Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Rekomendasi OECD dalam Mendesain Ketentuan Pajak Cryptocurrency

A+
A-
4
A+
A-
4
Rekomendasi OECD dalam Mendesain Ketentuan Pajak Cryptocurrency

TRANSAKSI mata uang kripto (cryptocurrency) saat ini makin digemari. Selain didukung pesatnya teknologi digital, alat tukar yang termasuk dalam kategori aset-aset kripto (cryptoassets) ini dinilai oleh penggunanya memiliki fungsionalitas yang tinggi dengan biaya yang cenderung lebih rendah.

Cryptocurrency juga memiliki karakteristik unik lainnya, yaitu peredarannya tidak diawasi siapapun, bersifat anonim dan cenderung sulit untuk divaluasi. Ada juga cryptocurrency yang bersifat hybrid, yaitu instrumen keuangan dan aset tidak berwujud.

Karakteristik nonkonvensional dari cryptocurrency tersebut menimbulkan tantangan bagi perumus kebijakan, termasuk dalam ranah pajak. Namun, beberapa yurisdiksi telah mengeluarkan panduan bahkan kerangka hukum tentang perlakuan pajak terhadap aset kripto, termasuk cryptocurrency.

Baca Juga: Salah Setor PPh Final UMKM Tak Bisa Dipindahbukukan, Bisanya Restitusi

Lantas, bagaimana seharusnya perlakuan pajak mata uang kripto? Laporan OECD berjudul Taxing Virtual Currencies: An Overview of Tax Treatments And Emerging Tax Policy Issues menawarkan jawabannya.

Secara garis besar, laporan tersebut mengidentifikasi pendekatan kebijakan pajak bagi mata uang kripto serta memberikan gambaran perlakuan pajaknya—termasuk PPh, PPN, dan pajak properti—di beberapa yurisdiksi.

Sebelumnya, laporan ini terlebih dahulu menjelaskan berbagai konsep, definisi, dan terminologi yang terdapat pada isu cryptoassets. Meski belum terdapat definisi dan taksonomi yang disepakati secara internasional, aset-aset kripto dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama berdasarkan fungsinya yaitu sebagai sarana pembayaran (cryptocurrency), akses ke produk atau platform tertentu, dan token investasi.

Baca Juga: Menkeu Yakin PPN DTP Tiket Pesawat Dongkrak Jumlah Wisatawan

Lebih lanjut, transaksi kena pajak (taxable event) mata uang kripto juga perlu dilihat berdasarkan siklusnya (life cycle). OECD mengidentifikasi empat siklus utama dari cryptocurrency, yaitu fase penciptaan, penyimpanan dan transfer, transaksi, serta evolusi.

Contoh, sebagian besar yurisdiksi mengenakan PPh dan PPN atas transaksi cryptocurrencies dan produk lainnya (uang fiat, barang dan jasa, serta bentuk aset kripto lainnya).

OECD juga mengidentifikasi beberapa tantangan utama yang dialami oleh berbagai yurisdiksi dalam implementasi perlakuan pajak cryptocurrency. Beberapa di antaranya adalah isu mengenai metode valuasi, basis pajak, dan pengaplikasian fitur baru dalam mata uang kripto.

Baca Juga: Setor PPh Pasal 25 tapi Salah Kode, Bisakah Dilakukan Pemindahbukuan?

Sebagai penutup, OECD memberikan empat rekomendasi utama yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam memperkuat kerangka hukum mengenai perlakuan pajak cryptocurrency.

Pertama, memberikan panduan dan kerangka kebijakan pajak secara komprehensif dan diperbarui secara berkala. Dalam hal ini, pemerintah perlu mempertimbangkan konsistensi kebijakan terkait dengan perlakuan terhadap aset kripto lainnya. Kerangka kebijakan juga perlu disesuaikan dengan tren transaksi yang tengah berkembang.

Kedua, perlunya meningkatkan kepatuhan pajak melalui simplifikasi ketentuan valuasi aset serta penerapan pengecualian pengenaan pajak atas transaksi cryptocurrency bernominal kecil.

Baca Juga: Bupot 1721 A1 Belum Fasilitasi NPWP 9990000000999000, Harus Bagaimana?

Ketiga, pemerintah dapat menyelaraskan perlakuan pajak cryptocurrency dengan tujuan kebijakan lainnya, seperti pengurangan penggunaan mata uang konvensional, akselerasi ekonomi, bahkan kebijakan prolingkungan.

Keempat, pengembangan kerangka kebijakan pajak juga dapat dilakukan secara paralel dalam mengantisipasi perkembangan baru jenis-jenis cryptocurrency. Saat ini, beberapa mata uang kripto baru yang telah diidentifikasi antara lain stablecoins, Central Bank Digital Currencies (CBDC), dan Decentralized Finance (DeFi).

Secara umum, laporan yang diterbitkan pada 2020 ini layak untuk dijadikan salah satu referensi dan panduan bagi perumus kebijakan dalam menyusun kebijakan pajak atas cryptocurrency. Tertarik untuk membaca artikel ini? Silakan Anda unduh langsung di sini.*

Baca Juga: Tutup Kebocoran PPN di Ekonomi Digital, Nigeria Bangun Sistem Pemantau

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : resensi, resensi jurnal, oecd, cryptocurrency, aset digital, jurnal, pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 27 Juli 2025 | 15:00 WIB
AMERIKA SERIKAT

Belum Ada Kesepakatan, Kanada Terancam Kena Bea Masuk 35% oleh AS

Minggu, 27 Juli 2025 | 14:30 WIB
CORETAX SYSTEM

Jangan Lupa! Segera Aktivasi Akun dan Bikin Kode Otorisasi via Coretax

Minggu, 27 Juli 2025 | 14:00 WIB
KABUPATEN KAPUAS

Bidik PAD Rp400 Miliar, Petugas Diminta Sosialisasikan Pemutihan Pajak

berita pilihan

Senin, 28 Juli 2025 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Salah Setor PPh Final UMKM Tak Bisa Dipindahbukukan, Bisanya Restitusi

Senin, 28 Juli 2025 | 19:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Menkeu Yakin PPN DTP Tiket Pesawat Dongkrak Jumlah Wisatawan

Senin, 28 Juli 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Redam Dampak Tarif Trump 19%, DPR Sebut Eksportir Butuh Insentif

Senin, 28 Juli 2025 | 18:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bupot 1721 A1 Belum Fasilitasi NPWP 9990000000999000, Harus Bagaimana?

Senin, 28 Juli 2025 | 17:30 WIB
INSENTIF FISKAL

Pemerintah Realisasikan Rp13,6 Triliun untuk Paket Stimulus Ekonomi

Senin, 28 Juli 2025 | 16:30 WIB
PER-7/PJ/2025

Aturan Diperketat, Cuma KLU Jasa yang Bisa Jadi PKP di Kantor Virtual

Senin, 28 Juli 2025 | 16:15 WIB
UJI MATERIIL

Wamen Rangkap Jabatan Jadi Komisaris, Masyarakat Uji UU ke MK