Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Batas Omzet Rp4,8 Miliar sebagai Pemungut PPN Dinilai Terlalu Tinggi

A+
A-
3
A+
A-
3
Batas Omzet Rp4,8 Miliar sebagai Pemungut PPN Dinilai Terlalu Tinggi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Anggapan bahwa batas omzet untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) terlampau tinggi kembali muncul. Kali ini rekomendasi agar Indonesia mereformulasi threshold PKP disampaikan oleh Asean+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dalam laporannya.

Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (24/6/2025).

Pemungutan PPN Indonesia dinilai belum efisien akibat tingginya threshold PKP serta banyaknya barang dan jasa yang terbebas dari pengenaan PPN. Pemungutan PPN yang tak efisien tercermin pada C-efficiency PPN Indonesia yang masih rendah.

Baca Juga: Edukasi WP, Petugas Pajak Bahas 2 Jenis TER dalam Hitung PPh Pasal 21

"Efisiensi pemungutan PPN dapat ditingkatkan dengan menurunkan threshold PKP serta mengevaluasi barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN," tulis AMRO dalam Annual Consultation Report: Indonesia - 2025.

Saat ini, threshold PKP yang berlaku di Indonesia adalah senilai Rp4,8 miliar atau kurang lebih US$315.000. Sebagai perbandingan, threshold PKP di negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, dan Filipina ditetapkan lebih rendah dari US$55.000.

Pemerintah menetapkan threshold PKP tersebut untuk meringankan beban kepatuhan pajak serta untuk meningkatkan daya saing UMKM Indonesia. Dengan berkurangnya beban kepatuhan, UMKM diharapkan terus bertumbuh dan berekspansi.

Baca Juga: PER-11/PJ/2025 Atur Bentuk SPT Masa Bea Meterai Era Coretax

Masalahnya, pelaku usaha justru secara sengaja menjaga omzetnya di bawah Rp4,8 miliar per tahun agar terhindar dari kewajiban untuk dikukuhkan sebagai PKP dan memungut PPN. Tindakan ini menghambat pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan inefisiensi pengumpulan pajak.

Berdasarkan catatan AMRO, saat ini Indonesia sedang mengevaluasi threshold PKP yang saat ini berlaku.

"Pemerintah mempertimbangkan saran para pakar untuk menurunkan threshold PKP dan mengadakan diskusi internal terkait isu tersebut," tulis AMRO.

Baca Juga: PER-11/PJ/2025 Perinci Sebab-Sebab Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21

Sebagai informasi, wajib pajak pelaku usaha yang omzetnya belum mencapai Rp4,8 miliar per tahun berhak memanfaatkan skema PPh final UMKM dengan tarif sebesar 0,5% dan terbebas dari kewajiban untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Selain informasi mengenai threshold PKP, ada pula bahasan lain yang juga diulas oleh media nasional pada hari ini. Di antaranya, peringatan Ditjen Pajak (DJP) agar masyarakat tidak tergiur meterai murah, kewaspadaan RI terhadap dampak konflik di Timur Tengah, hingga dorongan bagi pemerintah untuk menambah bracket PPh orang pribadi.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

DJP Tak Jadi Turunkan Threshold PKP

Pada akhir 2024, pemerintah sempat berencana menurunkan threshold dari Rp4,8 miliar menjadi Rp3,6 miliar. Namun, belakangan DJP membantah rencana tersebut.

Baca Juga: Setor Sendiri PPh Dividen Orang Pribadi Tidak Pakai Skema Kode Billing

Pemerintah mengatakan evaluasi terhadap threshold PKP tetap akan dilakukan, tetapi tidak dalam waktu dekat.

"Sampai saat ini pemerintah tidak berencana untuk menurunkan batasan omzet bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0.5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai PKP, dari Rp4,8 miliar per tahun menjadi Rp3,6 miliar per tahun," ungkap DJP dalam keterangan resminya. (DDTCNews)

Tambahan PPh untuk Wajib Pajak Kaya

Dalam laporannya, AMRO juga mendorong Indonesia untuk mempertimbangkan reformasi sistem PPh orang pribadi. Termasuk, penambahan lapisan tarif untuk kelompok berpendapatan tinggi.

Baca Juga: Bupot PPh 21 Harus Dilengkapi NITKU Tempat Pembayaran Penghasilan

AMRO memandang struktur PPH saat ini masih kurang progresif jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean. Meski Indonesia sudah menambah jumlah laposan tarif PPh OP dari 4 menjadi 5 layer, masih ada kesenjangan yang cukup lebar antara lapisan tarif 30% dan 35%.

Reformasi sistem PPh ini juga diyakini bakal menjadi sinyal populis dari pemerintah kepada rakyat untuk menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kelompok berpenghasilan rendah hingga menengah. (Harian Kontan)

Jangan Tergiur Meterai Murah

Masyarakat perlu mewaspadai peredaran meterai palsu yang dijual di toko online maupun situs tidak resmi. Biasanya, mereka membanderol meterai dengan harga yang sangat murah.

Baca Juga: DJP Wanti-Wanti: Jangan Tergiur Beli Meterai Murah di Bawah Rp10.000

DJP pun mewanti-wanti supaya masyarakat luas tidak tergiur meterai yang harganya di bawah Rp10.000. DJP menyatakan meterai yang dijual di bawah nominal tersebut sudah pasti adalah barang palsu.

"Hati-hati dengan meterai palsu. Ingat, kalau ada meterai di bawah Rp10.000, itu pasti palsu!" imbau DJP melalui media sosial. (DDTCNews)

Setor Sendiri PPh Dividen Orang Pribadi

DJP menyebut penyetoran sendiri PPh dividen dalam negeri dilakukan melalui mekanisme bayar dan lapor pada SPT Unifikasi, bukan menggunakan mekanisme layanan mandiri kode billing.

Baca Juga: Threshold PKP Tinggi Jadi Penyebab PPN Indonesia Tak Efisien

Penjelasan dari Kring Pajak itu merespons pertanyaan dari seorang warganet yang ingin membayar pajak dividen 2024 sebesar 10%, tetapi masih bingung terkait dengan tata cara penyetoran pajak terutangnya tersebut.

“Untuk penyetoran sendiri PPh dividen dalam negeri yang diterima orang pribadi, penyetorannya saat ini tidak dilakukan melalui mekanisme layanan mandiri kode billing, tetapi melalui mekanisme bayar dan lapor pada SPT Unifikasi,” jelas Kring Pajak. (DDTCNews)

Imbas Konflik Timur Tengah

Pemerintah tengah mewaspadai penurunan pasokan minyak mentah sebagai imbas dari konflik di Timur Tengah. Apalagi, Iran berencana menutup Selat Hormuz yang selama ini menjadi jalur penting perdagangan migas dunia.

Baca Juga: Mau Persiapan Rekonsiliasi PPN dan Kertas Kerjanya? Ikuti Webinar Ini

Juru Bicara Kementerian ESDM Dwi Anggia menyampaikan ancaman penutupan Selat Hormuz merupakan hal serius karena 20% pasokan migas dunia harus lewat jalur tersebut.

Dampak yang perlu diwaspadai oleh Indonesia adalah kenaikan harga ICP yang bisa berujung pada bengkaknya subsidi energi. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan negara net-importir BBM. (Bisnis Indonesia) (sap)

Baca Juga: Cara agar Dikenai Tarif PPh Umum Meski Omzet di Bawah Rp4,8 Miliar

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, pengusaha kena pajak, PKP, PPN, PPh, meterai, bea meterai, dividen, harga minyak dunia

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 20 Juni 2025 | 09:00 WIB
PMK 10/2025

Insentif Pajak DTP Diharap Topang Daya Beli Pekerja Padat Karya

Jum'at, 20 Juni 2025 | 08:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ekonomi Melemah, Sri Mulyani: Kalau Rugi, Tidak Bayar Pajak

Jum'at, 20 Juni 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Syarat Jadi Kuasa Hukum Pajak Ditambah, Kemenkeu Bakal Rilis PMK Baru

Kamis, 19 Juni 2025 | 19:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Dukung Kesejahteraan Lansia, Penghasilan Panti Jompo Bebas Pajak?

berita pilihan

Selasa, 24 Juni 2025 | 09:00 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Atur Bentuk SPT Masa Bea Meterai Era Coretax

Selasa, 24 Juni 2025 | 08:30 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Perinci Sebab-Sebab Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21

Senin, 23 Juni 2025 | 20:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Penelitian SPT?

Senin, 23 Juni 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Setor Sendiri PPh Dividen Orang Pribadi Tidak Pakai Skema Kode Billing

Senin, 23 Juni 2025 | 18:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bupot PPh 21 Harus Dilengkapi NITKU Tempat Pembayaran Penghasilan

Senin, 23 Juni 2025 | 18:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Ada Fasilitas Pajak untuk Dukung Ketahanan Pangan? Ini Kata Kemenperin

Senin, 23 Juni 2025 | 17:05 WIB
MINYAK MENTAH INDONESIA

Suplai Minyak Mentah Naik, ICP Mei 2025 Turun Jadi US$62,75 Per Barel

Senin, 23 Juni 2025 | 17:00 WIB
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

Bayar PNBP Lebih Mudah dengan Single Billing, Begini Pelaksanaannya

Senin, 23 Juni 2025 | 16:30 WIB
ADMINISTRASI PERPAJAKAN

DJP Wanti-Wanti: Jangan Tergiur Beli Meterai Murah di Bawah Rp10.000