Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Penerimaan CHT Tak Bisa Jadi Patokan Keberhasilan Pengendalian Rokok

A+
A-
1
A+
A-
1
Penerimaan CHT Tak Bisa Jadi Patokan Keberhasilan Pengendalian Rokok

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji.

JAKARTA, DDTCNews - Tren penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) tak bisa jadi patokan keberhasilan pengendalian konsumsi rokok di tengah masyarakat.

Director Fiscal Research & Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif CHT telah mengubah perilaku konsumsi masyarakat. Tarif cukai yang naik pun hanya membuat konsumen beralih ke produk hasil tembakau yang dikenai cukai lebih rendah.

"Ketika kita bicara bahwa penerimaan cukai hasil tembakau turun, bukan berarti produksinya yang tercatat juga turun. Bisa juga ada behaviour konsumen yang berubah," katanya dalam webinar bertajuk Menilik Akar Penurunan Penerimaan Negara dari CHT dan Implikasinya ke Konsumsi, Kamis (8/6/2023).

Baca Juga: Ada Fasilitas Kepabeanan Khusus untuk UMKM, Bisa Perluas Akses Pasar

Berdasarkan data pemerintah, Bawono mengungkapkan, penerimaan CHT hingga April 2023 menunjukkan kontraksi sebesar 5,16%. Padahal, CHT selama ini dikenal sebagai pos penerimaan yang relatif stabil. Artinya, penurunan penerimaan yang terjadi perlu menjadi perhatian pemerintah, mengingat porsinya mencapai 11,8% dari total penerimaan perpajakan.

Dia menjelaskan cukai memang menjadi salah satu instrumen yang biasa digunakan untuk mengendalikan produksi dan konsumsi barang yang memiliki eksternalitas negatif, termasuk rokok. Meski demikian, kebijakan menaikkan tarif cukai juga harus dilakukan secara hati-hati agar tujuan pengendalian konsumsi rokok dan penerimaan negara dapat tercapai secara efektif.

Menurutnya, penyusunan kebijakan mengenai cukai hasil tembakau tidak bisa dilakukan secara sederhana. Di Indonesia, tarif cukai rokok diatur dalam 8 lapisan dengan memperhatikan jenis, metode pembuatan, serta jumlah produksi.

Baca Juga: Single Submission Pabean-Karantina pada TPB Mulai Diuji Coba

Apabila rokok dikenakan tarif cukai yang tinggi, perilaku konsumen dapat berubah dengan mencari produk alternatif, menggunakan produksi substitusi, atau bahkan memilih produk ilegal. Kondisi ini terjadi karena keputusan untuk mengonsumsi rokok dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yakni harga produk dan pendapatan masyarakat.

Menurutnya, fenomena tersebut justru menunjukkan bahwa cukai tidak bisa dijadikan instrumen tunggal untuk mengendalikan produksi rokok. Tujuan pengendalian produksi rokok tersebut perlu didukung instrumen lain seperti penegakan hukum yang lebih kuat terhadap rokok ilegal.

"Kalau semisal kita salah mendesain dan tidak ada penegakan hukum atau audit, bisa jadi tujuan penerimaan, pengendalian konsumsi, dan bisnisnya tidak tercapai semua," ujarnya.

Baca Juga: Realisasi Insentif Kepabeanan Rp13,8 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

Senada dengan Bawono, Kepala Laboratorium Ekonomi DEB UGM Kun Haribowo pun memandang perilaku konsumsi masyarakat rentan terpengaruh dengan kebijakan kenaikan tarif CHT. Dalam analisisnya, produksi rokok golongan I menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai.

Sebagai masyarakat yang rasional, ujar Kun, konsumen akan memilih rokok yang harganya sesuai dengan kondisi ekonominya. Sayangnya, penurunan produksi rokok golongan I ini tidak dapat dikompensasi oleh kenaikan produksi golongan II dan III sehingga penerimaan CHT secara keseluruhan menjadi kontraksi.

"Dengan harga yang separuh antara golongan I dan golongan II, ada potensi pergeseran konsumsi rokok dari golongan I ke golongan II atau mungkin dari golongan II ke golongan III," katanya. (sap)

Baca Juga: Bea Cukai Bakar 40 Juta Batang Rokok Ilegal, Nilainya Rp48,5 Miliar

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : cukai hasil tembakau, CHT, cukai rokok, tarif cukai, bea cukai, cukai tembakau, DJBC, DBH, Bawono Kristiaji

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 25 Juni 2024 | 12:00 WIB
KEBIJAKAN CUKAI

Soal Kebijakan Tarif Cukai Rokok 2025, BKF: Sedang Kami Konsolidasikan

Senin, 24 Juni 2024 | 17:41 WIB
KEPABEANAN

Bawa 4 Barang Ini ke Luar Negeri, Lapor Bea Cukai

Kamis, 20 Juni 2024 | 18:30 WIB
PENEGAKAN HUKUM

DJBC Gagalkan Penyelundupan Pakaian Bekas, Pelaku Lompat ke Sungai

Kamis, 20 Juni 2024 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Bea Cukai Ungkap Manfaat AEO ke Ekonomi, Amankan Rantai Pasok Global

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama