Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Luhut Ungkap RI Bisa Dapat Pendapatan Jumbo dari Perdagangan Karbon

A+
A-
0
A+
A-
0
Luhut Ungkap RI Bisa Dapat Pendapatan Jumbo dari Perdagangan Karbon

Warga melintas dengan latar belakang PLTU Suralaya di Kota Cilegon, Banten, Rabu (6/12/2023). Pemerintah menyiapkan program percepat pensiun PLTU sebagai langkah menurunkan emisi karbon guna mencapai target netral karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/YU

JAKARTA, DDTCNews - Indonesia berpotensi meraup cuan dalam skala besar melalui perdagangan karbon. Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan Indonesia memiliki nature based solutions (NBS) atau ecological based approach dari perdagangan karbon hingga 1,5 GT CO2eq per tahun. Nilai keenomiannya mencapai Rp112,5 triliun atau US$7,5 miliar.

Luhut menambahkan, potensi pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan ini harus dibarengi dengan implementasi carbon pricing yang berstandar internasional.

"Saat kita berupaya menuju masa depan net-zero. Semua komitmen beralih dari bahan bakar fosil, mempercepat pengurangan emisi NDC yang ambisius dan berskala ekonomi, dan mendorong 3 kali lipat energi terbarukan dan 2 kali lipat efisiensi energi pada tahun 2030," ujar Luhut dalam sesi World Economic Forum, dikutip pada Senin (20/5/2024).

Baca Juga: Tarif Listrik Diputuskan Tidak Naik Selama Juli-September 2024

Luhut juga menyinggung inisiatif Indonesia di sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20, yakni Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang menurutnya juga dapat menjadi solusi mengahadapi tantangan global perubahan iklim. GBFA, imbuhnya, juga mendukung pencapaian SDGs untuk negara-negara berkembang, LDCs, negara kepulauan, dan Kolaborasi Global Selatan.

"Melalui GBFA, kami meletakkan dasar bagi perubahan transformatif, memanfaatkan mixed financing dan pengetahuan masa depan untuk mempercepat penciptaan nilai dan investasi di sektor-sektor ekonomi utama," jelas Luhut.

Luhut menambahkan GBFA bukan hanya solusi untuk mengatasi transisi energi. Namun, Indonesia juga memimpin dalam bidang hutan dan bakau sebagai bagian dari solusi berbasis alam untuk aksi iklim,.

Baca Juga: Negara Ini Siap Pungut Pajak Karbon pada Sektor Pertanian Mulai 2030

Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berharap GBFA dapat membantu Indonesia mewujudkan net zero emission (NZE) pada tahun 2060 mendatang.

Untuk meujudkan NZE, pemerintah akan melakukan diversifikasi energi dengan mengoptimalkan pemanfataan sumber-sumber energi terbarukan.

Diversifikasi energi adalah kunci untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, target ini dapat tercapai dan Indonesia dapat beralih ke masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Baca Juga: Adopsi Pajak Hijau, Apa Saja Faktor Penentu dan Tantangan Politiknya?

Pajak Karbon

Guna mendukung penerapan perdagangan karbon, pemerintah Indonesia sebenarnya juga menyiapkan skema pemajakan atas karbon.

Melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah mulai mengatur soal pajak karbon sebagian upaya pengendalian emisi karbon. Pajak karbon semula direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tapi hingga saat ini belum terimplementasi.

Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. Pada tahapan awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. (sap)

Baca Juga: Kementerian ESDM Usulkan Subsidi Solar Rp1.000 - Rp3.000 per Liter

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak karbon, bursa karbon, ESDM, PTBAE-PU, SPE-GRK, carbon credit, peta jalan pajak karbon

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 23 Februari 2024 | 12:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

ESDM: Perlu Insentif Pajak Agar Harga Listrik EBT Lebih Kompetitif

Kamis, 22 Februari 2024 | 13:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

RI Punya 20 Cekungan Migas Bisa Simpan Emisi Karbon, Segini Potensinya

Kamis, 15 Februari 2024 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Dorong Penerapan Carbon Capture Storage, Insentif Disiapkan

Senin, 05 Februari 2024 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN LINGKUNGAN

Istana Ungkap Dekarbonisasi Beri Manfaat Ekonomi Rp 7.000 Triliun

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 15:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Tarif 9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Dipungut Pemkab Cilacap

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:41 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:30 WIB
PROVINSI BENGKULU

Godok Aturan Teknis, Pemprov Bakal Pungut Pajak Alat Berat Mulai 2025

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:00 WIB
APBN 2024

DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:47 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN BLORA

Pemkab Siapkan Hadiah untuk Pengusaha dan Konsumen yang Patuh Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Strategi Turunkan Harga Obat dan Alkes, Insentif Perpajakan Disiapkan