Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)
Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK
Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 29 Mei 2025 | 13:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (1)
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Insentif Pajak untuk Ekonomi Hijau: Inspirasi dari Negara Lain

A+
A-
4
A+
A-
4
Insentif Pajak untuk Ekonomi Hijau: Inspirasi dari Negara Lain

SEIRING dengan upaya pemerintah untuk beralih ke perekonomian yang lebih hijau, insentif pajak dapat memainkan peran penting untuk mendorong praktik dan investasi berkelanjutan. Dengan mempelajari keberhasilan kebijakan di negara lain, pemerintah Indonesia dapat merancang strategi dan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan serta tantangan dalam negeri.

Penulis mencoba untuk mengeksplorasi skema insentif pajak pada bidang ekonomi hijau yang dapat diadaptasi oleh pemerintahan yang baru nanti, yakni di bawah presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran. Ulasan memuat penerapan kebijakan atau skema insentif pajak di sejumlah negara, seperti Jerman, Amerika Serikat, dan China.

Pertama, kredit pajak investasi (investment tax credits/ITCs). Skema ini memungkinkan perusahaan yang berinvestasi pada energi terbarukan, teknologi hemat energi, dan infrastruktur ramah lingkungan untuk mendapatkan keringanan pajak.

Sebagai contoh, Undang-Undang Sumber Energi Terbarukan Jerman (Erneuerbare-Energien-Gesetz/ EEG) menawarkan patokan harga tenaga listrik dari sumber energi terbarukan berdasarkan pada komponen biaya produksi (feed-in tariff) yang menguntungkan untuk listrik yang dihasilkan dari sumber terbarukan. Dengan demikian, investasi dalam teknologi energi terbarukan meningkat.

Kedua, percepatan penyusutan. Depresiasi yang dipercepat memungkinkan perusahaan untuk mempercepat pengurangan biaya modal dari investasi pada teknologi ramah lingkungan dan peralatan hemat energi. Dengan demikian, investasi tersebut lebih menarik secara finansial.

Di Amerika Serikat, Pasal 179D (US Tax Section 179D - The Energy Policy Act of 2005) memberikan percepatan penyusutan untuk instalasi peralatan hemat energi dan sistem energi terbarukan. Kebijakan ini menarik dunia usaha untuk berinvestasi pada teknologi ramah lingkungan.

Ketiga, tax holiday. Insentif tax holiday berupa keringanan pajak sementara bagi perusahaan yang bergerak dalam produksi energi terbarukan. Insentif ini pada gilirannya dapat memacu pertumbuhan industri ramah lingkungan dan memfasilitasi transisi ke praktik yang lebih ramah lingkungan.

Contoh, pemerintah China memberikan tax holiday dan insentif pajak lainnya bagi perusahaan yang terlibat dalam teknologi ramah lingkungan dan perlindungan lingkungan hidup. Skema kebijakan ini secara signifikan dapat meningkatkan sektor industri ramah lingkungan.

Keempat, pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN). Pembebasan PPN atas produk dan jasa ramah lingkungan akan menurunkan biaya bagi konsumen dan dunia usaha sehingga dapat mendorong penggunaan produk-produk yang lebih berkelanjutan.

Beberapa negara Uni Eropa, termasuk Inggris dan Prancis menawarkan pembebasan PPN atau pengurangan tarif untuk produk ramah lingkungan, termasuk instalasi pemanas energi terbarukan dan kendaraan listrik. Skema ini mendorong peningkatan pasar untuk produk-produk tersebut.

Kelima, green bonds dengan insentif pajak. Insentif pajak dapat diberikan untuk investasi pada obligasi ramah lingkungan yang diterbitkan untuk mendanai proyek-proyek berkelanjutan. Obligasi ramah lingkungan (green bonds) menarik investasi swasta untuk menyediakan pendanaan yang diperlukan untuk proyek skala besar.

Jerman telah menjadi salah satu pasar obligasi hijau (green bonds) terbesar di dunia. Pertumbuhan pasar ini didorong oleh insentif pajak yang mendukung investasi berkelanjutan. Berbagai proyek yang didanai melalui obligasi hijau ini terbukti efektif, termasuk instalasi pembangkit listrik tenaga angin dan surya. Hal ini berkontribusi terhadap transisi energi dan pengurangan emisi karbon.

Keenam, insentif berbasis kinerja. Skema insentif ini merupakan kebijakan yang memberikan fasilitas pajak berdasarkan pencapaian metrik kinerja di lingkungan tertentu, seperti pengurangan emisi karbon atau konsumsi energi.

Kebijakan ini menghubungkan insentif secara langsung dengan hasil yang terukur, yakni mendorong perbaikan lingkungan yang selaras dan berkelanjutan. Belanda menggunakan insentif berbasis kinerja untuk memberi penghargaan kepada perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu, seperti pengurangan jejak karbon atau penggunaan energi.

Ketujuh, dukungan untuk usaha kecil dan menengah (UKM). Insentif yang menargetkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), menawarkan fasilitas pajak khusus bagi UKM yang telah mengadopsi teknologi ramah lingkungan. Keterbatasan sumber daya seringkali menjadi hambatan bagi UKM untuk berinvestasi. Inggris memberikan dukungan dan insentif kepada UKM yang mengadopsi teknologi hemat energi agar membantu mereka bersaing dalam ekonomi ramah lingkungan.

UKM sering kali menghadapi keterbatasan modal untuk berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan. Untuk itu, skema yang ditawarkan berupa insentif pajak khusus bagi UKM yang telah mengadopsi teknologi ramah lingkungan.

Salah satu contohnya adalah Inggris. Negara ini memberikan dukungan dan insentif kepada UKM yang mengadopsi teknologi hemat energi agar membantu mereka bersaing dalam ekonomi ramah lingkungan. Misal, perusahaan dapat mengeklaim pengurangan pajak 100% atas pengeluaran untuk peralatan yang ramah lingkungan.

Kedelapan, public-private partnerships (PPPs). Insentif pajak untuk kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta atau publik (PPP) mendorong investasi dalam proyek hijau. Hal ini memberikan manfaat bagi perusahaan swasta yang bermitra dengan pemerintah atau NGO dalam proyek ramah lingkungan.

PPPs memanfaatkan keahlian dan pendanaan sektor swasta sehingga mendorong solusi kolaboratif dalam menghadapi tantangan-tantangan lingkungan yang ada. China memanfaatkan kemitraan (PPPs) ini untuk berbagai proyek ramah lingkungan dengan dukungan insentif pajak yang mendorong investasi swasta.

Berbagai skema insentif pajak untuk ekonomi hijau itu dapat dipertimbangkan oleh pemerintah. Bagaimanapun, rancangan insentif pajak memerlukan penyesuaian dengan kondisi dalam negeri. Kebijakan-kebijakan yang sudah berlaku di negara-negara lain tersebut dapat menjadi bahan studi komparasi (benchmarking). Dengan mengadopsi strategi sukses negara-negara tersebut, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi ramah lingkungan.

Kesederhanaan, kejelasan, dan keselarasan kebijakan dengan tujuan lingkungan hidup yang lebih luas akan secara efektif memberikan dampak dan mendorong negara menuju masa depan yang berkelanjutan. Keterlibatan para pemangku kepentingan dan evaluasi secara berkala memiliki peran penting dalam penyempurnaan dan peningkatan efektivitas kebijakan seiring berjalannya waktu.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2024, pajak, artikel pajak, Prabowo-Gibran, ekonomi hijau, insentif pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Perlu ke DJP, Pembaruan Tanggungan WP Cukup Infokan Pemberi Kerja

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:00 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:15 WIB
PER-11/PJ/2025

DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

berita pilihan

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)

Ketentuan Penerbitan SKPKB

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:00 WIB
NOTA DINAS No.ND-4/PJ/PJ.02/2025

DJP Terbitkan Nota Dinas soal Perlakuan PPh atas Pengelolaan Rusun

Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK

Muncul di Publikasi Global, Dua Profesional DDTC Ulas Sengketa Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA

Setoran Penerimaan Pajak di Jakarta Turun 5 Persen, PPN Paling Anjlok

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Tugas dan Fungsi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bikin Faktur Pajak Lewat Aplikasi Lama, PER-03/PJ/2022 Tetap Berlaku

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:00 WIB
AFRIKA SELATAN

Ditolak Rakyat, Negara Ini Batalkan Rencana Kenaikan PPN

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO