Apa Itu Faktur Pajak Tidak Sah?

PENGUSAHA kena pajak (PKP) yang menyerahkan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) wajib memungut pajak pertambahan nilai (PPN) yang terutang dan membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN.
Selain sebagai bukti pemungutan PPN, faktur pajak berfungsi sebagai sarana pengkreditan pajak masukan. Kedua fungsi ini menunjukkan faktur pajak merupakan sarana administrasi yang sangat penting dalam pelaksanaan ketentuan PPN.
Pentingnya peran faktur pajak membuat setiap penyalahgunaannya dapat mengakibatkan dampak negatif dalam keberhasilan pemungutan PPN. Pada muaranya, penyalahgunaan faktur pajak juga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Bentuk penyalahgunaan faktur pajak tersebut antara lain berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah. Untuk menangani dan mencegah hal itu, DJP mengatur ketentuan mengenai penonaktifan akses pembuatan faktur pajak melalui PER-11/PJ/2025.
Terbitnya PER-11/PJ/2025 juga dimaksudkan untuk memulihkan pendapatan negara akibat adanya kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah. Lantas, apa itu faktur pajak tidak sah?
Pengertian Faktur Pajak Tidak Sah
Faktur pajak tidak sah adalah: (i) faktur pajak yang diterbitkan dan/atau digunakan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; dan/atau (ii) faktur pajak yang diterbitkan oleh pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan pengertian tersebut, ada 2 kriteria yang membuat DJP mengategorikan suatu faktur pajak sebagai faktur pajak yang tidak sah. Kriteria tersebut bisa bersifat akumulasi atau tidak. Artinya, faktur pajak bisa dikategorikan sebagai faktur pajak yang tidak sah apabila memenuhi salah satu atau kedua kriteria tersebut.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (9) UU PPN, faktur pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Adapun faktur pajak memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas sesuai dengan ketentuan.
Sementara itu, faktur pajak memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP. Dengan demikian, faktur pajak pada dasarnya harus dibuat sesuai dengan transaksi yang sebenarnya.
Selain itu, faktur pajak hanya bisa diterbitkan oleh pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP serta pihak lain yang ditunjuk sebagai pemungut PPN. Dengan demikian, tidak sembarang pengusaha dapat menerbitkan faktur pajak.
Sebagai dasar pengkreditan pajak masukan, penggunaan faktur pajak yang tidak sah di antaranya berpotensi menggelembungkan pajak masukan yang dapat dikreditkan sehingga PPN yang seharusnya disetor menjadi lebih kecil.
Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak
Guna mengatasi kegiatan penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak tidak sah, DJP pun berwenang untuk melakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak. Penonaktifan faktur pajak tersebut bisa dilakukan terhadap 2 pihak.
Pertama, wajib pajak yang terindikasi sebagai penerbit faktur pajak tidak sah (wajib pajak terindikasi penerbit). Kategori ini mengacu pada PKP yang memiliki indikasi menerbitkan faktur pajak tidak sah. DJP sebelumnya sempat menerbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-17/PJ/2018.
Surat edaran tersebut di antaranya memerinci 7 kriteria yang digunakan DJP untuk menentukan wajib pajak terindikasi penerbit. Kriteria tersebut di antaranya wajib pajak belum dikukuhkan sebagai PKP, tetapi menerbitkan faktur pajak; dan wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha tidak wajar.
Berdasarkan SE-17/PJ/2018, wajib pajak bisa dianggap memiliki kegiatan usaha tidak wajar apabila memenuhi karakteristik antara lain:
- Wajib pajak non-efektif (NE) tiba-tiba kegiatan usahanya aktif dan melakukan penyerahan yang terutang PPN dalam jumlah besar;
- Wajib pajak melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan;
- Wajib pajak melakukan penyerahan terutang PPN yang tidak sebanding dengan jumlah karyawan yang bekerja pada perusahaan
Untuk mendapatkan keyakinan yang memadai terhadap wajib pajak terindikasi penerbit, DJP akan melakukan pengembangan dan analisis atas kriteria sebagai berikut: (i) keberadaan dan kewajaran lokasi usaha wajib pajak; dan (ii) kesesuaian kegiatan usaha wajib pajak.
Dalam hal hasil pengembangan dan analisis menunjukkan kriteria tersebut tidak terpenuhi maka DJP akan melakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak terhadap wajib pajak terindikasi penerbit.
Kedua, wajib pajak yang terindikasi sebagai pengguna faktur pajak tidak sah. Kategori ini mengacu pada PKP yang menggunakan faktur pajak tidak sah yang diterbitkan oleh wajib pajak terindikasi penerbit dan/atau wajib pajak penerbit.
Untuk diperhatikan, wajib pajak penerbit berarti wajib pajak—berdasarkan putusan pengadilan—telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan sebagai wajib pajak yang menerbitkan faktur pajak tidak sah.
Untuk penonaktifan akses pembuatan faktur pajak terhadap wajib pajak terindikasi pengguna, DJP melakukan pengembangan dan analisis atas indikasi pengkreditan pajak masukan yang tercantum dalam faktur pajak tidak sah pada SPT Masa PPN.
Apabila hasil pengembangan dan analisis mendapati wajib pajak terindikasi pengguna mengkreditkan pajak masukan yang tercantum dalam faktur pajak tidak sah maka DJP akan melakukan penonaktifan akses pembuatan faktur pajak.
Atas penonaktifan akses pembuatan faktur pajak tersebut, DJP akan menyampaikan pemberitahuan. Adapun wajib pajak yang terkena penonaktifan akses pembuatan faktur pajak otomatis tidak dapat menerbitkan faktur pajak terhitung sejak tanggal pemberitahuan tersebut.
Klarifikasi Wajib Pajak
Penonaktifan akses pembuatan faktur pajak tersebut di antaranya dilakukan untuk memberi kesempatan wajib pajak menyampaikan klarifikasi. Klarifikasi tersebut harus disampaikan maksimal 30 hari sejak pemberitahuan penonaktifan.
Dalam hal klarifikasi wajib pajak dikabulkan, Kepala Kanwil DJP akan mengaktifkan kembali akses pembuatan faktur pajak. Apabila klarifikasi wajib pajak ditolak maka wajib pajak tersebut dilakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan.
Pencabutan PKP secara jabatan juga bisa dilakukan apabila wajib pajak tidak memberikan klarifikasi dalam 30 hari kalender sejak pemberitahuan penonaktifan. Apabila berdasarkan data dan/atau informasi yang dimiliki DJP diketahui bahwa PKP tidak memenuhi kriteria penonaktifan maka akses pembuatan faktur pajak akan diaktifkan kembali.
Di sisi lain, apabila wajib pajak terbukti dengan sengaja menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak tidak sah maka bisa terancam sanksi pidana. Sanksi pidana tersebut tercantum dalam Pasal 39A UU KUP.
Pasal tersebut menyatakan setiap orang yang dengan sengaja: a) menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau b) menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP, akan dikenai sanksi pidana.
Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.