Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Rekam Bukti Potong Tahunan A1 Key-in di e-Bupot 21/26? Perlu Data Ini

A+
A-
7
A+
A-
7
Rekam Bukti Potong Tahunan A1 Key-in di e-Bupot 21/26? Perlu Data Ini

Tampilan isian bukti potong tahunan A-1. (Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26)

JAKARTA, DDTCNews – Ada beberapa elemen data yang diperlukan dalam perekaman bukti potong tahunan A-1 dengan skema key-in pada aplikasi e-bupot 21/26.

Dalam Petunjuk Penggunaan Aplikasi e-Bupot 21/26, Ditjen Pajak (DJP) menyatakan perekaman dengan skema key-in mengharuskan pengguna merekam satu per satu bukti potong PPh Pasal 21 yang akan dibuat.

“Melalui metode ini, pengguna dapat melihat lebih detail dan teliti atas setiap bukti potong yang dibuat sebelum disimpan dan diterbitkan,” tulis DJP, dikutip pada Kamis (21/3/2024).

Baca Juga: Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Bupot tahunan A-1 digunakan untuk merekam bukti potong PPh 21 tahunan (formulir 1721-A-1) atau bukti potong pada masa pajak terakhir. Pada masa pajak terakhir, ketika penerima penghasilan telah dibuatkan bupot tahunan A-1 maka bupot bulanan tidak diperlukan lagi.

Dengan demikian, sambung DJP, secara sederhana dapat disimpulkan bupot tahunan A-1 merupakan bupot bulanan pada masa pajak terakhir. DJP menjabarkan setidaknya ada 7 bagian elemen data yang diperlukan saat perekaman bukti potong tahunan A-1 dengan skema key-in.

Pertama, identitas penerima penghasilan yang dipotong. Jika identitas yang dipilih adalah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pengguna mengisi 15 digit NPWP pihak yang dipotong. Untuk nama dan alamat akan terisi secara otomatis jika data NPWP yang diinput terdaftar pada sistem DJP.

Baca Juga: Pemeriksaan WP Atas Data Konkret Tidak Bisa Diajukan Quality Assurance

Jika identitas yang dipilih adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK), pengguna mengisi 16 digit NIK, nama lengkap, dan alamat sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Kemudian, pengguna menekan tombol Cek untuk mengetahui validitas data pihak yang dipotong.

“Sistem akan membaca ‘valid’ jika data yang diisi sesuai dengan data yang terdapat pada sistem Dukcapil (Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil),” imbuh DJP.

Kemudian, pengguna mengisi jenis kelamin penerima penghasilan yang dipotong (laki-laki/perempuan). Lalu, pengguna memilih status/jumlah tanggungan keluarga untuk penghasilan tidak kena pajak atau PTKP (TK/0, TK/1, TK/2, TK/3, K/0, K/1, K/2, K/3, HB/0, HB/1, HB/2, HB/3).

Baca Juga: Fitur Daftar Bukti Pemotongan di DJP Online Masih Tahap Pengembangan

Kemudian, pengguna mengisi nama jabatan, misalnya direktur. Lalu, pengguna mengisi status karyawan asing dan kode negara domisili (kolom ini diisi dalam hal status karyawan yang dipilih adalah asing).

Kedua, perincian penghasilan dan penghitungan PPh Pasal 21. Pada kolom ini, pengguna memilih kode objek pajak dari transaksi yang akan dipotong PPh Pasal 21. Terdapat 2 kode objek pajak, yaitu 21-100-01 untuk pegawai tetap dan 21-100-02 untuk penerima pensiun berkala.

Kemudian, pengguna memilih tahun pajak serta masa pajak awal dan akhirnya. Pengguna perlu menekan tombol Fasilitas PPh Pasal 21 jika penerima penghasilan memiliki fasilitas seperti Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh Pasal 21.

Baca Juga: Kanwil DJP Sumut Sita Serentak 22 Aset Milik WP senilai Rp673 Juta

“Isikan nomor SKB tersebut jika ingin memanfaatkan fasilitas dimaksud,” tulis DJP.

Ketiga, data penghasilan masa pajak terakhirnya. Pengguna mengisikan penghasilan bruto untuk masa pajak terakhir. Misal, jika pegawai A bekerja penuh selama 1 tahun pada Januari—Desember, pengguna mengisi penghasilan bruto untuk masa pajak Desember saja (masa pajak terakhirnya).

Penghasilan masa pajak terakhir pada bukti potong A-1, sambung DJP, tidak akan memengaruhi penghitungan PPh Pasal 21 akhir pada bupot tersebut. Namun, penghasilan itu akan memengaruhi nilai penghasilan bruto pada induk Surat Pemberitahuan (SPT).

Baca Juga: WP Cabang Buat Bupot dan Lapor SPT Masih di DJP Online Masing-Masing

Keempat, data penghasilan setahun. Pengguna mengisi setiap kolom terkait dengan seluruh penghasilan yang diterima selama setahun, baik berupa gaji maupun uang pensiun berkala, tunjangan pph, tunjangan lainnya, dan lain sebagainya.

Kelima, pengurangan. Pengguna mengisi setiap kolom yang menjadi pengurangan penghasilan, baik berupa biaya jabatan/biaya pensiun, iuran pensiun/hari tua, maupun pengurangan lain sebagainya.

Keenam, penghitungan PPh Pasal 21. Pengguna mengisi setiap kolom yang berwarna putih sesuai dengan kondisi yang ada. Jika berwarna abu-abu maka kolom tersebut akan terisi secara otomatis sesuai dengan penghitungan sistem.

Baca Juga: Besok Pagi, Aplikasi e-Bupot dan e-SKTD Tidak Dapat Diakses Sementara

Untuk bagian angka 14 diisi jika pegawai yang bersangkutan merupakan pegawai pindahan yang menggabungkan bukti potong atau merupakan pensiunan yang baru menerima uang terkait dengan pensiun dalam tahun pajak berjalan.

“Jumlah yang diisikan yaitu sesuai dengan jumlah pada angka 13 dari Formulir 1721-A-1 yang dibuat oleh pemberi kerja sebelumnya,” tulis DJP.

Kemudian, bagian angka 15 merupakan pemilihan jumlah penghasilan neto untuk perhitungan PPh Pasal 21 (setahun/disetahunkan). Jika masa perolehan penghasilan meliputi 1 tahun kalender, yaitu Januari—Desember, bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 13 dan angka 14 (jika ada).

Baca Juga: Wajib Pajak Pusat Perlu Mutakhirkan Data agar Cabang Dapat NITKU

Jika masa perolehan penghasilan kurang dari 1 tahun kalender maka berlaku ketentuan berikut ini.

  1. Jika pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan:
  • dipindahkan ke kantor pusat atau ke kantor cabang dari pemberi kerja yang sama;
  • berhenti menjadi pegawai, tetapi tidak meninggalkan Indonesia untuk selamalamanya; atau
  • berhenti menjadi pegawai karena pensiun atau pindah ke pemberi kerja lainnya di Indonesia,

maka oleh pemotong pajak yang lama, bagian ini diisi dengan jumlah pada angka 13 dan angka 14 (jika ada).

  1. Jika pegawai yang bersangkutan pada akhir masa perolehan penghasilan:
  • berhenti menjadi pegawai dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya; atau
  • berhenti menjadi pegawai karena meninggal dunia,

maka oleh pemotong pajak yang lama, bagian ini diisi dengan jumlah pada angka 13 dan angka 14 (jika ada), kemudian disetahunkan.

Baca Juga: Cabang Tak Kunjung Dapat NITKU, WP Pusat Perlu Mutakhirkan Data
  1. Jika pegawai yang bersangkutan merupakan:
  • pegawai pindahan dari pemberi kerja lain, kantor pusat, atau kantor cabang dan menggabungkan bukti pemotongan; atau
  • merupakan pegawai baru pensiun,

maka oleh pemotong pajak yang baru, bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan angka 13 dan angka 14.

  1. Jika pegawai yang bersangkutan belum pernah bekerja sebelumnya:
  • pada tanggal 1 Januari tahun yang bersangkutan telah berada atau bertempat tinggal di Indonesia, bagian ini diisi sesuai dengan jumlah pada angka 13; atau
  • dari luar negeri (expatriate) yang menjadi wajib pajak dalam negeri dalam tahun yang bersangkutan, bagian ini diisi dengan jumlah pada angka 13, kemudian disetahunkan.

Selanjutnya, pengguna menekan tombol Hitung untuk melakukan penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan kena pajak setahun/disetahunkan. Jika telah dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa-masa sebelumnya, baik yang ditanggung pemerintah (DTP) maupun tidak, pengguna menekan tekan tombol Ambil Data untuk menarik data dimaksud.

Untuk angka 19 dan 20 terkait dengan PPh Pasal 21 yang dipotong masa pajak sebelumnya, data yang diambil merupakan data bupot bulanan dengan kode objek pajak 21-100-01 dan 21-100-02 dengan catatan pemberi kerja dan penerima penghasilan yang sama saat pembuatan bukti potong tahunan A-1.

Baca Juga: Ini Fungsi 7 Layanan Pajak yang Sudah Berbasis NIK dan NPWP 16 Digit

Untuk angka 22A dan 22B terkait dengan PPh Pasal 21/26 yang dipotong dan dilunasi selain masa pajak terakhir, data yang diambil merupakan data bupot tahunan A-1 yang yang telah direkam oleh pemberi kerja sebelumnya yang berbeda atas penerima penghasilan yang sama.

“Meskipun data PPh Pasal 21 sebelumnya disediakan oleh sistem, namun tetap diberikan keleluasaan bagi wajib pajak untuk melakukan edit data tersebut,” imbuh DJP.

Ketujuh, penandatangan bukti pemotongan. Setelah semua bagian terisi secara lengkap, langkah terakhir adalah memilih jabatan penandatangan dan nama penandatangan, mencentang pernyataan, serta menekan tombol Simpan.

Baca Juga: Penghasilan Orang Pribadi di Bawah PTKP Bisa Bebas PPh Final PHTB

“Bukti potong yang telah dibuat akan muncul pada menu Daftar Bukti Potong Pasal 21,” imbuh DJP.

Seperti diketahui, DJP terus memperbarui aplikasi e-bupot 21/26. Saat ini, DJP Online menyediakan aplikasi e-bupot 21/26 versi 1.4. Simak pula ‘E-Bupot 21/26 Versi 1.4 DJP Online, Ada 2 Opsi Autentikasi Kirim SPT’. (kaw)

Baca Juga: Data Padan, Apa Saja Layanan Pajak yang Sudah Mengakomodasi NIK-NPWP?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : e-bupot, e-bupot 21/26, bukti potong, bupot, PPh Pasal 21, Ditjen Pajak, DJP, DJP Online, perekam, user perekam

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 03 Juli 2024 | 14:41 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terkait e-Bupot 21/26, DJP Kirim Email Blast ke Beberapa Wajib Pajak

Rabu, 03 Juli 2024 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

e-Faktur Masih Pakai Format NPWP 15 Digit, Begini Penjelasan DJP

Rabu, 03 Juli 2024 | 08:30 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Selasa, 02 Juli 2024 | 19:54 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, TAM Disebut Punya 4 Manfaat Ini bagi Wajib Pajak

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama