Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Meski Ada Insentif Pajak, Penjualan Mobil Kuartal I/2025 Turun 4,74%

A+
A-
0
A+
A-
0
Meski Ada Insentif Pajak, Penjualan Mobil Kuartal I/2025 Turun 4,74%

Pengunjung melihat mobil listrik yang dipamerkan di pusat perbelanjaan. ANTARA FOTO/Arnas Padda/Spt.

JAKARTA, DDTCNews - Penjualan mobil penumpang dilaporkan mengalami penurunan pada kuartal I/2025 meski pemerintah telah menawarkan insentif pajak.

Merujuk data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan penjualan mobil wholesale sebesar 4,74% pada kuartal I/2025. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan penurunan penjualan mobil menjadi salah satu peristiwa yang dicatat karena terkait dengan aktivitas konsumsi masyarakat.

"Penjualan wholesale sepeda motor dan mobil penumpang serta nilai impor barang konsumsi mengalami kontraksi," katanya, Senin (5/5/2025).

Baca Juga: Batas Omzet Rp4,8 Miliar sebagai Pemungut PPN Dinilai Terlalu Tinggi

GAIKINDO mencatat penjualan mobil wholesales pada kuartal I/2025 sebanyak 205.160 unit. Angka ini turun 4,7% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 215.250 unit.

Sementara itu, penjualan mobil secara ritel yang sebanyak 210.483 unit juga turun 8,9% dari periode yang sama 2024 sebanyak 231.027 unit.

Dalam mendorong konsumsi masyarakat pada 2025, pemerintah sebetulnya telah memberikan berbagai insentif pajak kepada masyarakat. Di sektor otomotif, pemerintah memberikan insentif PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) untuk kendaraan listrik.

Baca Juga: Apa Itu Penelitian SPT?

Melalui PMK 12/2025, pemerintah memberikan PPN DTP atas PPN yang terutang atas penyerahan mobil dan bus listrik kepada pembeli untuk tahun anggaran 2025. Mobil dan bus yang diberikan PPN DTP harus memenuhi kriteria nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Kriteria nilai TKDN untuk mobil listrik adalah paling rendah 40%; bus listrik paling rendah 40%; dan bus listrik paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.

PPN DTP atas penyerahan mobil dan bus listrik yang memenuhi kriteria nilai TKDN paling rendah 40% adalah sebesar 10% dari harga jual, sehingga konsumen membayar PPN sebesar 2%.

Baca Juga: Setor Sendiri PPh Dividen Orang Pribadi Tidak Pakai Skema Kode Billing

Sementara itu, PPN yang ditanggung pemerintah atas bus yang memenuhi kriteria nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40% hanya sebesar 5% dari harga jual. Artinya, PPN yang dibayar konsumen adalah 7%.

Di sisi lain, Pasal 14 PMK 12/2025 menyatakan PPnBM yang terutang atas penyerahan kendaraan beremisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) tertentu oleh PKP akan ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2025.

LCEV tertentu yang dimaksud tersebut meliputi mobil full hybrid; mild hybrid; dan/atau plug in hybrid, yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 37 PP 73/2019 s.t.d.d. PP 74/2021. Atas penyerahan mobil hybrid ini terutang PPnBM sebagaimana diatur dalam PP 73/2019 s.t.d.d. PP 74/2021 dengan tarif sebesar 3% dari harga jual. (dik)

Baca Juga: Bupot PPh 21 Harus Dilengkapi NITKU Tempat Pembayaran Penghasilan

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pmk 12/2025, PMK 14/2025, pajak, insentif pajak, PPN DTP, PPN kendaraan listrik, mobil listrik, sektor otomotif

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 22 Juni 2025 | 14:30 WIB
KPP PRATAMA SERANG TIMUR

WP Ajukan Pencabutan PKP, Petugas Pajak Adakan Pemeriksaan

Minggu, 22 Juni 2025 | 13:19 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Insentif Pajak Bisa Lebih Efektif jika Dibarengi Partisipasi WP

Minggu, 22 Juni 2025 | 13:00 WIB
KABUPATEN CIAMIS

PBB Lunas Tepat Waktu, 48 Desa Dapat Hadiah Motor

Minggu, 22 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dalam PER-7/PJ/2025

berita pilihan

Selasa, 24 Juni 2025 | 06:11 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Batas Omzet Rp4,8 Miliar sebagai Pemungut PPN Dinilai Terlalu Tinggi

Senin, 23 Juni 2025 | 20:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Penelitian SPT?

Senin, 23 Juni 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Setor Sendiri PPh Dividen Orang Pribadi Tidak Pakai Skema Kode Billing

Senin, 23 Juni 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bupot PPh 21 Harus Dilengkapi NITKU Tempat Pembayaran Penghasilan

Senin, 23 Juni 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ada Fasilitas Pajak untuk Dukung Ketahanan Pangan? Ini Kata Kemenperin

Senin, 23 Juni 2025 | 17:05 WIB
MINYAK MENTAH INDONESIA

Suplai Minyak Mentah Naik, ICP Mei 2025 Turun Jadi US$62,75 Per Barel

Senin, 23 Juni 2025 | 17:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Bayar PNBP Lebih Mudah dengan Single Billing, Begini Pelaksanaannya

Senin, 23 Juni 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PERPAJAKAN

DJP Wanti-Wanti: Jangan Tergiur Beli Meterai Murah di Bawah Rp10.000

Senin, 23 Juni 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Threshold PKP Tinggi Jadi Penyebab PPN Indonesia Tak Efisien