu menentukan karakteristik sektoral yang akan terdampak kebijakan pajak karbon, seperti sektor penyedia listrik atau pada tingkat konsumen yang menggunakan barang menghasilkan karbon.

Baca Juga: Negara Ini Siap Pungut Pajak Karbon pada Sektor Pertanian Mulai 2030

Kedua, pemerintah perlu memperhatikan basis hukum penerapan pajak. Menurutnya, pungutan atas emisi karbon harus sejalan dengan regulasi perpajakan yang berlaku di Indonesia. Ada banyak opsi, seperti masuk sebagai bentuk pajak baru, jenis cukai baru, atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Legal structure perlu diatur. Apakah kita akan mengenakan pajak atas mesin atau mobil yang menghasilkan karbon? Lalu, kapan harus dipungut? Apakah setiap tahun atau hanya satu kali?" katanya dalam acara Afternoon Tax talk FH UGM, dikutip pada Jumat (30/4/2021).

Ketiga, pemerintah harus memperhatikan penerapan earmarking tax dalam implementasi pajak karbon. Menurutnya, aspek ketiga ini akan menentukan berhasil atau tidaknya pemerintah menerapkan pajak untuk mengurangi emisi karbon.

Baca Juga: Adopsi Pajak Hijau, Apa Saja Faktor Penentu dan Tantangan Politiknya?

Menurutnya, earmarking tax pada pajak karbon perlu diatur agar pemerintah tidak terjebak dalam penerapan kebijakan pajak untuk mengumpulkan penerimaan semata. Tujuan utama dari kebijakan adalah dukungan terhadap berkurangnya tingkat polusi.

"Jadi kalau mau terapkan pajak karbon maka perlu diatur juga earmarking tax dalam UU, berapa persentase khusus alokasi belanja dari hasil penerimaan pajak karbon untuk mengatasi masalah emisi," terangnya.

Irine menyebut penerapan pajak karbon di Indonesia sejatinya bisa diterapkan karena didukung momentum internasional untuk mengatasi dampak perubahan iklim melalui kebijakan fiskal. Adapun sektor yang potensial dikenakan pajak karbon saat ini adalah penyedia listrik.

Baca Juga: Menimbang Akseptabilitas Publik dalam Implementasi Pajak Karbon

Pasalnya, lebih dari 90% pembangkit listrik di Indonesia bersumber dari energi batu bara. Selain itu, sektor energi juga menjadi penyumbang emisi yang signifikan dengan tingginya konsumsi bahan bakar minyak untuk mendukung mobilitas masyarakat.

"Untuk domestik, penghasil emisi terbesar itu dari pembangkit listrik dan transportasi. Kalau mau meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan menuju zero emission maka quick win-nya dari listrik," imbuhnya. (kaw)

Baca Juga: Luhut Ungkap RI Bisa Dapat Pendapatan Jumbo dari Perdagangan Karbon

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Universitas Gadjah Mada, UGM, pajak karbon

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 03 November 2023 | 11:02 WIB
LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Perlunya Indonesia Dorong Pembentukan Carbon Pricing Framework Asean

Kamis, 02 November 2023 | 12:55 WIB
PAJAK KARBON

Pajak Karbon Bisa Jadikan Bursa Karbon Lebih Menarik, Ini Alasannya

Senin, 30 Oktober 2023 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

BKF Beberkan Aspek yang Dipertimbangkan Sebelum Terapkan Pajak Karbon

Senin, 30 Oktober 2023 | 09:03 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Lewat Taxpayer Portal, WP Bisa Klarifikasi Kurang Bayar Tanpa SP2DK

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama

Jum'at, 05 Juli 2024 | 15:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?