Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

DJP Perinci Penghapusan Sanksi pada Masa Transisi Penerapan Coretax

A+
A-
31
A+
A-
31
DJP Perinci Penghapusan Sanksi pada Masa Transisi Penerapan Coretax

JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak Suryo Utomo resmi menerbitkan keputusan penghapusan sanksi administrasi pasca-implementasi Coretax DJP. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (28/2/2025).

Kebijakan tersebut diatur melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-67/PJ/2025. Melalui keputusan tersebut, dirjen pajak menghapus sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta keterlambatan penyampaian SPT.

"Untuk memberikan kepastian hukum dalam penghapusan sanksi administratif sehubungan dengan masa transisi implementasi Coretax DJP, perlu menetapkan keputusan dirjen pajak tentang kebijakan penghapusan sanksi Administratif,” bunyi bagian pertimbangan KEP-67/PJ/2025.

Baca Juga: Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Kebijakan tersebut juga sebagai respons atas perubahan sistem administrasi yang menyebabkan keterlambatan pembayaran pajak dan pelaporan SPT. Dalam kondisi tersebut, keterlambatan bukan merupakan kesalahan wajib pajak.

Secara lebih terperinci, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang dimaksud meliputi sanksi yang dikenakan atas:

  1. keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran:
    - PPh masa tersebut meliputi PPh Pasal 4 ayat (2), selain PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
    - PPh Pasal 15;
    - PPh Pasal 21;
    - PPh Pasal 22;
    - PPh Pasal 23;
    - PPh Pasal 25; dan
    - PPh Pasal 26,
    yang terutang untuk masa pajak Januari 2025 yang dibayar dan/atau disetor setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan/atau penyetoran sampai dengan tanggal 28 Februari 2025.
  2. keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk:
    - masa pajak Desember 2024 yang dibayar dan/atau disetor setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan/atau penyetoran sampai dengan tanggal 31 Januari 2025; dan
    - masa pajak Januari 2025 yang dibayar dan/atau disetor setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan/atau penyetoran sampai dengan tanggal 28 Februari 2025;
  3. keterlambatan penyetoran PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang untuk masa pajak Januari 2025 yang disetor setelah tanggal jatuh tempo penyetoran sampai dengan tanggal 10 Maret 2025; dan
  4. keterlambatan penyetoran bea meterai yang dipungut oleh pemungut bea meterai untuk:
    - masa pajak Desember 2024 yang disetor setelah tanggal jatuh tempo penyetoran sampai dengan tanggal 31 Januari 2025; dan
    - masa pajak Januari 2025 yang disetor setelah tanggal jatuh tempo penyetoran sampai dengan tanggal 28 Februari 2025.

Sementara itu, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan atau penyampaian SPT yang dimaksud meliputi:

Baca Juga: Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa
  1. keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan SPT Masa PPh Unifikasi untuk:
    - masa pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 28 Februari 2025;
    - masa pajak Februari 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 31 Maret 2025; dan
    - masa pajak Maret 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 30 April 2025;
  2. keterlambatan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan untuk:
    - masa pajak Desember 2024 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 31 Januari 2025;
    - masa pajak Januari 2025 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 28 Februari 2025;
    - masa pajak Februari 2025 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 31 Maret 2025; dan
    - masa pajak Maret 2025 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 30 April 2025.
  3. keterlambatan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan PPh Pasal 25 untuk:
    - masa pajak Januari 2025 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 28 Februari 2025;
    - masa pajak Februari 2025 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 31 Maret 2025; dan
    - masa pajak Maret 2025 yang dilaporkan setelah tanggal jatuh tempo pelaporan sampai dengan tanggal 30 April 2025;
  4. keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN untuk:
    - masa pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 10 Maret 2025;
    - masa pajak Februari 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 10 April 2025; dan
    - masa pajak Maret 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 10 Mei 2025; dan
  5. keterlambatan penyampaian SPT Masa Bea Meterai untuk:
    - masa pajak Desember 2024 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 31 Januari 2025;
    - masa pajak Januari 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 28 Februari 2025;
    - masa pajak Februari 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 31 Maret 2025; dan
    - masa pajak Maret 2025 yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian sampai dengan tanggal 30 April 2025.

Penghapusan sanksi tersebut dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan pajak (STP). Adapun atas keterlambatan yang sudah diterbitkan STP, kepala Kanwil DJP akan menghapus pengenaan sanksi tersebut secara jabatan. Keputusan ini berlaku sejak 27 Februari 2025.

Selain penghapusan sanksi, ada pula ulasan mengenai target rasio perpajakan dalam RPJMN 2025-2029. Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan usulan perluasan insentif pajak bagi pegawai padat karya dan PMK baru tentang penyidikan tindak pidana pajak.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Dirjen Pajak Minta WP Terus Gunakan Coretax

Dirjen Pajak Suryo Utomo sebelumnya sudah menegaskan bahwa tidak ada pengenaan sanksi yang dikenakan terhadap wajib pajak pada masa transisi dari DJP Online ke coretax system.

Baca Juga: Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Suryo juga meminta masyarakat untuk terus menggunakan Coretax DJP dalam rangka familiarisasi dan membantu DJP dalam menemukan masalah pada coretax system.

"Terkait dengan implementasi coretax, makin sering kita gunakan, makin sering kita dapat informasi permasalahan, makin cepat kita bisa melakukan perbaikan," katanya. (DDTCNews)

Usulan Perluasan Cakupan Pegawai Padat Karya yang Dapat Insentif Pajak

Kementerian Ketenagakerjaan meminta sektor penerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) diperluas ke banyak sektor industri padat karya menyusul adanya masukan dari beberapa federasi pekerja.

Baca Juga: Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan insentif pajak yang diberikan saat ini hanya kepada pegawai industri padat karya di bidang usaha tertentu.

"Mereka bertanya kenapa mereka tidak dimasukkan dalam insentif PPh Pasal 21 DTP. Industri padat karya lain masuk, tetapi kalau rokok, tembakau, makanan, minuman kok enggak masuk?" katanya. (DDTCNews)

Rasio Perpajakan 2029 Ditarget Mentok 15 Persen

Pemerintah menargetkan rasio perpajakan pada 2029 mencapai 11,52% - 15% dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, lebih tinggi dari rasio perpajakan pada 2024 sebesar 10,07%.

Baca Juga: Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Target rasio perpajakan tersebut tercantum dalam Perpres 12/2025 tentang RPJMN Tahun 2025-2029. Dalam mengejar target tersebut, terdapat beberapa fokus kebijakan di antaranya penerapan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan secara menyeluruh.

"Kemudian, reformasi pajak yang lebih progresif; penegakan hukum untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak; dan simplifikasi proses bisnis dan pembenahan tata kelola kelembagaan," tulis pemerintah dalam RPJMN 2025-2029. (DDTCNews/Kontan)

Tahun Ini, Wajib Pajak Masih Dihadapkan Kompleksitas dan Ketidakpastian

Wajib pajak masih akan dihadapkan dengan peningkatan kompleksitas dan ketidakpastian sistem pajak pada tahun ini.

Baca Juga: Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Director of DDTC Fiscal Research & Advisory Bawono Kristiaji mengatakan kompleksitas dan ketidakpastian pajak tersebut kian kentara di tengah tekanan fiskal yang sedang dihadapi oleh pemerintah.

"Jadi ketika tekanan fiskalnya meningkat, kompleksitasnya juga meningkat. Hal ini akan berdampak pada biaya kepatuhan dan sejauh mana compliance bisa dijamin. Ketika tekanan fiskal meningkat, yang kita butuhkan adalah sesuatu yang memudahkan kepatuhan," katanya. (DDTCNews)

PMK Baru terkait Penyidikan Tindak Pidana Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan baru yang mengatur soal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 17/2025.

Baca Juga: Bangun Usaha di Kawasan Industri? Ini Menu Insentif Perpajakannya

PMK 17/2025 diterbitkan untuk mengatur pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan. Beleid ini juga mengatur ketentuan pelunasan atas perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan serta mengatur kembali ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan.

“Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan, memberikan keadilan dan perlindungan HAM bagi wajib pajak, dan di sisi lain tetap memberikan perlindungan bagi negara dalam memperoleh hak atas pendapatan negara,” bunyi salah satu pertimbangan PMK 17/2025. (DDTCNews)

Hashim Usulkan Tarif PPh Badan Dipangkas Jadi 18 Persen

Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi sekaligus adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mendorong penurunan tarif PPh badan dari saat ini 22% menjadi 18%.

Baca Juga: Ajak WP Segera Lapor SPT Tahunan, Jonatan Christie: Jangan Ditunda

Hashim mengatakan penurunan tarif PPh badan akan membuat iklim berusaha di Indonesia lebih menarik. Sebab, tarif PPh badan yang rendah bakal lebih menguntungkan bagi pengusaha.

"[Tarif pajak] perseroan 22%, mudah-mudahan Insyaallah kita bisa kurangi. Kalau bisa 22% jadi 20%, jadi 18%," katanya. (DDTCNews)

RPJMN 2025-2029 Muat Rencana Pembentukan Badan Penerimaan Negara

Pemerintah tetap berencana untuk membentuk badan penerimaan negara (BPN) guna meningkatkan rasio pendapatan negara menjadi sebesar 23% dari PDB sesuai dengan janji Presiden Prabowo Subianto sepanjang kampanye Pilpres 2024.

Baca Juga: Tak Kena Sanksi! PPh Masa Januari 2025 Disetor Paling Lambat Hari Ini

Wacana tersebut termuat dalam RPJMN 2025-2029 dalam Perpres 12/2025. Pembentukan badan penerimaan negara dianggap perlu untuk meningkatkan penerimaan perpajakan serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

"Rendahnya pendapatan negara di Indonesia saat ini disebabkan masih terdapatnya kesenjangan mencakup aspek administrasi (administration gap) maupun kebijakan (policy gap) yang memerlukan transformasi tata kelola kelembagaan sebagai enabler untuk optimalisasi pendapatan negara," tulis pemerintah dalam RPJMN 2025-2029. (DDTCNews/Kompas)

Baca Juga: Dinaikkan! Trump Tetapkan Bea Masuk Tambahan Jadi 20% atas Impor China

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, PMK 17/2025, KEP-67/PJ/2025, sanksi, coretax, coretax system, tax ratio, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Tax & License Consultant

Jum'at, 28 Februari 2025 | 07:07 WIB
Keren coretax nya belum selesai udh dikeluarin aturan sanksi nya, mainnya macam pertalite, subsidi dicabut, rakyat suruh beli Pertalite yg disulap jadi pertamax
1

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 27 Februari 2025 | 20:30 WIB
KEPATUHAN PAJAK

WP Perlu segera Lapor SPT Tahunan, Ada Sanksi yang Dibayar Kalau Telat

Kamis, 27 Februari 2025 | 20:00 WIB
PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Ada Insentifnya, Pemprov Harap Investor Buka Kantor dan Kantongi NPWPD

Kamis, 27 Februari 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kemenaker Usul Pegawai Padat Karya yang Dapat Insentif Pajak Diperluas

Kamis, 27 Februari 2025 | 19:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Unduh Bukti Potong 1721-A1 bagi Pegawai di DJP Online

berita pilihan

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:30 WIB
THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:00 WIB
PMK 15/2025

Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pemeriksaan Fisik Barang Impor?

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:30 WIB
REKAP PERATURAN

Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:30 WIB
RPJMN 2025-2029

Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:21 WIB
KONSULTASI PAJAK

Bangun Usaha di Kawasan Industri? Ini Menu Insentif Perpajakannya

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:00 WIB
SELEBRITAS

Ajak WP Segera Lapor SPT Tahunan, Jonatan Christie: Jangan Ditunda

Jum'at, 28 Februari 2025 | 14:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Tak Kena Sanksi! PPh Masa Januari 2025 Disetor Paling Lambat Hari Ini