Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)
Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK
Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 29 Mei 2025 | 13:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (1)
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Pembatasan Biaya Pinjaman Keperluan Pajak Diubah, 73% Peserta Setuju

A+
A-
1
A+
A-
1
Pembatasan Biaya Pinjaman Keperluan Pajak Diubah, 73% Peserta Setuju

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 73,08% peserta debat setuju dengan adanya perubahan metode dalam menentukan batasan biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.

Debat DDTCNews hingga Selasa, 19 Juli 2022 pukul 15.00 WIB diikuti 52 peserta pemberi komentar dan pengisi survei. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38 peserta atau 73,08% setuju adanya perubahan metode dalam menentukan batasan biaya pinjaman untuk keperluan penghitungan pajak.

DDTCNews menetapkan Fajarizki Galuh Syahbana Yunus dan Choirunisa Nadilla sebagai pemenang debat periode 24 Juni—19 Juli 2022 yang mendapatkan hadiah uang tunai masing-masing Rp500.000. Pemenang dipilih dari seluruh peserta yang memberikan komentar dan mengisi survei.

Baca Juga: Ketentuan Penerbitan SKPKB

Fajarizki Galuh Syahbana Yunus mengatakan setuju dengan perubahan metode. Menurutnya, otoritas perlu memperhatikan tren yang terjadi dalam lingkup perpajakan internasional. Jika mayoritas negara di dunia sudah mulai menggunakan EBITDA, pemerintah memang perlu mempertimbangkannya.

“Bagaimanapun, kebijakan yang dinamis tentu akan mendorong optimalisasi pemungutan pajak. Jika kita tetap berfokus pada metode DER, dikhawatirkan dapat terjadi pelebaran potential tax loss di masa yang akan datang. Hal ini mengingat pola penghindaran pajak akan terus berkembang,” katanya.

Kendati demikian, menurut dia, perlu adanya penegasan lebih lanjut melalui penerbitan aturan turunan mengenai regulasi pembatasan biaya pinjaman. Hal ini untuk memberi kepastian hukum dalam pelaksanaannya.

Baca Juga: DJP Terbitkan Nota Dinas soal Perlakuan PPh atas Pengelolaan Rusun

“Bagaimanapun, asas certainty memiliki kedudukan yang lebih utama dibanding asas equality dan efficiency,” imbuh Fajarizki.

Seperti diketahui, Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memperluas kewenangan menteri keuangan dalam menentukan instrumen atau metode pembatasan biaya pinjaman.

Sebelum diubah dengan UU HPP, ketentuan Pasal 18 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh) s.t.d.t.d UU Cipta Kerja memuat kewenangan menteri keuangan untuk mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan pajak.

Baca Juga: Muncul di Publikasi Global, Dua Profesional DDTC Ulas Sengketa Pajak

Sekarang, sesuai dengan perubahan Pasal 18 ayat (1) UU PPh dalam UU HPP, menteri keuangan berwenang mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak.

Berdasarkan pada penjelasan ayat tersebut, dalam menentukan batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk tujuan perpajakan, digunakan metode yang lazim diterapkan di dunia internasional.

Salah satu metodenya adalah penentuan tingkat perbandingan tertentu yang wajar mengenai besarnya perbandingan antara utang dan modal (debt to equity ratio/DER). Metode ini sudah digunakan sebelum UU HPP terbit. Dalam PMK 169/2015, DER ditetapkan paling tinggi 4:1.

Baca Juga: Omzet WP Bakal Tembus Rp10 Miliar, Petugas Pajak Adakan Kunjungan

Kemudian, terdapat juga metode lainnya yang menggunakan persentase tertentu dari biaya pinjaman dibandingkan dengan pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya pinjaman, pajak, depresiasi dan amortisasi. Metode ini dikenal sebagai earning stripping rules (ESR).

OECD menyatakan penerapan ESR dapat menggunakan pendekatan fixed ratio rule dan group ratio rule. Fixed ratio rule adalah pendekatan dengan aturan rasio yang berlaku untuk seluruh entitas. Sementara itu, group ratio rule adalah ambang batas rasio bunga terhadap EBITDA di tingkat grup.

Group ratio rule memungkinkan perusahaan untuk mengurangkan biaya bunga hingga tingkat rasio biaya bunga bersih terhadap ESR dari grup usaha secara keseluruhan. Dengan demikian, selama rasio biaya bunga terhadap ESR suatu perusahaan tidak melebihi rasio di tingkat grup perusahaan maka biaya tersebut dapat menjadi pengurang.

Baca Juga: DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Di samping kedua metode tersebut, menteri keuangan juga dapat menggunakan metode lainnya. Namun demikian, UU HPP tidak mengatur secara spesifik tentang metode lainnya yang dapat digunakan. Artinya, menteri keuangan lebih leluasa dalam menentukan metode.

Choirunisa Nadilla menyatakan tidak setuju dengan adanya perubahan metode. Menurutnya, kehadiran ESR menunjukkan kebijakan pembatasan biaya pinjaman untuk keperluan pajak telah relevan dengan perkembangan regulasi internasional dan bisnis.

“Tetapi adanya opsi metode lainnya yang tidak diatur secara spesifik di UU HPP menurut saya justru berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum. Model bisnis yang terus berkembang bukan berarti membenarkan tindakan leluasa Kementerian Keuangan yang tidak berdasar hukum dan penelitian,” ujarnya.

Baca Juga: Setoran Penerimaan Pajak di Jakarta Turun 5 Persen, PPN Paling Anjlok

Panduan kebijakan yang jelas sejak awal, menurutnya, merupakan aspek penting karena isu tersebut berkaitan erat dengan penentuan harga transfer transaksi intra-group. Dia khawatir otoritas memanfaatkan celah dengan mengurangi proses pembentukan kebijakan dan asas kepastian hukum, terutama terhadap model bisnis yang baru berkembang.

“Oleh sebab itu, harapannya kemenkeu tidak hanya bertindak tegas kepada wajib pajak, tetapi juga bersikap tegas pada diri sendiri dengan memberikan kepastian hukum dan menjalankan proses kebijakan,” katanya. (kaw)

Baca Juga: Tugas dan Fungsi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : debat, debat perpajakan, pajak, UU HPP, DER, EBITDA, UU HPP, ESR, biaya pinjaman

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Tak Perlu ke DJP, Pembaruan Tanggungan WP Cukup Infokan Pemberi Kerja

Rabu, 28 Mei 2025 | 19:00 WIB
PER-11/PJ/2025

PER-11/PJ/2025 Pertegas Ketentuan Pembulatan pada Era Coretax System

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

DJP Siapkan 5 Strategi Cegah Shortfall Pajak Terulang

Rabu, 28 Mei 2025 | 18:15 WIB
PER-11/PJ/2025

DJP Perkenalkan Formulir C dalam Format SPT Masa PPN di Era Coretax

berita pilihan

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:30 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (2)

Ketentuan Penerbitan SKPKB

Jum'at, 30 Mei 2025 | 14:00 WIB
NOTA DINAS No.ND-4/PJ/PJ.02/2025

DJP Terbitkan Nota Dinas soal Perlakuan PPh atas Pengelolaan Rusun

Jum'at, 30 Mei 2025 | 13:31 WIB
LITERATUR PAJAK

Muncul di Publikasi Global, Dua Profesional DDTC Ulas Sengketa Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA

Setoran Penerimaan Pajak di Jakarta Turun 5 Persen, PPN Paling Anjlok

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Tugas dan Fungsi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bikin Faktur Pajak Lewat Aplikasi Lama, PER-03/PJ/2022 Tetap Berlaku

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:00 WIB
AFRIKA SELATAN

Ditolak Rakyat, Negara Ini Batalkan Rencana Kenaikan PPN

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO