Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:17 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:33 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA
Kamis, 12 Juni 2025 | 12:31 WIB
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kamis, 12 Juni 2025 | 09:33 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Fokus
Reportase

Arthur Laffer Dorong Penerapan Tarif Pajak Rendah dan Basis yang Luas

A+
A-
1
A+
A-
1
Arthur Laffer Dorong Penerapan Tarif Pajak Rendah dan Basis yang Luas

Ekonom asal Amerika Serikat (AS) Arthur Laffer.

JAKARTA, DDTCNews - Ekonom asal Amerika Serikat (AS) Arthur Laffer mendorong tiap-tiap negara untuk menerapkan tarif pajak rendah dengan pengenaan basis pajak yang luas.

Laffer mengakui penyusunan sekaligus implementasi kebijakan perpajakan pasti akan memengaruhi perekonomian negara tersebut. Namun, dia meyakini struktur pajak yang ideal ialah tarif pajak yang rendah dan basis pajak yang luas.

Berkaca pada kebijakan pajak di Amerika, Laffer mengungkapkan setiap kenaikan tarif pajak sebesar 1% menimbulkan 3 konsekuensi. Pertama, kenaikan tarif pajak membuat kinerja perekonomian melemah.

Baca Juga: Dengan Kebijakan Pajak yang Tepat, Ekonomi RI Diyakini Bisa Tumbuh 8%

"Setiap kali kita menaikkan tarif pajak 1% kepada penerima pendapatan teratas di Amerika Serikat, 3 hal terjadi. Pertama, kinerja perekonomian memburuk," katanya dalam Economic Update 2025, Rabu (18/6/2025).

Kedua, penerimaan pajak, khususnya dari high wealth individual atau orang-orang kaya mengalami penurunan. Ketiga, masyarakat miskin makin menderita.

Sebaliknya, lanjut Lauffer yang pernah menjadi penasihat ekonomi untuk kampanye pilpres Donald Trump pada 2016, penurunan tarif pajak sebesar 1% justru membuat perekonomian membaik. Sebab, pendapatan negara meningkat, dan masyarakat miskin lebih sejahtera.

Baca Juga: Arthur Laffer Sarankan Skema Flat Tax, Begini Respons Sri Mulyani

"Dalam sejarah AS, setiap kali menurunkan tarif pajak sebesar 1% pada penerima pendapatan teratas, ekonomi menjadi lebih unggul, penerimaan pajak dari 1% wajib pajak dengan penghasilan teratas juga meningkat, dan orang miskin lebih sejahtera," klaimnya.

Secara keseluruhan, menurut Laffer, terdapat 5 pilar yang bisa diadopsi tiap-tiap negara dalam menyusun kebijakan ekonominya, termasuk regulasi perpajakan. Pertama, menetapkan pajak dengan basis yang luas dan tarif yang rendah (low-rate, broad-based flat tax).

Namun, sebelum menerapkan kebijakan itu, pemerintah di negara masing-masing haruslah memahami perannya dengan baik untuk mengelola dan menyusun kebijakan perpajakan. Dia meyakini hal ini akan berpengaruh positif terhadap perekonomian nasional ke depannya.

Baca Juga: Mengapa Sertifikasi Kompetensi Pajak Itu Perlu? Begini Kata Pakar

Selain itu, Laffer juga menyarankan agar kebijakan pajak—seperti tarif pajak rendah, deduction, dan exemption—jangan sampai hanya menguntungkan 1 kelompok saja.

"Jadi, tarif pajak yang rendah, basis pajak yang luas, dan flat tax. Itulah struktur pajak yang tepat," ujarnya.

Kedua, pengendalian belanja negara (spending restraint). Ketiga, stabilisasi mata uang. Keempat, penyederhanaan sekaligus memastikan regulasi yang disusun tidak menimbulkan kerugian ekonomi (minimal regulations).

Baca Juga: Bimo Wijayanto Beberkan Strateginya Kerek Tax Ratio

Kelima, mendorong perluasan perdagangan bebas antar negara (free trade). Menurut Laffer, penting bagi negara untuk menyingkirkan hambatan tarif ataupun nontarif sehingga dunia perdagangan menjadi lebih bebas dan kompetitif. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : arthur laffer, ekonom AS, kebijakan pajak, pajak, tarif pajak, ekonomi, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 17 Juni 2025 | 17:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Threshold Dinamisasi Angsuran PPh 25 Kini Jadi 125%, Ini Alasan DJP

Selasa, 17 Juni 2025 | 16:30 WIB
KOREA SELATAN

Negara Ini Perpanjang Diskon Pajak BBM hingga Agustus 2025

Selasa, 17 Juni 2025 | 15:45 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak Masih Kontraksi 10,1% hingga Mei 2025

berita pilihan

Rabu, 18 Juni 2025 | 16:00 WIB
PEREKONOMIAN INDONESIA

Dengan Kebijakan Pajak yang Tepat, Ekonomi RI Diyakini Bisa Tumbuh 8%

Rabu, 18 Juni 2025 | 15:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Arthur Laffer Sarankan Skema Flat Tax, Begini Respons Sri Mulyani

Rabu, 18 Juni 2025 | 14:59 WIB
KEBIJAKAN MONETER

BI Pertahankan Suku Bunga Acuan Sebesar 5,5%

Rabu, 18 Juni 2025 | 14:45 WIB
SERTIFIKASI KOMPETENSI PAJAK

Mengapa Sertifikasi Kompetensi Pajak Itu Perlu? Begini Kata Pakar

Rabu, 18 Juni 2025 | 14:00 WIB
DIREKTORAT PPPK

PPPK Resmi Pindah ke Ditjen Stabilitas & Pengembangan Sektor Keuangan

Rabu, 18 Juni 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Bimo Wijayanto Beberkan Strateginya Kerek Tax Ratio

Rabu, 18 Juni 2025 | 13:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Harga Turun, Kontribusi Nikel terhadap Pajak Diperkirakan Mengecil

Rabu, 18 Juni 2025 | 12:30 WIB
CORETAX SYSTEM

DJP Masih Perbaiki Probis Lapor SPT dan Layanan WP di Coretax

Rabu, 18 Juni 2025 | 12:00 WIB
PENERIMAAN BEA DAN CUKAI

Setoran Bea dan Cukai hingga Mei Capai Rp122,9 Triliun, Tumbuh 12,6%

Rabu, 18 Juni 2025 | 11:11 WIB
SERTIFIKASI KOMPETENSI PAJAK

PERTAPSI Matangkan Konsep dan Mekanisme Sertifikasi Kompetensi Pajak