Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Top-Up Tax Nol dengan Permanent Safe Harbour, Bagaimana Ketentuannya?

A+
A-
9
A+
A-
9
Top-Up Tax Nol dengan Permanent Safe Harbour, Bagaimana Ketentuannya?

Pertanyaan:

PERKENALKAN, Saya Mira. Saat ini saya bekerja sebagai staf pajak di sebuah grup perusahaan multinasional (PMN) yang berpusat di Amerika Serikat serta memiliki beberapa anak perusahaan di Indonesia. Sebagai informasi, grup PMN kami sudah masuk dalam cakupan pajak minimum global berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia.

Berdasarkan informasi yang kami ketahui, kami berpeluang untuk menerapkan ketentuan permanent safe harbour agar kami tidak perlu membayar pajak tambahan nantinya. Pertanyaannya, bagaimana ketentuan serta persyaratan yang perlu diperhatikan agar kami bisa menggunakan permanent safe harbour berdasarkan ketentuan di Indonesia? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Mira, Jakarta

Jawaban:

TERIMA kasih Ibu Mira atas pertanyaannya. Sebagaimana diketahui bersama, ketentuan pengenaan pajak minimum global (global minimum tax/GMT) telah diadopsi oleh Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 136 Tahun 2024 tentang Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional (PMK 136/2024).

Berdasarkan Pasal 54 ayat (1) PMK 136/2024, safe harbour didefinisikan sebagai penetapan pajak tambahan (top-up tax) bagi entitas konstituen menjadi nol selama memenuhi persyaratan tertentu.

Sebagai informasi awal, ketentuan safe harbour dalam GMT –umumnya disebut ketentuan Global Anti-Base Erosion (GloBE)– pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi beban kepatuhan dan administrasi yang ditanggung oleh wajib pajak grup PMN maupun otoritas pajak saat berlakunya GMT.

Secara garis besar terdapat 2 jenis safe harbour berdasarkan masa pemanfaatannya, yaitu permanent safe harbour dan transitional safe harbour (safe harbour periode tertentu).

Berdasarkan dokumen Safe Harbour and Penalty Relief: Global Anti-Base Erosion Rules (Pillar II) yang diterbitkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), permanent safe harbour (atau juga disebut sebagai simplified calculation safe harbour) merujuk pada mekanisme yang berlaku selama entitas konstituen memenuhi salah satu dari 3 kriteria pengujian yang ditetapkan untuk setiap tahun pajak. Hal ini sesuai dengan isi Pasal 8.2 GloBE Model Rules.

Sementara itu, transitional safe harbour atau safe harbour periode tertentu hanya akan berlaku selama periode tertentu yang dimulai pada atau sebelum 31 Desember 2026 sampai dengan 30 Juni 2028. Hal itu tercantum dalam Pasal 56 ayat (2) PMK 136/2024. Di luar periode tertentu yang sudah ditetapkan, safe harbour dinyatakan tidak berlaku.

Baca juga: ‘Permanent Safe Harbour Pajak Minimum Global, Pajak Tambahan Bisa Nol

Kembali pada pertanyaan Ibu, bagaimana ketentuan dan persyaratan yang perlu dipenuhi jika ingin menerapkan permanent safe harbour? Klausul tersebut dapat diterapkan dalam hal entitas konstituen memenuhi pengujian tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (1) PMK 136/2024.

Adapun pengujian tertentu yang dimaksud diatur dalam Pasal 55 ayat (2) PMK 136/2024 yang berbunyi:

“ (2) Pengujian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari pengujian:

  1. de-minimis;
  2. laba rutin; atau
  3. Tarif Pajak efektif.”

Ketentuan permanent safe harbour bersifat alternatif, artinya jika entitas konstituen memenuhi salah satu dari ketiga pengujian tertentu maka entitas konstituen dapat menerapkan permanent safe harbour.

Selanjutnya, penjelasan tiap-tiap jenis pengujian turut diatur dalam Pasal 55 ayat (3) hingga (5) PMK 136/2024. Pertama, pengujian de-minimis yang diatur dalam Pasal 55 ayat (3) PMK 136/2024 terpenuhi jika entitas konstituen memiliki rata-rata penghasilan GloBE grup PMN pada suatu negara kurang dari EUR10 juta dan rata-rata laba GloBE bersih grup PMN kurang dari EUR1 juta atau terdapat rugi GloBE bersih grup PMN pada suatu negara pada tahun pajak berjalan dan 2 tahun pajak sebelumnya.

Baca juga ‘Penting! Ini Dua Langkah Krusial Ketika Menghitung Laba/Rugi GloBE’.

Kedua, pengujian laba rutin terpenuhi jika laba GloBE grup PMN pada suatu negara untuk tahun pajak tertentu sama dengan atau lebih kecil dari jumlah substance based income exclusion (SBIE). Hal ini diatur dalam Pasal 55 ayat (4) PMK 136/2024. Sebagai informasi, SBIE adalah pengurang laba GloBE yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari biaya gaji dan nilai tercatat aset berwujud.

Ketiga, pengujian tarif pajak efektif (effective tax rate) sesuai ketentuan dalam Pasal 55 ayat (5) PMK 136/2024. Pengujian atas tarif pajak efektif dinyatakan terpenuhi jika tarif pajak efektif grup PMN di suatu negara atau yurisdiksi minimal sebesar 15% dalam suatu tahun pajak.

Baca juga: ‘Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa itu?

Setelah melakukan pengujian, pajak tambahan (top-up tax) atas suatu entitas konstituen dapat dianggap sebesar nol apabila entitas tersebut memenuhi salah satu dari 3 pengujian yang telah ditetapkan.

Kemudian, dalam rangka pengujian untuk memperoleh permanent safe harbour, grup PMN Ibu perlu mempersiapkan data-data terkait seperti penghitungan laba atau rugi GloBE, SBIE, serta data terkait penghasilan GloBE atas grup PMN di negara atau yurisdiksi yang diuji (tested jurisdiction).

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Konsultasi Pajak, konsultasi, pajak minimum global, global minimum tax, GMT, grup PMN, GloBE

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 05 Mei 2025 | 19:00 WIB
KAMUS PAJAK

Apa itu Badan Pemerintah dalam Ketentuan Pajak Minimum Global?

Senin, 05 Mei 2025 | 16:00 WIB
UNI EROPA

Turuti AS, Uni Eropa Pertimbangkan Revisi Pajak Minimum Global

Senin, 05 Mei 2025 | 15:00 WIB
KPP PRATAMA SINTANG

Sederet Dokumen yang Perlu Dilampirkan WP saat Ajukan Status PKP

Jum'at, 02 Mei 2025 | 11:30 WIB
KP2KP MUNTILAN

Bingung Pilih Kode Billing untuk PPh PHTB, WP Sambangi Kantor Pajak

berita pilihan

Jum'at, 23 Mei 2025 | 19:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Bisakah Pajak Masukan Dikreditkan Sebelum WP Dikukuhkan sebagai PKP?

Jum'at, 23 Mei 2025 | 18:45 WIB
KONSULTASI PAJAK

Apakah PPN Termasuk Pajak Tercakup dalam Ketentuan GMT?

Jum'at, 23 Mei 2025 | 18:30 WIB
PELANTIKAN DIRJEN BEA DAN CUKAI

Mundur dari TNI, Dirjen Bea Cukai Baru Ini Siap Berantas Penyelundupan

Jum'at, 23 Mei 2025 | 18:00 WIB
CORETAX SYSTEM

Sri Mulyani Mohon WP Beri Waktu Dirjen Pajak Baru Telaah Isu Coretax

Jum'at, 23 Mei 2025 | 17:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Model Bisnis Digital Kian Kompleks, Bagaimana Peluang Pemajakannya?

Jum'at, 23 Mei 2025 | 17:45 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak hingga April 2025 Kontraksi 10,7%, Ini Respons Menkeu

Jum'at, 23 Mei 2025 | 17:30 WIB
KEMENTERIAN KEUANGAN

Tak Lagi di DJP, Suryo Utomo Bakal Tetap Bantu-Bantu Dirjen Pajak Baru

Jum'at, 23 Mei 2025 | 16:30 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Tak Ada Data Neto, Realisasi Setoran Pajak Bruto Tembus Rp733 Triliun

Jum'at, 23 Mei 2025 | 16:03 WIB
PENERIMAAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Realisasi Kepabeanan dan Cukai Tumbuh 4,4% hingga April 2025

Jum'at, 23 Mei 2025 | 15:36 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Susunan Terbaru Pejabat Kemenkeu di Bawah Komando Sri Mulyani