Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Tiga Putusan MK yang Mengubah Fundamental Pengadilan Pajak, Apa Saja?

A+
A-
3
A+
A-
3
Tiga Putusan MK yang Mengubah Fundamental Pengadilan Pajak, Apa Saja?

JAKARTA, DDTCNews - Tahukah Kamu? UU 14/2022 tentang Pengadilan Pajak sudah mengalami 13 gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, 4 putusan amarnya ditolak, 3 putusan dikabulkan sebagian, 5 putusan tidak dapat diterima, dan satu putusan gugur.

Namun, kendati sebagian pengujian ditolak, ada beberapa putusan yang memberikan implikasi penting menyangkut fundamental Pengadilan Pajak. Apa saja?

Tiga putusan MK yang menyebabkan perubahan substansi dasar bagi Pengadilan Pajak itu diulas secara terperinci dalam buku terbitan DDTC yang berjudul Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung.

Baca Juga: Penggunaan Nilai Buku dalam Pengalihan Harta Kini Diajukan via Coretax

Dalam buku yang menjabarkan hasil kajian Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) itu, ditulis bahwa ada 3 putusan MK yang punya dampak besar bagi Pengadilan Pajak, yakni Putusan MK Nomor 6/PU-XIV/2016 yang diucapkan pada 4 Agustus 2016, Putusan MK Nomor 10/PUU-XVIII/2020 pada 2020, dan Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 pada 3 Mei 2023.

"Ketiga putusan ini memiliki dampak signifikan terhadap susunan Pengadilan Pajak di Indonesia," tulis LeIP dan DDTC dalam buku terbitan ke-35 DDTC ini.

Menariknya, topik mengenai 3 putusan MK yang berdampak besar terhadap Pengadilan Pajak ini menjadi satu bab tersendiri (Bab 3) dalam buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung. LeIP dan DDTC secara mendetail membedah sejauh apa implikasi dari masing-masing putusan MK itu.

Baca Juga: Model Ideal dalam Memilih Pimpinan Pengadilan Pajak Pasca-Putusan MK

Secara ringkas, pertama, Putusan MK Nomor 6/PU-XIV/2016 turut mengubah masa jabatan Hakim Pajak. Putusan ini menyatakan bahwa seharusnya status hakim Pengadilan Pajak adalah sama atau sejajar dengan hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Pengadilan Peradilan Umum, serta Pengadilan Tinggi Agama.

Dalam hal memberikan perlakuan yang sama terkait dengan usia pensiun, MK memutuskan bahwa ketentuan pemberhentian jabatan hakim di Pengadilan Pajak, 'ditambah masanya' dari 65 tahun menjadi 67 tahun.

Kedua, Putusan MK Nomor 10/PUU-XVIII/2020 turut mengubah mekanisme pengangkatan ketua dan wakil ketua di Pengadilan Pajak. Sebelumnya, ketua dan wakil ketua diangkat oleh presiden atas usul menteri keuangan setelah mendapatkan persetujuan dari Mahkamah Agung (MA) sebagaimana UU Pengadilan Pajak.

Baca Juga: Mau Persiapan Rekonsiliasi PPN dan Kertas Kerjanya? Ikuti Webinar Ini

Putusan MK ini akhirnya menjadikan ketua dan wakil ketua diangkat oleh presiden dari dan oleh para hakim pajak, yang selanjutnya diusulkan melalui menteri keuangan dengan persetujuan ketua MA untuk 1 kali masa jabatan selama 5 tahun. Selain mengurangi kewenangan menteri keuangan, Putusan MK ini menambah kekuasaan para hakim Pengadilan Pajak.

Ketiga, sekaligus barangkali yang paling besar dampaknya, Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang menetapkan penyatuan atap atas Pengadilan Pajak ke MK.

Putusan MK ini memerintahkan agar dilakukan pengalihan fungsi pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangand ari Departemen Keuangan ke MA. Proses peralihan ini berlangsung paling lambat pada 2026 dan sejak 2027 nanti seluruh pembinaan Pengadilan Pajak sudah harus beralih ke MA.

Baca Juga: Begini Langkah MA Belanda Menjaga Konsistensi Hukum

Nah, muara dari 3 putusan MK di atas adalah ikut berubahanya legislasi dan kelembagaan di tubuh Pengadilan Pajak. Putusan-putusan itu mengubah konstruksi Pengadilan Pajak secara signifikan.

Lantas seperti apa proses penyatuan atap sebagaimana putusan MK dan regulasi seperti apa yang dibutuhkan untuk memastikan seluruh putusan MK di atas dijalankan tanpa kendala?

Buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung mengulasnya secara mendalam.

Baca Juga: Ini 9 Pemenang dalam Penulisan Pesan dan Masukan untuk DDTCNews

Tertarik untuk membaca isi buku Kajian Persiapan Penyatuan Atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan kepada Mahkamah Agung secara lengkap? Klik tautan berikut ini untuk mengunduh dokumennya secara gratis! (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : buku, buku pajak, Pengadilan Pajak, LeIP, DDTC, Mahkamah Agung, penyatuan atap

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 15 Juni 2025 | 10:30 WIB
PER-9/PJ/2025

Aturan Baru Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak, Unduh Di Sini!

Sabtu, 14 Juni 2025 | 15:50 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE

Puluhan Peserta Ikuti Training TP Doc di DDTC Academy

Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:17 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Soal Transfer Pricing, Pahami Tahapan Pendahuluan! Ikuti Seminar Ini

Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:00 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Reklasifikasi Transaksi Pinjaman ke Penjualan

berita pilihan

Senin, 23 Juni 2025 | 20:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Penelitian SPT?

Senin, 23 Juni 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Setor Sendiri PPh Dividen Orang Pribadi Tidak Pakai Skema Kode Billing

Senin, 23 Juni 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bupot PPh 21 Harus Dilengkapi NITKU Tempat Pembayaran Penghasilan

Senin, 23 Juni 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ada Fasilitas Pajak untuk Dukung Ketahanan Pangan? Ini Kata Kemenperin

Senin, 23 Juni 2025 | 17:05 WIB
MINYAK MENTAH INDONESIA

Suplai Minyak Mentah Naik, ICP Mei 2025 Turun Jadi US$62,75 Per Barel

Senin, 23 Juni 2025 | 17:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Bayar PNBP Lebih Mudah dengan Single Billing, Begini Pelaksanaannya

Senin, 23 Juni 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PERPAJAKAN

DJP Wanti-Wanti: Jangan Tergiur Beli Meterai Murah di Bawah Rp10.000

Senin, 23 Juni 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Threshold PKP Tinggi Jadi Penyebab PPN Indonesia Tak Efisien