Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Optimalisasi Tata Kelola PPh Orang Pribadi Sudah Urgen, Ini Alasannya

A+
A-
4
A+
A-
4
Optimalisasi Tata Kelola PPh Orang Pribadi Sudah Urgen, Ini Alasannya

Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Mazda Eko Sri Tjahjono saat memberikan paparan dalam webinar series DDTC bertajuk 'Pengelolaan Pajak Penghasilan WPOP', Kamis (6/8/2020).

JAKARTA, DDTCNews—Pengelolaan pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi (WPOP) utamanya nonkaryawan perlu untuk dioptimalkan. Pasalnya jumlah wajib pajak pekerja bebas semakin bertambah seiring dengan perkembangan industri digital belakangan ini.

Hal itu dikatakan Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Mazda Eko Sri Tjahjono dalam webinar series DDTC bertajuk 'Pengelolaan Pajak Penghasilan WPOP'. Menurutnya, PPh OP terkait dengan pekerja bebas dan transaksi digital perlu dioptimalkan.

“Penerimaan PPh OP perlu ditingkatkan karena secara jumlahnya masih minim. Selain itu, masih terdapat sektor yang belum bisa di-cover, seperti transaksi-transaksi yang dilakukan pekerja bebas dan tranksaksi digital,” ujar Mazda, Kamis (6/8/2020).

Baca Juga: Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Subjek pajak WPOP, sambung Mazda, terbagi menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN) yang terdiri atas pegawai tetap dan tidak tetap, penerima pensiun, pengusaha, serta pekerja bebas dan subjek pajak luar negeri yaitu tenaga kerja asing.

Setiap wajib pajak memiliki kewajiban yang sama, tetapi masing-masing memiliki tata cara perhitungan penghasilan kena pajak berbeda. Dalam kesempatan ini Mazda menjelaskan teknis perhitungan PPh untuk pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan pekerja bebas

Sementara itu, Dosen Fakultas FEB Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ayu Noorida Soerono menyatakan ada dua permasalahan utama terkait WPOP yaitu rendahnya realisasi penerimaan pajak dari PPh Pasal 25/29 orang pribadi pada 2018 yang hanya 42,35% dari target.

Baca Juga: Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Persoalan utama lainnya adalah kepatuhan pajak rendah. Persoalan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan mahasiswa Sultan Ageng Tirtayasa di wilayah Banten. Dari penelitian itu, terdapat beberapa temuan atau kesimpulan.

Pertama, pengetahuan perpajakan masyarakat yang masih rendah. Kedua, kemudahan yang diberikan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan tidak berpengaruh pada tingkat kepatuhan wajib pajak.

Ketiga, sanksi administrasi perpajakan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Keempat, masyarakat memiliki NPWP hanya untuk memenuhi persyaratan tertentu, misal melamar kerja.

Baca Juga: WP Tak Patuh Pajak, Ratusan Ribu SIM Card di Negara Ini Diblokir

“Tingkat kepatuhan yang rendah juga dikarenakan masyarakat yang mendaftarkan diri untuk NPWP hanya untuk memenuhi persyaratan tertentu, misalnya melamar kerja. Namun, mereka tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan,” tutur Ayu.

Peran Akademisi
PADA kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Akhmadi dalam sambutannya menyatakan FEB Sultan Ageng Tirtayasa terus berupaya memberikan terobosan dan perhatian khusus pada sektor perpajakan.

Mulai dari membentuk tax center, program studi khusus perpajakan, bekerjasama dengan Kanwil DJP Banten dalam program relawan pajak selama dua tahun terakhir, termasuk menjalin MoU dengan DDTC.

Baca Juga: Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama

“Ini adalah jalan yang baik untuk mendekatkan kalangan akademisi dengan praktisi karena kolaborasi keduanya akan menghasilkan value yang pasti lebih baik dibandingkan kita berjalan sendiri-sendiri,” kata Akhmadi.

Sementara itu, Partner of Tax Research & Training Services DDTC B Bawono Kristiaji menilai topik pengelolaan PPh WPOP sangat strategis dan relevan. Pasalnya, pemerintah masih harus menggali beberapa objek terkait dengan PPh OP agar penerimaan pajak optimal.

Apalagi, lanjutnya, Indonesia memasuki bonus demografi sehingga memiliki basis pajak yang besar. Untuk itu, penting untuk memperhatikan cara agar pengelolaan basis pajak tersebut dapat tercermin dalam pos penerimaan pajak, baik dari segi kebijakan maupun administrasi.

Baca Juga: Nama Pengurus Tak Masuk Akta Pendirian, Boleh Tanda Tangan SPT Badan?

“Tahun lalu sudah ada SE dirjen pajak mengenai implementasi compliance risk management (CRM). Dengan adanya penerapan CRM kita juga berharap semoga pengelolaan dan perlakuan WPOP semakin baik,” ujar Bawono.

Sebagai informasi, webinar ini merupakan seri keenam dari 14 webinar yang diselenggarakan untuk menyambut HUT ke-13 DDTC yang jatuh pada 20 Agustus. Webinar ini diselenggarakan bersama 15 perguruan tinggi dari 26 perguruan tinggi yang telah menandatangani kerja sama pendidikan dengan DDTC.

Bagi Anda yang tertarik untuk mengikuti webinar seri selanjutnya, informasi dan pendaftaran bisa dilihat dalam artikel ‘Sambut HUT ke-13, DDTC Gelar Free Webinar Series 14 Hari! Tertarik?’ (rig)

Baca Juga: Vietnam Bakal Bebaskan Keuntungan Bunga Green Bond dari Pungutan Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : webinar series, wajib pajak orang pribadi, basis pajak, universitas, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Estu Kresnha

Kamis, 06 Agustus 2020 | 22:57 WIB
Memang potensi basis pajak di sektor PPh OP masih terbilang tinggi, tapi ketika kompleksitas aturan PPh OP masih tinggi dan tingkat pengetahuan pajak yang masih rendah di masyarakat menurut saya fenomena rendahnya penerimaan dari PPh OP tidak mengagetkan. Butuh suatu terobosan baru yang bisa memudah ... Baca lebih lanjut
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 03 Juli 2024 | 17:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 17:00 WIB
UU BEA METERAI

Awas! Penjual hingga Pengguna Meterai Bekas Bisa Dijatuhi Sanksi

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:00 WIB
APBN 2024

DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:47 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama