Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

A+
A-
1
A+
A-
1
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

HADIRNYA Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) turut mengubah berbagai ketentuan dalam UU Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN). Adapun salah satu perubahannya terkait dengan perlakuan PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis.

Sebelum UU HPP berlaku, jasa pelayanan kesehatan medis masuk dalam jenis jasa tertentu yang tidak dikenai PPN (Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN). Artinya, dalam ketentuan dahulu, jasa pelayanan kesehatan medis bukanlah jasa kena pajak (non-JKP) atau dikecualikan dari pengenaan PPN.

Sekarang, setelah UU HPP berlaku, jasa pelayanan kesehatan medis dihapus dari Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN dan dipindahkan ke Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU PPN. Jasa pelayanan kesehatan medis menjadi JKP tapi dapat diberikan fasilitas tidak dipungut sebagian/seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya.

Baca Juga: Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Berdasarkan pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah (PP) 49/2022, jasa pelayanan kesehatan medis dibebaskan dari pengenaan PPN. Adapun jasa pelayanan kesehatan medis yang dimaksud, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) PP 49/2022, meliputi jasa pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat serta jasa pelayanan kesehatan hewan/veteriner.

Adapun jasa pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat meliputi:

  • jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya (jasa dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis; ahli kesehatan; kebidanan; perawat; dan psikiater, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tenaga kesehatan);
  • jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut, laboratorium kesehatan, dan sanatorium sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan); serta
  • jasa pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan (jasa ahli gigi; dukun bayi; paramedis; psikolog; dan tenaga pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

Kemudian, jasa pelayanan kesehatan hewan/veteriner berupa jasa dokter hewan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang veteriner.

Baca Juga: Kawasan Industri Batang Jadi KEK, Investasi Ditarget Rp74 Triliun

Mengutip Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) 2023, PPN tidak dikenakan/dibebaskan atas jasa pelayanan kesehatan medis merupakan merupakan deviasi terhadap tax benchmark PPN, yaitu semua barang dan jasa merupakan objek PPN, kecuali barang/jasa yang telah dikenakan pajak daerah.

Dalam kelompok PPN dan PPnBM, potensi penerimaan pajak yang hilang (revenue forgone) karena fasilitas PPN dibebaskan atas atas jasa pelayanan kesehatan medis diproyeksi mengambil porsi sekitar 1,6%. Nilainya pada 2025 diproyeksi mencapai Rp4,3 triliun dari total belanja perpajakan PPN dan PPnBM senilai Rp265,6 triliun. Berikut perinciannya.


Baca Juga: Beli Emas Batangan, Konsumen Akhir Tak Kena PPh Pasal 22 dan PPN

Berdasarkan pada data yang diolah DDTC dari berbagai sumber, termasuk Country Tax Guide IBFD, pembebasan PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis juga diterapkan di berbagai negara kawasan Asia Tenggara (Asean) yang mempunyai rezim PPN (value-added tax/VAT) ataupun goods and services tax (GST). Namun, ada juga negara yang tidak menerapkan pembebasan PPN tersebut.

Misal, di Thailand, jasa kesehatan dianggap sebagai jasa dasar yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Di Filipina, pembebasan PPN diberikan jasa medis, gigi, rumah sakit, dan kedokteran hewan, kecuali yang diberikan oleh tenaga ahli. Di Vietnam, pembebasan PPN diberikan terhadap jasa kesehatan dan perawatan untuk lansia dan penyandang disabilitas. Berikut perinciannya.


Baca Juga: Turis Asing di China Bisa Langsung Minta VAT Refund di Toko

Namun demikian, tidak diketahui secara jelas nilai potensi penerimaan pajak yang hilang dari pembebasan PPN atas jasa pelayanan kesehatan medis di tiap negara. Terlebih, jika melihat data pada Global Tax Expenditures Database (GTED), profil negara yang tersedia hanya Indonesia dan Filipina. Simak pula ‘Barang Kebutuhan Pokok Indonesia Bebas PPN, Bagaimana di Asean?’.

Terlepas dari hal tersebut, kembali lagi, Darussalam (2024) menyatakan untuk melihat kebijakan PPN, setidaknya ada 3 variabel yang perlu diperhatikan. Ketiganya adalah tarif PPN, threshold PKP, dan fasilitas (pembebasan PPN). Ketiganya menjadi aspek yang penting juga untuk membandingkan rezim PPN satu negara dengan negara lainnya.

Misal, meskipun memiliki tarif PPN yang sama, bisa jadi beban yang harus ditanggung oleh konsumen akhirnya berbeda. Hal ini dikarenakan ada perbedaan dari aspek batasan pengusaha yang mulai memungut PPN (threshold PKP) dan nilai fasilitas (pembebasan PPN).

Baca Juga: Kurs Pajak Hari Ini: Rupiah Masih Lemah terhadap Nyaris Semua Negara

Kondisi yang serupa juga berlaku ketika ada perbedaan tarif. Bisa jadi negara dengan tarif PPN lebih tinggi, beban ke konsumen akhirnya juga lebih besar. Begitu pula sebaliknya, untuk negara dengan tarif PPN lebih rendah, belum tentu beban ke konsumen akhirnya lebih sedikit.

Adapun ulasan mengenai PPN ini juga ada dalam 4 buku DDTC. Pertama, Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional. Kedua, Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai. Ketiga, Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional. Keempat, Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran.

Sebagai informasi kembali, hingga saat ini, DDTC sudah menerbitkan 33 buku. Selain wujud nyata dari komitmen sharing knowledge, hal tersebut juga bagian dari pelaksanaan beberapa misi DDTC, yakni berkontribusi dalam perumusan kebijakan pajak dan mengeliminasi informasi asimetris. (kaw)

Baca Juga: Wah! Kantor Pajak Panggil Puluhan Pedagang Emas, Diminta Jadi PKP?

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : statistik kebijakan pajak, narasi data, PPN, fasilitas PPN, pembebasan PPN, kebijakan pajak, tarif PPN, PKP, jasa kesehatan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 07 April 2025 | 08:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Hitung PPh Jasa Penerjemah dengan NPPN, Bagaimana Ketentuannya?

Sabtu, 05 April 2025 | 10:15 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Hayo Jangan Lupa! Faktur Pajak Kini Perlu Dibuat Sesuai PMK 131/2024

Jum'at, 04 April 2025 | 10:00 WIB
PMK 81/2024

Terlambat Sampaikan Pemberitahuan NPPN, WP Dianggap Wajib Pembukuan

Jum'at, 04 April 2025 | 08:30 WIB
PMK 131/2024

Jangan Lupa! Masa Transisi Berakhir, Faktur Harus Dibuat Ikuti PMK 131

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat Lagi Ketentuan Pengkreditan Pajak Masukan sebelum Pengukuhan PKP

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial