Ruang Lingkup Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP)

Selain surat ketetapan pajak, dirjen pajak juga dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Sesuai dengan namanya, STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Ketentuan mengenai STP diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Merujuk Pasal 14 ayat (2) UU KUP, STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak (SKP) sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan surat paksa.
Selain UU KUP, ketentuan penerbitan STP juga telah diperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 80/2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak. Berdasarkan Pasal 14 UU KUP dan Pasal 17 PMK 80/2023, STP dapat diterbitkan apabila:
- pajak penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
- dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
- wajib pajak dikenai sanksi administratif berupa denda dan/atau bunga;
- pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur pajak atau terlambat membuat faktur pajak;
- pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (6) UU PPN, selain identitas pembeli barang kena pajak (BKP) atau penerima jasa kena pajak (JKP) serta nama dan tanda tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
- terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada Wajib Pajak, dalam hal: (i) diterbitkan keputusan; (ii) diterima putusan; atau (iii) ditemukan data atau informasi, yang menunjukkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan kepada wajib pajak; atau
- terdapat jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam jangka waktu sesuai dengan persetujuan untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT PPh sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4) UU KUP.
PMK 80/2023 juga telah mengatur penerbitan STP terhadap pemungut bea meterai, pemungut pajak karbon, dan wajib pajak yang menghasilkan emisi karbon, yang dikenakan sanksi denda dan/atau bunga.
Pemungut bea meterai diterbitkan STP apabila dikenai denda dan/atau bunga akibat terlambat menyetorkan bea meterai, tidak atau terlambat melaporkan pemungutan dan penyetoran bea meterai, dan/atau membetulkan SPT Masa bea meterai yang mengakibatkan bea meterai terutang lebih besar.
Sementara itu, pemungut pajak karbon apabila dikenai denda dan/atau bunga akibat terlambat menyetorkan pajak karbon, tidak atau terlambat melaporkan SPT Masa pajak karbon, dan/atau membetulkan SPT Masa pajak karbon yang mengakibatkan pajak karbon yang terutang lebih besar.
Selanjutnya, wajib pajak penghasil emisi karbon diterbitkan STP apabila dikenai denda dan/atau bunga akibat terlambat menyetorkan pajak karbon, tidak atau terlambat melaporkan SPT Tahunan pajak karbon, dan/atau membetulkan SPT Tahunan pajak karbon yang mengakibatkan pajak karbon terutang lebih besar.
Adapun STP diterbitkan berdasarkan pada hasil penelitian data administrasi perpajakan, hasil pemeriksaan, atau hasil pemeriksaan ulang. STP tersebut diterbitkan paling lama 5 tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. Namun, jangka waktu maksimal 5 tahun tersebut dikecualikan dalam 4 kondisi berikut.
Pertama, STP atas sanksi administratif berupa bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UU KUP diterbitkan paling lama sesuai dengan daluwarsa penagihan SKPKB serta SKPKBT, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Kedua, STP atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (9) UU KUP dapat diterbitkan paling lama 5 tahun sejak tanggal penerbitan surat keputusan keberatan apabila Wajib Pajak tidak mengajukan upaya banding.
Ketiga, STP atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5d) UU KUP dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 5 tahun sejak tanggal putusan banding diucapkan oleh hakim pengadilan pajak dalam sidang terbuka untuk umum.
Keempat, STP atas sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (5f) UU KUP dapat diterbitkan paling lama dalam jangka waktu 2 tahun sejak tanggal putusan peninjauan kembali diterima oleh dirjen pajak. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.