Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Pajak Milik Kita Semua

A+
A-
8
A+
A-
8
Pajak Milik Kita Semua

PERSEPSI yang tertanam dalam keasadaran masyarakat terhadap pajak pada saat ini umumnya masih sebatas sebagai suatu kewajiban atau bahkan beban. Pandangan tersebut memang tidak keliru. Namun, jika dilekatkan pada nilai-nilai kebangsaan dan bernegara, sesungguhnya pajak merupakan elemen yang ada dalam jati diri masyarakat untuk mengembangkan peradaban.

Pemahaman tentang hal tersebut dapat kita mulai dari pertanyaan mendasar: pajak milik siapa? Pertanyaan reflektif ini ditarik Aan Almaidah Anwar ke dalam suatu diskursus yang dituangkan pada buku berjudul ‘Ku, Mu, Nya’. Sang penulis menguraikan pertanyaan tersebut melalui cerita yang mengalir dan sederhana bagaikan novel, tapi analitis dan tajam seperti kajian ilmiah.

Dalam karya tulisnya yang terbit Maret 2021 ini, Aan menawarkan sudut pandang yang menarik. Pajak dilihat sebagai suatu ‘barang’ yang dimiliki secara kolektif oleh setiap masyarakat. Setiap individu memiliki peran sesuai kemampuan masing-masing. Nasib masyarakat di masa depan bergantung pada sikap masyarakat terhadap pajak saat ini.

Baca Juga: Proses Restitusi Dioptimalkan, Begini Realisasinya Hingga Mei 2024

Dalam menyampaikan pesan tersebut, Aan menggunakan berbagai ilustrasi yang dekat dengan keseharian. Dengan demikian, maksud yang disampaikan dapat dimaknai dan direnungkan. Salah satu contoh yang digunakan adalah ketika menjelaskan alasan pajak yang dibutuhkan negara sedemikian besar, hingga ribuan triliun rupiah tiap tahunnya.

Secara naratif, Aan menggambarkan penggunaan setiap triliun rupiah setara dengan 155 kilo meter jalan, 3.541 meter jembatan, 2.000-3.000 unit rumah susun, benih padi untuk empat hektar sawah, beasiswa 2,2 juta siswa SD, 1,3 juta siswa SMP, atau 1 juta SMA, dan masih banyak lagi yang lain.

Fakta tersebut mencerminkan besarnya kebutuhan masyarakat Indonesia. Tak dipungkiri, kebutuhan tersebut akan terus berevolusi, membesar, dan bervariasi pada masa mendatang sesuai dengan tuntutan zaman. Merespons realita zaman yang makin berat, penulis kelahiran Denpasar tersebut menuntun pembaca ke pertanyaan selanjutnya: dari mana uang agar seluruh kebutuhan tersebut tercukupi?

Baca Juga: Hitung Pajak Minimarket, WP Diedukasi soal Pembukuan atau Pencatatan

Di sinilah ditekankan pentingnya pajak. Pajak sudah menjadi tulang punggung pembiayaan negara sejak lama. Jika tidak dioptimalkan, tulang tersebut menjadi keropos. Negara sulit maju, dan kebutuhan masyarakat kian sulit terpenuhi. Agar dapat ditegakkan kembali, peran serta seluruh masyarakat dalam pajak menjadi suatu prasyarat yang tidak dapat dibantah.

Dalam salah satu babnya, disampaikan cara agar kesadaran pajak dapat dioptimalkan. Disebutkan dalam buku tersebut, sosialisasi perpajakan saja sesungguhnya tidak cukup. Untuk sadar betul bayar pajak, diperlukan suatu keyakinan yang mengakar dalam individu tersebut sejak dini.

Oleh karena itu, penulis yang juga merupakan lulusan University of Denver, Amerika Serikat ini menuturkan edukasi pajaklah yang bisa menjawab tersebut. Tidak tanggung-tanggung, kesadaran akan peran pajak perlu dijadikan bagian dari kurikulum pendidikan. Sebab, generasi muda merupakan calon pemimpin bangsa masa depan.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Dalam diri mereka, harus tertanam nilai dan pemahaman pentingnya membayar pajak. Dalam salah satu bagian buku, penulis menyatakan mereka harus memiliki spirit yang sama seperti pasukan spartan yang dipimpin Leonidas panglima perang Sparta. Ketika mendapat kesempatan untuk berkorban bagi negara, hal tersebut justru menjadi kebanggaan.

Jadi, sejak muda perlu ditanamkan konsep berpikir untuk mengembalikan pertanyaan kepada masing-masing generasi, peran apa yang dapat diemban untuk negara pada saat dewasa nanti? Kemudian, generasi tersebut perlu merefleksikan bahwa dirinya memiliki tanggung jawab komunitas, salah satunya yang pasti adalah melalui pajak.

Bagaimana dengan edukasi bagi generasi dewasa kini? Apakah terlambat? Ternyata tidak, edukasi pajak masih tetap relevan. Kita yang sadar betul pentingnya membayar pajak harus dapat mengedukasi sesama.

Baca Juga: Semester I/2024, Pemprov DKI Jakarta Kumpulkan Pajak Rp16,8 Triliun

Kita patut menjadi contoh bagi sesama masyarakat akan pentingnya pajak. Budaya bangga patuh pajak perlu dicerminkan melalui sikap pembayaran pajak bukan saja untuk memenuhi kewajiban, tapi juga sebagai wujud cinta pada negara.

Selain itu, puisi seperti yang disuguhkan dalam karya Aan tersebut juga dapat mengedukasi. Puisi tersebut mampu mengaitkan relevansi rasa cinta terhadap negara dengan membayar pajak.

Beberapa bagian buku diisi secara khusus dengan puisi sehingga menggugah hati pembaca untuk merenung dan merefleksikan peran penting pajak. Salah satu pesannya adalah di tengah kondisi perlemahan ekonomi saat ini, kita justru mendapat kesempatan terbaik untuk berkontribusi.

Baca Juga: Pemerintah Sebut Proses Restitusi Pajak Dioptimalkan

Perpaduan tata bahasa yang menggunakan istilah ilmiah tapi mengalir seperti cerpen membuat pesan dapat diterima logika maupun perasaan. Pembaca serasa diedukasi bahwa setiap insan dalam negeri ini memiliki signifikansi dalam berkontribusi. Membayar pajak artinya sama dengan membangun negeri dan menolong sesama.

Satu hal yang pasti, dunia sudah makin berubah. Kita boleh saja cepat-cepat ikut berubah untuk beradaptasi. Namun, penulis berpesan, jangan lupa, kita tidak sendirian. Jangan asyik berubah sendiri kemudian meninggalkan yang lain.

Sesama masyarakat banyak yang masih tertinggal di belakang. Tanpa uluran tangan sesama anak bangsa, mereka bisa hilang. Namun, melalui pajak, kita tahu, kita saling memiliki satu sama lain. Melalui pajak, kita saling berpegangan tangan.

Baca Juga: Tarif PPN Naik Jadi 11% sejak April 2022, Begini Evaluasi World Bank

Jadi, pajak milik siapa? Milik kita semua, tanpa kecuali. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : buku, buku pajak, resensi, kesadaran pajak, edukasi pajak, penerimaan pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 22 Juni 2024 | 13:00 WIB
KINERJA FISKAL

Wah! Problem RI Ternyata Bukan Utang, Tapi Rasio Pajak yang Rendah

Jum'at, 21 Juni 2024 | 14:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ditjen Pajak Bina UMKM Lewat Program BDS, Seperti Apa?

Rabu, 19 Juni 2024 | 17:55 WIB
REFORMASI PAJAK

Menilik Kontroversi Tax Expenditure dalam Reformasi Pajak

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama