Ekonomi Melemah, Sri Mulyani: Kalau Rugi, Tidak Bayar Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/bar
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan APBN berperan sebagai countercyclical ketika perekonomian negara mengalami pelemahan. Dalam situasi tersebut, pemerintah akan meningkatkan pengeluaran atau belanja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Tidak hanya itu, Sri Mulyani menjelaskan kebijakan countercyclical juga mencakup sisi pajak. Ketika ekonomi lesu, sambungnya, perusahaan yang terdampak dan mengalami kerugian tidak perlu membayar pajak.
"Pada saat ekonomi melemah memang pendapatan akan melemah, karena kalau company income-nya kecil atau bahkan merugi, dia gak bayar pajak sehingga penerimaan pajaknya turun," paparnya, dikutip pada Jumat (20/6/2025).
Sri Mulyani menyebut kewajiban pembayaran pajak akan menyesuaikan keadaan keuangan wajib pajak, sesuai pada laporan keuangan. Apabila banyak wajib pajak mengalami kerugian dan tidak membayar pajak, kondisi tersebut tentu akan menyebabkan penerimaan pajak menurun.
Sementara itu, belanja akan tetap naik karena APBN didorong untuk mempertahankan kelangsungan perekonomian. Sebab saat perekonomian melemah, belanja negara akan digelontorkan untuk fungsi stabilisasi. Contoh, penebalan bantuan sosial, subsidi upah, serta insentif perpajakan.
Sejalan dengan itu, Sri Mulyani menyampaikan secara implisit bahwa teori ekonom asal Amerika Serikat Arthur Laffer kurang cocok diimplementasikan di Indonesia.
Pasalnya, Arthur Laffer mendorong semua negara, termasuk Indonesia, untuk menerapkan tarif pajak rendah, perluasan basis pajak, dan penggunaan tarif flat, sekaligus menekan belanja pemerintah (spending restraints).
"Kalau ada yang nanya Pak Arthur Laffer, saat kondisi ekonomi melemah what should the government do? Ya countercyclical. Itu bisa dilakukan melalui berbagai cara, yang alamiah yaitu waktu penerimaan pajak turun karena ekonominya melemah, tapi spending tetap dipertahankan tinggi atau naik untuk melindungi ekonomi," kata Sri Mulyani.
Menurutnya, ekonom asal AS itu kurang memahami kebijakan di Indonesia yang berdasarkan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, teori dan gagasan Arthur Laffer berbeda dengan fundamental RI selama ini.
"Saya belum ngasih tau kalau anak yatim dan terlantar harus dipelihara negara sesuai UUD, mungkin beliau bakal kaget. Jadi secara filosofis kondisi ini akan berbeda dari yang disampaikan Pak Arthur," tutup Sri Mulyani. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.