Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Moody's Proyeksi Utang RI Capai 42,5% PDB pada 2023, Simak Analisisnya

A+
A-
4
A+
A-
4
Moody's Proyeksi Utang RI Capai 42,5% PDB pada 2023, Simak Analisisnya

Sejumlah pekerja menyelesaikan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung di Jalan Raya Kalimalang, Jakarta Timur, Jumat (11/2/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU

JAKARTA, DDTCNews - Lembaga pemeringkat Moody's memperkirakan posisi utang pemerintah masih akan meningkat ke level 42,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023.

Moody's menilai peningkatan utang tersebut terjadi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Rasio utang yang sebesar 42,5% PDB dinilai sebagai puncaknya sebelum kemudian stabil di sekitar level itu.

"Moody's memperkirakan tingkat utang akan meningkat hingga 2023, mencapai puncaknya pada 42,5% PDB dan kemudian stabil di sekitar level itu setelahnya," bunyi laporan Moody's, dikutip Jumat (11/2/2022).

Baca Juga: Penuhi Kebutuhan Pembiayaan 2024, Pemerintah Punya SAL Rp459 Triliun

Meski meningkat, Moody's menilai posisi utang Indonesia tidak sebesar pasar negara berkembang lain. Pada negara berkembang lain yang juga memperoleh peringkat Baa, posisi utangnya dapat mencapai 64% PDB.

Adapun hingga akhir 2021, pemerintah mencatat posisi utang mencapai Rp6.908,87 triliun atau 41,0% PDB.

Walaupun rasio utang relatif rendah, Moody's kemudian menyoroti keterjangkauan utang yang dapat menjadi hambatan dalam profil fiskal Indonesia. Rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan yang sudah lemah sebelum pandemi, memburuk menjadi 19% pada tahun 2020 karena pendapatan berkontraksi.

Baca Juga: Kasus Kanker Kulit Meningkat, Senator Minta Tabir Surya Bebas PPN

Pada tahun 2021, peningkatan pertumbuhan pendapatan ditambah dengan biaya bunga yang lebih rendah menghasilkan sedikit peningkatan rasio menjadi 17%. Namun, dengan mempertimbangkan kenaikan suku bunga secara global dan domestik, Moody's memperkirakan rasio ini akan berkisar sekitar 18% ke depan, yang secara material lebih tinggi dari median Baa sekitar 8%.

"Pangsa pinjaman mata uang asing telah berkurang secara signifikan selama 2 tahun terakhir, tetapi sekitar sepertiga dari total utang pemerintah secara umum, terus mengekspos kekuatan fiskal terhadap pergeseran selera eksternal dan fluktuasi mata uang, bunyi laporan Moody's.

Di sisi lain, Moody's menilai pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD) akan menjadi penyangga fiskal dalam jangka panjang. Dengan UU HPP, penerimaan pajak diperkirakan akan bertambah sebesar 0,7% hingga 1,2% terhadap PDB per tahun pada sepanjang 2022-2025.

Baca Juga: Bangun Pabrik Baterai EV di Karawang, Mendag Korsel Singgung Pajak

Melalui berbagai langkah konsolidasi fiskal yang berjalan, defisit fiskal diperkirakan hanya akan sebesar 3,8% PDB pada 2022. Hal itu akan membuka jalan bagi pemerintah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan untuk kembali ke batas defisit 3,0% PDB pada 2023.

Moody's memutuskan untuk kembali mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada peringkat Baa2, satu tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil. Sebelumnya, Moody's mempertahankan Sovereign Credit Rating Indonesia pada Baa2 dengan outlook stabil pada 10 Februari 2020. (sap)

Baca Juga: Pengajuan Fasilitas Perpajakan IKN Butuh Lebih Sedikit Dokumen Syarat

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : ekonomi nasional, outlook, peringkat utang, utang pemerintah, investasi, investment grade, Moody's, BI

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 25 Juni 2024 | 10:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Jokowi: Stabilitas Politik Penting untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi

Selasa, 25 Juni 2024 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN FISKAL

Automatic Adjustment Lanjut ke 2025, Program K/L Dijamin Tak Terganggu

Senin, 24 Juni 2024 | 14:07 WIB
KEBIJAKAN FISKAL

Tim Prabowo Sebut Tak Mungkin Naikkan Rasio Utang Jadi 50% PDB

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama