Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

'Pajak untuk Mengompensasi Negara yang Kehilangan SDM unggul'

A+
A-
3
A+
A-
3
'Pajak untuk Mengompensasi Negara yang Kehilangan SDM unggul'

EKONOM Jagdish Bhagwati bukanlah nama yang asing di telinga sebagian orang. Pria kelahiran Bombay 85 tahun lalu itu adalah ahli ekonomi di bidang perdagangan internasional, globalisasi, dan ekonomi pembangunan. Sebagian besar kariernya dihabiskan sebagai dosen sekaligus profesor ekonomi di Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan Columbia University.

Dia menganggap dirinya sebagai contoh nyata dari fenomena brain drain – emigrasi sumber daya manusia (SDM) berkualitas – dari negara berkembang ke negara maju. Meninggalkan India untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik di AS sejak 1968, ia menjadi profesor ekonomi di MIT.

Baginya, brain drain didorong oleh adanya perbedaan yang signifikan atas kesempatan kerja, penghasilan, dan kehidupan yang layak antara negara berkembang dan maju. Ini menjelaskan mengapa sekitar 8-10% dari penduduk Afrika dan Amerika Latin yang berpendidikan universitas justru beremigrasi ke negara-negara OECD.

Baca Juga: World Bank Perkirakan Tax Gap Indonesia Capai 6%, Ini Faktor-Faktornya

Alhasil, negara berkembang akhirnya dirugikan karena tidak mampu mempertahankan SDM unggul di dalam negeri. Padahal, SDM merupakan faktor penting agar suatu negara bisa melakukan lompatan pembangunan ekonomi.

Kondisi itulah yang mendorongnya membuat proposal suatu pajak untuk mengompensasi negara yang kehilangan SDM unggulnya. Proposal ini kerap disebut brain drain tax atau Bhagwati tax.

Embrio proposal ini dimulai pada 1972 dan sifatnya berevolusi antarwaktu. Secara sederhana, Bhagwati tax akan dipungut oleh host country kepada pekerja imigran yang berasal dari negara berkembang dengan tarif sebesar 10%-15% (surtax) dari penghasilannya. Lalu, hasil pemungutan pajak itu ditransfer ke negara berkembang asal imigran tersebut.

Baca Juga: Tahukah Anda, Karpet Pernah Kena Pajak Barang Mewah?

Selain dipercaya dapat mengompensasi kerugian yang diterima oleh negara berkembang, Bhagwati tax juga bermaksud mengurangi fenomena brain drain. Pasalnya, penerimaan dari Bhagwati tax bisa dipergunakan oleh negara berkembang untuk membuka kesempatan ekonomi, lapangan kerja, serta kehidupan sosial yang lebih baik.

“Pajak untuk mengompensasi negara berkembang yang kehilangan SDM unggul,” ungkapnya.

Menariknya, Bhagwati turut berpendapat bahwa prospek terbaik penerapan proposalnya adalah dengan mengadopsi global tax system ala Amerika Serikat yang menganut citizenship-based taxation.

Baca Juga: Jasa Psikolog dan Psikiater Bebas PPN

Dengan kata lain, merujuk kepada cara AS, menganggap warga negaranya di manapun berada sebagai subjek pajak dalam negeri (resident). Dengan menggunakan kewarganegaraan sebagai nexus pemajakan maka keterkaitan atas skilled migration dengan home country akan tetap dipertahankan hingga perubahan status kewarganegaraan.

Ide ini kerap dikritik karena hanya AS-lah satu-satunya negara yang berhasil menegakkan model extraterritorial tax system tersebut. Negara lain yang pernah mencobanya, seperti halnya Eritrea dan Filipina, gagal di tengah jalan.

Pengalaman tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan Bhagwati tax sangat bergantung derajat hegemoni ekonomi suatu negara, yang jelas-jelas sulit dimiliki negara berkembang. Selain itu, tanpa adanya koordinasi internasional – terutama atas pemungutan dan pertukaran informasi pemajakan –, Bhagwati tax sulit diimplementasikan.*

Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Fokus Insentif Pajak 2025 untuk Dukung Ekonomi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kutipan, Jagdish Bhagwati, hagwati tax, brain drain, emigrasi, SDM unggul, kebijakan pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 30 Maret 2024 | 09:00 WIB
FILIPINA

Menkeu Ini Sebut Tak Ada Pengenaan Jenis Pajak Baru Hingga 2028

Selasa, 19 Maret 2024 | 14:39 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Soal Kenaikan PPN, Sri Mulyani Ikuti Fatsun Politik Pemerintahan Baru

Selasa, 19 Maret 2024 | 14:17 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Soal Kenaikan PPN, DPR Sarankan Tunggu The Fed Turunkan Suku Bunga

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama