Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Kamis, 04 Juli 2024 | 14:30 WIB
STATISTIK KEBIJAKAN FISKAL
Rabu, 03 Juli 2024 | 08:55 WIB
KURS PAJAK 03 JULI 2024 - 09 JULI 2024
Senin, 01 Juli 2024 | 09:36 WIB
KMK 10/KM.10/2024
Rabu, 26 Juni 2024 | 08:45 WIB
KURS PAJAK 26 JUNI 2024 - 02 JULI 2024
Fokus
Reportase

Tiga Pendekatan Pemajakan Ekonomi Digital di Negara Berkembang

A+
A-
1
A+
A-
1
Tiga Pendekatan Pemajakan Ekonomi Digital di Negara Berkembang

PANDEMI Covid-19 telah memberikan tekanan yang luar biasa terhadap perekonomian dunia, tak terkecuali di Indonesia. Namun, ketika banyak sektor bisnis yang terpuruk selama pandemi, pendapatan pelaku usaha di sektor bisnis digital justru meningkat pesat.

Meningkatnya pendapatan pelaku usaha di sektor bisnis digital ini menjadi pemantik terjadinya akselerasi penerapan bisnis digital dan layanan digital dari berbagai bidang, baik pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi yang saat ini ditransformasikan menjadi bisnis digital.

Pengenaan pajak terhadap bisnis digital dapat menjadi potensi untuk menambah penerimaan di negara berkembang dan menjadi salah satu pilihan untuk mendanai pemulihan ekonomi global akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga: Proses Restitusi Dioptimalkan, Begini Realisasinya Hingga Mei 2024

Pemajakan atas ekonomi digital sebenarnya telah dibahas secara luas dalam dekade terakhir. Namun, OECD hingga saat ini masih belum mampu menghasilkan konsensus dari kerangka kerja internasional tentang perpajakan ekonomi digital.

Topik mengenai pendekatan pemajakan digital di negara berkembang diuraikan secara komprehensif pada publikasi ilmiah yang berjudul Three Approaches to Taxing Income from the Digital Economy – Which Is the Best for Developing Countries?. Jurnal tersebut disusun oleh Melanie Dewi Astuti.

Dalam jurnal yang dirilis pada 2020 tersebut, penulis memberikan panduan untuk negara berkembang dalam mengenakan pajak atas ekonomi digital berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari pendekatan-pendekatan yang ada.

Baca Juga: Kanada Berlakukan Pajak Digital, AS Siapkan Retaliasi

Pada Oktober 2019, Sekretariat OECD memperkenalkan proposal unified approach yang dirancang untuk konsensus global. Cetak biru mengenai unified approach diriliis pada 12 Oktober 2020. Berkenaan dengan konsensus global, sebuah pernyataan resmi dikeluarkan oleh negara-negara anggota BEPS Inclusive Framework yang mengonfirmasi perpanjangan perjanjian konsensus pada pertengahan tahun 2021.

Sementara itu, ketidakmampuan aturan saat ini dalam memberikan keadilan terkait dengan perpajakan ekonomi digital dan konsensus global yang belum disepakati menyebabkan beberapa negara telah menerapkan langkah-langkah unilateral yang memungkinkan market country untuk mengenakan pajak dari ekonomi digital (DST) demi mengamankan basis pajaknya.

Selanjutnya, ketika OECD memperkenalkan Pilar 1: Unified Approach dan beberapa negara telah mengadopsi DST, UN telah memperkenalkan proposal untuk menambahkan Pasal 12B ke UN Model dengan tujuan memberi solusi perpajakan atas ekonomi digital.

Baca Juga: Kejar Target Penerimaan Pajak, Kemenkeu Optimalisasi Proses Restitusi

Memajaki ekonomi digital yang keuntungannya cenderung naik selama pandemi covid-19 dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan basis pajak suatu negara. Namun, aturan-aturan yang ada saat ini tidak memberikan hak pemajakan bagi market country tanpa adanya physical presence sehingga tidak menguntungkan market country di negara berkembang, seperti Brazil, India, dan Indonesia.

Untuk itu, negara berkembang perlu merancang pemajakan digital untuk menciptakan level playing field. Terdapat tiga strategi pendekatan yang dapat dipertimbangkan oleh negara berkembang untuk memajaki pendapatan yang berasal dari ekonomi digital.

Pertama, Pilar 1: Unified Approach. Proposal ini dapat menjadi salah satu solusi terbaik mengingat akan diterapkan melalui konvensi multilateral. Namun, keberhasilan untuk memajaki ekonomi digital di negara berkembang akan tergantung pada desain elemen kunci proposal yang komponennya banyak yang belum disepakati.

Baca Juga: Semester I/2024, Pemprov DKI Jakarta Kumpulkan Pajak Rp16,8 Triliun

Selain itu, negara berkembang juga akan menghadapi tantangan penerapan unified approach karena kompleksitasnya. Unified approach seharusnya dilaksanakan dengan cara yang sederhana karena negara-negara berkembang kekurangan sumber daya untuk mengelola rezim pajak semacam itu.

Selain itu, arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mengikat secara multilateral seharusnya juga tidak boleh dimasukkan dalam implementasi unified approach karena tindakan tersebut dapat menimbulkan tantangan yang signifikan bagi negara-negara berkembang.

Kedua, Draf Pasal 12B UN Model. Proposal ini berpotensi memiliki hasil yang lebih baik bagi negara-negara berkembang karena dapat memberikan penerimaan pajak yang lebih banyak dan lebih sederhana dibandingkan dengan Unified Approach. Permasalahan terkait pemajakan berganda dan penyelesaian sengkata dapat diselesaikan melalui ketentuan perjanjian antarnegara yang berlaku.

Baca Juga: Pemerintah Sebut Proses Restitusi Pajak Dioptimalkan

Namun, negosiasi bilateral ini juga akan menimbulkan kesulitan bagi negara berkembang karena akan memakan waktu dan biaya mengingat luasnya jaringan perjanjian yang dimiliki banyak negara. Pada prinsipnya, draf tersebut dapat dipertimbangkan terutama untuk negara yang tidak menandatangani konvensi multilateral untuk menerapkan proposal pilar satu.

Ketiga, Digital Services Tax (DST). Mengingat konsensus global yang mungkin belum akan terwujud dalam waktu dekat, DST dapat menjadi solusi cepat dan menengah bagi negara berkembang karena implementasinya hanya membutuhkan perubahan dalam hukum domestik suatu negara.

Perlu diperhatikan, sebelum menerapkan DST, negara berkembang perlu menerapkan analisis biaya dan manfaat sehubungan dengan potensi penerimaan pajak ketimbang risiko pembalasan dari negara lain selaku penerima penghasilan dari layanan digital.

Baca Juga: Tarif PPN Naik Jadi 11% sejak April 2022, Begini Evaluasi World Bank

Penerapan analisis ini juga diutamakan untuk negara berkembang yang memberikan lebih banyak ekspor ketimbang impor dari negara asal bisnis digital. Penerapan DST ini dinilai bisa menjadi solusi sementara. Namun, penerapan DST harus dihentikan setelah konsensus global tercapai.

Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan ketentuan mengenai pajak transaksi elektronik (PTE) yang serupa dengan DST. Ketentuan mengenai PTE tersebut diatur dalam Perppu 1/2020 yang telah diundangkan melalui UU 2/2020.

Namun, hingga saat ini, belum ada ketentuan teknis yang mengatur perihal PTE. Belum diterapkannya PTE di Indonesia ini disebabkan pemerintah masih menunggu kesepakatan atau konsensus global pada tahun ini.

Baca Juga: Integrasi NIK-NPWP Berlaku 2 Hari Lagi, Pihak Lain Diberi Kelonggaran

Mengacu pada tiga strategi pendekatan di atas, tidak satu pun dari pendekatan-pendekatan di atas cocok untuk diimplementasikan pada semua situasi. Masing-masing dari tiga pendekatan perpajakan ekonomi digital memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.

Negara-negara berkembang dapat memilih salah satu dari tiga atau dua dari tiga pendekatan tersebut untuk dapat mengamankan hak pemajakannya. Namun, sebelum menerapkannya, perlu melakukan analisis menyeluruh untuk menentukan pilihan pendekatan pemajakan digital yang paling cocok untuk masing-masing negara.

*Artikel ini merupakan artikel yang diikutsertakan dalam Lomba Resensi Jurnal untuk memeriahkan HUT ke-14 DDTC. Simak artikel lainnya di sini.

Baca Juga: Penerimaan Pajak DJP Jakarta Barat Masih Mampu Tumbuh 5,35 Persen

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resensi, resensi jurnal, lomba resensi jurnal, hut ddtc ke-14, pajak digital, penerimaan pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 21 Juni 2024 | 17:21 WIB
PENERIMAAN PAJAK

DJP Kumpulkan Rp3,25 Triliun dari Pemungut PPN PMSE Hingga Mei 2024

Minggu, 16 Juni 2024 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Pemda Didorong Pangkas Biaya Administrasi dan Kepatuhan Pajak Daerah

Rabu, 12 Juni 2024 | 09:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DPR Minta Kemenkeu Susun Roadmap Tax Ratio 23%, Sri Mulyani Keberatan

berita pilihan

Jum'at, 05 Juli 2024 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah Pusat Siapkan Rp4 Triliun bagi Pemda yang Atasi Isu-Isu Ini

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Keliru Cantumkan NPWP, Solusinya Bukan Bikin Faktur Pajak Pengganti

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

Jokowi: IKN Jadi Sumber Ekonomi Baru, Serap Hasil Tani Daerah Lain

Jum'at, 05 Juli 2024 | 19:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Ada Potensi Besar, DPR Minta Pemerintah Perbaiki Pengelolaan PNBP

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingin Batalkan Faktur Pajak Tapi Beda Tahun, Apakah Bisa?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 18:09 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 26 atas Jasa Luar Negeri

Jum'at, 05 Juli 2024 | 17:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Pegawai Pindah Cabang, Hitungan PPh 21-nya Disamakan dengan Resign?

Jum'at, 05 Juli 2024 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dukung Kelancaran Ibadah Haji 2024, DJBC dan Saudi Customs Kerja Sama