Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Selasa, 02 Juli 2024 | 15:00 WIB
PANDUAN PAJAK PEMULA
Senin, 01 Juli 2024 | 18:12 WIB
KAMUS PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 20:00 WIB
KAMUS AKUNTANSI DAN PAJAK
Jum'at, 28 Juni 2024 | 19:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Data & Alat
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Rabu, 19 Juni 2024 | 10:03 WIB
KURS PAJAK 19 JUNI 2024 - 25 JUNI 2024
Fokus
Reportase

Tak Ada Dikotomi antara Ditunjang dan Ditanggung, Sama-sama Objek PPh

A+
A-
7
A+
A-
7
Tak Ada Dikotomi antara Ditunjang dan Ditanggung, Sama-sama Objek PPh

Ilustrasi. Gedung Ditjen Pajak.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan tidak ada dikotomi antara pajak ditanggung ataupun ditunjang pemberi kerja seiring dengan berlakunya ketentuan penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan sebagai objek pajak.

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan pajak ditanggung pemberi kerja merupakan kenikmatan. Untuk itu, pajak ditanggung ataupun ditunjang pemberi kerja masuk ke dalam komponen penghasilan bruto dan harus dipotong PPh Pasal 21 berdasarkan PMK 168/2023.

"Dulu kenikmatan bukan objek. Ketika menjadi objek, dia menjadi penambah jumlah bruto. Sifatnya menjadi objek PPh Pasal 21. Jadi, tidak ada bedanya. Mau dia ditunjang, mau dia ditanggung, itu objek PPh Pasal 21," katanya, dikutip pada Rabu (10/1/2024).

Baca Juga: Tarif 9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Dipungut Pemkab Cilacap

Dengan demikian, berapapun jumlah pajak yang ditanggung ataupun yang ditunjang oleh pemberi kerja maka fasilitas pajak ditanggung atau pajak ditunjang itu secara langsung menambah penghasilan bruto pegawai.

"Kalau mix bagaimana? Kalau mix berarti kan pemberi kerja menanggung flat setiap bulan. Sisanya pegawai yang menanggung. Yang ditanggung pemberi kerja itulah yang akan menambah komponen brutonya pegawai dan menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21," ujar Dian.

Berikut contoh penghitungan PPh Pasal 21:
Tuan G (TK/0) bekerja di PT T dan menerima gaji senilai Rp51.827.997 pada Agustus 2024. PT T memiliki kebijakan untuk menanggung seluruh PPh Pasal 21 pegawainya.

Baca Juga: Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

Fasilitas PPh Pasal 21 ditanggung PT T dikategorikan sebagai kenikmatan bagi Tuan G. Dengan demikian, fasilitas tersebut adalah objek pajak dan harus dipotong PPh Pasal 21.

Dalam hal besaran penghasilan bruto yang diterima oleh Tuan G dihitung sepenuhnya secara gross up, penghasilan bruto Tuan G yang menjadi dasar pengenaan PPh Pasal 21 adalah senilai Rp65.605.059.

Mengingat Tuan G berstatus TK/0, PPh Pasal 21 atas penghasilan Tuan G pada Agustus 2024 dihitung menggunakan tabel tarif efektif bulanan kategori A. Sesuai tabel tersebut, penghasilan bruto bulanan senilai Rp65.605.059 dipotong PPh Pasal 21 sebesar 21%.

Baca Juga: Godok Aturan Teknis, Pemprov Bakal Pungut Pajak Alat Berat Mulai 2025

Pemotongan PPh Pasal 21 pada Agustus 2024 adalah 21% x Rp65.605.059 = Rp13.777.062.

Contoh lainnya:
Tuan H (K/2) bekerja di PT S dan menerima gaji senilai Rp6,5 juta dan tunjangan pajak senilai Rp300.000 pada Juli 2024. Tunjangan pajak yang diberikan kepada pegawai merupakan bagian dari penghasilan pegawai.

Dengan demikian, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 21 pada Juli 2024 adalah senilai Rp6,8 juta.

Baca Juga: DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Dengan status PTKP K/2 dan penghasilan bruto senilai Rp6,8 juta, PPh Pasal 21 atas penghasilan Tuan H dihitung menggunakan tabel tarif efektif kategori B. Adapun tarif efektif kategori B untuk penghasilan bruto Rp6,8 juta adalah sebesar 0,5%.

PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan bruto Tuan H pada Juli 2024 adalah 0,5% x Rp6.800.000 = Rp340.000. (rig)

Baca Juga: Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pmk 164/2023, pajak ditanggung, pajak ditunjang, kenikmatan, objek pajak, PPh Pasal 21, pajak, DJP, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 02 Juli 2024 | 16:35 WIB
KEBIJAKAN FISKAL

Pemerintah Sebut Proses Restitusi Pajak Dioptimalkan

Selasa, 02 Juli 2024 | 16:30 WIB
PER-6/PJ/2024

Tak Hanya Cabang, Wajib Pajak Pusat Juga Bakal Dapat NITKU

Selasa, 02 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

RI Targetkan 15 Proyek Carbon Capture and Storage Beroperasi di 2030

Selasa, 02 Juli 2024 | 15:45 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Layanan Publik Terganggu Ransomware, Menko Hadi: Bulan Ini Pulih

berita pilihan

Rabu, 03 Juli 2024 | 15:30 WIB
BEA METERAI

Surat Kuasa Dibuat di Luar Negeri, Perlu Dibubuhi Meterai?

Rabu, 03 Juli 2024 | 15:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

Tarif 9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Dipungut Pemkab Cilacap

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:41 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:30 WIB
PROVINSI BENGKULU

Godok Aturan Teknis, Pemprov Bakal Pungut Pajak Alat Berat Mulai 2025

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:00 WIB
APBN 2024

DPR Setujui Pemberian PMN kepada BUMN senilai Rp28,28 Triliun

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:47 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Evaluasi PDN, Jokowi: Back Up Semua Data Biar Tidak Terkaget-kaget

Rabu, 03 Juli 2024 | 13:30 WIB
KABUPATEN BLORA

Pemkab Siapkan Hadiah untuk Pengusaha dan Konsumen yang Patuh Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenperin Beri Usulan Terkait Insentif Perpajakan Industri Farmasi

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP