Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pajak dan Pergerakan Penduduk Lintas Yurisdiksi

A+
A-
2
A+
A-
2
Pajak dan Pergerakan Penduduk Lintas Yurisdiksi

Partner DDTC Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji (kanan) saat memberikan pemaparan materi di konferensi internasional bertajuk “Tax Aspect of the Brain Drain” di Serbia.

PADA 11 Oktober 2019, Fakultas Hukum Belgrade University dan Serbian Fiscal Society mengadakan konferensi internasional dengan topik “Tax Aspect of the Brain Drain”. Konferensi ini dihadiri oleh pakar pajak tingkat dunia.

Beberapa pakar tersebut antara lain Yariv Brauner (University of Florida, Amerika Serikat), Andres Baez Moreno (Carlos III University Madrid, Spanyol), Svetislav Kostic (Belgrade University, Serbia), dan sebagainya. Peserta konferensi berasal lebih dari 10 negara. Pada kesempatan tersebut, Partner DDTC Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji turut diundang sebagai pembicara. Berikut ini laporannya.

***

Baca Juga: Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Tema konferensi “Tax Aspects of Brain Drain” dipilih karena dewasa ini arus perpindahan penduduk lintas yurisdiksi kian deras. Pasalnya, sebagian besar negara OECD mulai memasuki fase populasi yang menua dan mengalami kelangkaan sumber daya manusia (SDM) unggul. Di sisi lain, negara-negara berkembang – walau berada dalam fase bonus demografi – belum mampu mencetak banyak SDM berkualitas. Akibatnya bisa diduga, SDM unggul kini jadi rebutan banyak negara.

Pola migrasi SDM unggul tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan sejumlah arena pajak. Pertama, pola migrasi akan berpengaruh bagi (hilangnya) basis pajak yang bisa dipungut oleh suatu negara. Kedua, pola migrasi terdistorsi oleh berbagai instrumen pajak yang semakin marak diberlakukan di berbagai negara. Beberapa instrumen itu seperti rezim khusus ekspatriat dan insentif pajak bagi individu berkeahlian tertentu.

Ketiga, upaya pengurangan fenomena brain drain – yaitu emigrasi SDM unggul ke negara lain yang mengakibatkan kerugian di negara asal – melalui instrumen pajak. Terakhir, peningkatan migrasi internasional berpotensi menciptakan sistem pajak yang kurang adil di masa mendatang jika tidak ada koordinasi secara global.

Baca Juga: Tarif Listrik Diputuskan Tidak Naik Selama Juli-September 2024

Merombak Sistem Pajak Global

BERTEMPAT di Auditorium Fakultas Hukum Belgrade University, konferensi dibuka oleh Gordana Popov dan Svetislav Kostic sebagai akademisi tuan rumah. Pada sesi pertama, terdapat paparan dari tiga pembicara yaitu Ricardo Garcia dari Tilburg University Belanda, Nikolai Milogolov dan Azamat Berberov dari Financial Research Institute Kementerian Keuangan Rusia, serta Giorgio Beretta dari LIUC Universita Carlo Catteno Italia.

Bisa dibilang, sesi pembuka ini berangkat dari gagasan besar tentang perombakan drastis sistem pajak internasional dalam mengatasi brain drain. Sebagai contoh, adanya usulan mengenai penerapan citizenship-based taxation di kawasan Uni Eropa dan perluasan Proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang mencakup area pemajakan individu.

Baca Juga: Lebih Rendah dari Rata-Rata Asia, OECD Catat Tax Ratio RI 12,1 Persen

Selain itu, ada pula skema pajak minimum (Global Anti-Base Erosion/GloBE). Semua hal tersebut bertujuan untuk mengkompensasi kerugian yang ditimbulkan oleh brain drain. Ide-ide tersebut – walau terkesan masih ‘mentah’ – membuka adanya diskusi baru yang diperkirakan akan semakin relevan seiring dengan globalisasi individu.

Kebijakan Pajak

BERBEDA dengan sebelumnya, sesi kedua justru berangkat dari penilaian mengenai berbagai opsi kebijakan pajak yang dirasa ideal dalam mengatasi brain drain. Penilaian dilakukan dengan membenturkan tiap opsi dengan normative principle, sistem pajak internasional yang berlaku, serta tantangan yang ada di lapangan.

Baca Juga: RPP Disusun, Pengembangan Kompetensi ASN Bakal Berbasis Pemagangan

Pada sesi ini terdapat tiga pembicara yaitu Fernando de Souza dari University of Maastricht Belanda, Svetislav Kostic dari Belgrade University Serbia, dan B. Bawono Kristiaji dari DDTC Indonesia.

Tidak mengherankan jika pada sesi ini dibahas mengenai keselarasan opsi kebijakan yang ada dengan OECD/UN Model maupun mengulas risiko meningkatnya ketidaksetaraan yang ditimbulkan oleh insentif pajak. Pada sesi ini Bawono juga menguraikan 4 opsi kebijakan –Bhagwati tax, exit tax, insentif pajak, dan revenue sharing – serta prospeknya bagi negara berkembang dengan populasi besar.

Secara umum, dapat disimpulkan bahwa tiap opsi kebijakan tersebut dirasa tidak akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini misalkan ditemukan dari benturan proposal Bhagwati yang mengadopsi citizenship-based taxation dengan prinsip non-diskriminasi, exit tax yang lebih tepat untuk mencegah ketidakpatuhan pajak melalui perubahan status subjek pajak dalam negeri (SPDN), serta sulitnya mekanisme revenue sharing tanpa kehadiran organisasi pajak internasional.

Baca Juga: World Bank Sebut Batas Omzet PKP RI Terlalu Tinggi, Perlu Dipangkas?

Studi Komparasi

PADA sesi terakhir, terdapat empat pembicara. Andrea Mucciariello dari University of Antwerp Belgia, Katerino Savvaidou dari University of Thessaloniki Yunani, Hugo Lopez dari Universidad Publica de Navarra Spanyol, serta Iva Ivanov dari Kementerian Keuangan Serbia. Pembahasan dilakukan lebih detail dan teknis.

Dari studi komparasi tersebut dibahas mengenai latar belakang dari Beckham Law yang sempat populer di Spanyol, pengenaan gift tax untuk remittance yang diperoleh dari warga negara Serbia, insentif bagi periset di Italia dan kaitannya dengan upaya menggenjot ekonomi, serta estimasi basis pajak yang hilang di Yunani akibat emigrasi SDM unggul ke negara OECD.

Baca Juga: Kementerian ESDM Usulkan Subsidi Solar Rp1.000 - Rp3.000 per Liter

Pada intinya, banyak negara di Eropa kini mencemaskan prospek ekonomi mereka di masa mendatang karena keterbatasan SDM berkualitas di negaranya. Respons cepat dilakukan melalui insentif pajak yang menarik.

Sebagai penutup, Yariv Brauner memberikan beberapa posisi reflektif. Pertama, brain drain dan mobilitas individu tidak bisa dilepaskan dari persoalan dan tantangan di bidang kependudukan, ketenagakerjaan, pendidikan, dan struktur ekonomi.

Kedua, dugaan adanya tren pemberian insentif pajak untuk mengundang SDM unggul agaknya berlanjut dalam kompetisi yang lebih intens. Dalam hal ini semua pihak perlu menyadari bahwa insentif pajak tidak akan menyelesaikan permasalahan secara optimal dan justru bisa memperburuk keadaan.

Baca Juga: OECD Dorong Penyiapan Aturan Penyelesaian Sengketa Pajak Minimum

Ketiga, seluruh pihak harus terbuka dengan berbagai alternatif perubahan sistem pemajakan internasional atas pajak penghasilan (PPh) individu dalam rangka menjamin alokasi pajak yang lebih adil. Untuk itu, brain drain dan berbagai solusinya harus didorong menjadi agenda pembangunan yang baru. *

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : reportase, brain drain, SDM, BEPS, OECD, Serbia

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 14 Mei 2024 | 13:15 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ikuti Aturan Main OECD, Jokowi: Agar Indonesia Naik Kelas

Selasa, 14 Mei 2024 | 09:43 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Perdagangan Karbon Ditarget Berjalan Optimal sebelum Ganti Presiden

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:00 WIB
KEANGGOTAAN OECD

Proses Masuk OECD, RI Rampungkan Initial Memorandum Tahun Depan

Jum'at, 03 Mei 2024 | 19:00 WIB
KEBIJAKAN ENERGI

Harga Minyak Mentah RI Naik, Imbas Ketegangan di Timur Tengah

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama