Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Data & Alat
Rabu, 26 Februari 2025 | 08:15 WIB
KURS PAJAK 26 FEBRUARI 2025 - 04 MARET 2025
Rabu, 19 Februari 2025 | 09:45 WIB
KURS PAJAK 19 FEBRUARI 2025 - 25 FEBRUARI 2025
Rabu, 12 Februari 2025 | 09:27 WIB
KURS PAJAK 12 FEBRUARI 2025 - 18 FEBRUARI 2025
Rabu, 05 Februari 2025 | 11:07 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL
Fokus
Reportase

Jelang Pemilu AS, Pengusaha Minta Capres Pertahankan PPh Badan 21%

A+
A-
0
A+
A-
0
Jelang Pemilu AS, Pengusaha Minta Capres Pertahankan PPh Badan 21%

Ilustrasi. Foto: Britannica

WASHINGTON DC, DDTCNews - Pelaku usaha Amerika Serikat (AS) yang tergabung dalam US Chamber of Commerce meminta para capres AS untuk mempertahankan tarif pajak korporasi yang saat ini sebesar 21%.

Menurut asosiasi tersebut, kebijakan pajak yang pro-pertumbuhan ekonomi diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para pekerja dan mempertahankan daya saing ekonomi AS.

"Kebijakan yang pro-pertumbuhan tidak hanya menumbuhkan ekonomi saja, melainkan juga upah pekerja dan standar hidup. Kebijakan pajak yang pro-pertumbuhan juga memastikan bahwa AS memiliki daya saing untuk menarik investasi, pekerjaan, dan inovasi ke dalam negeri," ungkap US Chamber of Commerce dalam keterangan resminya, dikutip Senin (26/8/2024).

Baca Juga: Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

US Chamber of Commerce berpandangan setidaknya terdapat 3 dampak negatif dari kenaikan tarif pajak korporasi terhadap perekonomian. Pertama, kenaikan pajak korporasi bakal menurunkan return of investment para pemegang saham.

Laba perusahaan tidak hanya dikenai pajak korporasi. Penghasilan kembali dipajaki ketika perusahaan mendistribusikan labanya ke para pemegang saham dalam bentuk dividen. Kombinasi ini meningkatkan tarif efektif yang dikenakan atas laba.

"Makin tinggi tarif pajak efektif gabungan, makin besar pula disinsentif bagi investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan," tulis US Chamber of Commerce.

Baca Juga: Dinaikkan! Trump Tetapkan Bea Masuk Tambahan Jadi 20% atas Impor China

Kedua, kenaikan tarif pajak korporasi tak hanya berdampak pada pemegang saham, melainkan juga pada pekerja dan konsumen. Pasalnya, kenaikan tarif pajak korporasi bakal menekan upah pekerja dan meningkatkan harga yang ditanggung oleh konsumen.

Ketika tarif pajak naik, kebijakan tersebut menekan sumber daya milik perusahaan yang seharusnya bisa didistribusikan kepada pekerja lewat kenaikan upah. Kenaikan tarif pajak juga diikuti dengan kenaikan harga mengingat perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memberikan keuntungan yang wajar kepada investor.

Ketiga, perusahaan AS beroperasi secara global dan bersaing dengan perusahaan-perusahan dari negara lain. Ketika AS mengenakan pajak yang tinggi atas perusahaan yang berkantor pusat di dalam negeri, perusahaan tersebut berada pada posisi yang kurang menguntungkan bila dibandingkan dengan perusahaan yang berkantor pusat di luar negeri.

Baca Juga: Trump Siapkan Bea Masuk 25 Persen atas Impor Barang dari Uni Eropa

Bila dibiarkan, perusahaan AS akan terdorong untuk memindahkan kantor pusat dan operasinya ke yurisdiksi dengan tarif pajak yang lebih rendah.

Seperti diketahui, capres AS dari Partai Demokrat Kamala Harris berencana untuk meningkatkan tarif pajak korporasi dari 21% menjadi 28%. Tambahan penerimaan dari kenaikan pajak korporasi akan digunakan untuk mendanai insentif-insentif pajak bagi kelas menengah dan pekerja.

Berbanding terbalik, capres dari Partai Republik Donald Trump berencana untuk menurunkan tarif pajak korporasi menjadi 20%. Dalam kesempatan lain, Trump mengungkapkan keinginannya untuk menurunkan tarif pajak korporasi menjadi tinggal 15%. Meski demikian, Trump berpandangan pajak korporasi sebesar 15% masih sulit untuk diterapkan.

Baca Juga: Ditanya DPR, Kemenkeu Malaysia Tegaskan Penerapan PPnBM Masih Ditunda

Untuk menambal kekurangan penerimaan, Trump berencana untuk mengenakan bea masuk 10% hingga 20% atas seluruh impor dan bea masuk khusus sebesar 60% atas impor dari China. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak internasional, tarif pajak, PPh badan, pilpres, Amerika Serikat

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 20 Februari 2025 | 12:00 WIB
SINGAPURA

Bantu Arus Kas Perusahaan, PM Singapura Tetapkan Potongan Pajak 2025

Kamis, 20 Februari 2025 | 10:51 WIB
SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Lagi! Profesional DDTC Raih Sertifikasi Internasional Bidang Pajak

Rabu, 19 Februari 2025 | 18:30 WIB
PAJAK MINIMUM GLOBAL

Penuhi Aturan Pajak Minimum Global, WP Perlu Siapkan Pembukuan Ketiga

berita pilihan

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:30 WIB
THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Berlakukan Pajak Turis pada Akhir Tahun

Jum'at, 28 Februari 2025 | 19:00 WIB
PMK 15/2025

Pemeriksaan Terfokus, Pemeriksa Wajib Sampaikan Pos SPT yang Diperiksa

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:03 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Penyerahan Jasa Asuransi Unit Link

Jum'at, 28 Februari 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pemeriksaan Fisik Barang Impor?

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:30 WIB
REKAP PERATURAN

Simak! Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit sepanjang Februari 2025

Jum'at, 28 Februari 2025 | 16:00 WIB
LAYANAN PAJAK

Hati-Hati Penipuan Berkedok Pemutakhiran Data NPWP via Coretax

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:30 WIB
RPJMN 2025-2029

Masuk RPJMN 2025-2029, Pertumbuhan Ekonomi 2029 Ditarget Tembus 8%

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:21 WIB
KONSULTASI PAJAK

Bangun Usaha di Kawasan Industri? Ini Menu Insentif Perpajakannya

Jum'at, 28 Februari 2025 | 15:00 WIB
SELEBRITAS

Ajak WP Segera Lapor SPT Tahunan, Jonatan Christie: Jangan Ditunda

Jum'at, 28 Februari 2025 | 14:30 WIB
KEP-67/PJ/2025

Tak Kena Sanksi! PPh Masa Januari 2025 Disetor Paling Lambat Hari Ini