Reorganisasi Kemenkeu: Peran Penting Profesi Keuangan Jaga Stabilitas

PRESIDEN Prabowo Subianto telah banyak merombak struktur organisasi di berbagai kementerian dan non-kementerian secara signifikan. Di antara perubahan yang terjadi, yang cukup menyedot perhatian publik adalah reorganisasi di Kementerian Keuangan.
Selain garis koordinasinya sudah tidak lagi di bawah Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan juga mengalami perubahan cukup besar di internal mereka.
Perubahan yang terjadi, antara lain transformasi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menjadi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal (SEF), juga dibentuknya Badan Teknologi Informasi dan Intelijen Keuangan (BATIK) serta Direktorat Stabilitas dan Penguatan Sektor Keuangan (SPSK).
Artikel ini akan berfokus pada peran strategis direktorat jenderal yang disebutkan terakhir.
Penguatan sektor keuangan tampaknya memang menjadi area penting penting bagi rezim di bawah Presiden Prabowo. Nah, di sektor itulah Ditjen SPSK nantinya banyak berperan. Ditilik dari rancangan organisasinya, Ditjen SPSK merupakan gabungan dari sebagian BKF, Komite Stabilitas Sistem Keungan (KSSK), Pusat Pembina Profesi Keuangan, dan fungsi lainnya.
Pembentukan ditjen baru ini dilandasi kesadaran bahwa sistem keuangan yang andal dapat membantu pengelolaan risiko terhadap krisis keuangan. Mitigasi terhadap krisis keuangan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Belajar dari sejarah di berbagai belahan dunia, berbagai krisis keuangan berhasil memporakporandakan perekonomian sejak zaman dahulu.
Tulip bubble menjadi salah satu krisis keuangan yang paling awal tercatat dalam sejarah, disebabkan 'pecahnya' harga yang menggelembung tinggi (price bubbles). Krisis keuangan di Belanda itu terjadi ketika pasar memberikan sinyal harga bonggol tulip yang distortif.
Pada Februari 1637, satu bonggol tulip yang awalnya senilai harga satu unit rumah tetiba anjlok. Situasi itu membuat investor merugi dan mengacaukan perekonomian Belanda.
Krisis finansial lain yang sempat terekam sejarah adalah South Sea bubbles (1720), Japan’s Bubble (1980-an), DotCom bubbles (1990-an), dan salah satu yang paling terakhir adalah US housing bubble (2008-an). Rentetan krisis keuangan itu merupakan bukti rentannya stabilitas sektor keuangan di banyak negara.
Di Indonesia sendiri, multi-krisis yang terjadi pada 1998 berdampak sistemik dan menggerus kepercayaan publik. Krisis kala itu juga mengguncang stabilitas keuangan Indonesia, menjatuhkan nilai rupiah, dan membawa kehidupan sosial politik ke titik nadir.
Peran Profesi Keuangan
Ingat skandal Enron yang dipicu oleh praktik akuntan bermasalah? Bagaimana dengan skandal Subprime Mortgage yang muncul karena praktik penilaian properti yang tidak layak?
Jangan lupa juga skandal Apple yang melibatkan konsultan pajak dalam penghindaran pajak dan skandal perusahaan pensiun di AS yang melibatkan aktuaris dalam mengestimasi kewajiban pensiun tidak realistis.
Dari peristiwa-peristiwa di atas, bisa kita tarik benang merah bahwa profesi keuangan memegang peranan penting untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Bahkan, perannya tidak kalah penting jika dibandingkan dengan aktor-aktor besar seperti institusi perbankan dan non-perbankan.
Profesi keuangan di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang. Seiring perkembangan ekonomi, perannya pun makin signifikan dalam menopang stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Profesi ini mulai muncul ketika kebutuhan akan pengelolaan keuangan yang sistematis dirasakan penting oleh para pelaku ekonomi.
Di era industri yang didominasi oleh produksi barang, akuntansi dan pembukuan adalah fungsi dasar yang berperan dalam mencatat arus masuk dan keluar. Namun, seiring dengan pergeseran ekonomi global dari industri barang ke industri jasa dan keuangan, profesi keuangan mengalami perkembangan signifikan.
Apalagi, munculnya pasar uang dan pasar derivatif yang berkembang pesat membuat profesi keuangan makin strategis. Profesi keuangan ikut mendukung aktivitas ekonomi, mendorong efisiensi, dan membantu para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan yang lebih informatif.
Keberadaan profesi keuangan memiliki peran esensial dalam menciptakan ekonomi yang efisien. Ekonomi yang efisien adalah ekonomi yang meminimalkan sumber daya terbuang dan memungkinkan alokasi modal yang optimal (resources allocation problem).
Profesi seperti akuntan, auditor, penilai, konsultan pajak, dan aktuaris memberikan keahlian yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya, seorang akuntan bukan hanya berperan dalam mencatat transaksi keuangan, tetapi juga dalam meningkatkan kepercayaan antara pemilik bisnis dan calon investor.
Akuntan membantu mengurangi asimetri informasi dengan menyajikan laporan keuangan yang transparan, akurat, dan sesuai standar. Dengan demikian, para investor memiliki akses terhadap informasi yang dapat dipercaya, yang pada gilirannya meningkatkan aliran modal ke bisnis yang efisien dan berkualitas.
Dalam konteks pasar keuangan, profesi penilai memiliki peran penting dalam menentukan nilai fundamental dari suatu aset. Dengan menggunakan metode yang berlandaskan prinsip-prinsip keuangan, penilai bertugas untuk memberikan pandangan yang objektif dan netral mengenai nilai aset, baik itu properti, perusahaan, atau instrumen keuangan lainnya.
Penilaian yang objektif ini penting untuk menjaga integritas pasar dan mencegah penilaian yang tidak realistis yang dapat merugikan investor dan pemilik bisnis. Penilaian yang tepat juga membantu bank dan lembaga keuangan dalam mengukur risiko kredit secara lebih akurat, sehingga memperkuat kesehatan perbankan dan stabilitas sistem keuangan nasional.
Di sisi lain, konsultan pajak juga memainkan peran yang unik dalam mengurangi ketidakpastian bisnis melalui manajemen risiko pajak. Pajak adalah faktor yang dapat menjadi sumber ketidakpastian bagi bisnis, terutama di tengah perubahan regulasi yang sering terjadi (Darussalam, 2024).
Konsultan pajak membantu perusahaan memahami dan mematuhi aturan pajak yang berlaku, sekaligus merancang strategi yang meminimalkan risiko pajak tanpa melanggar peraturan. Dengan adanya kepastian pajak, perusahaan dapat merencanakan keuangan mereka dengan lebih baik, yang pada akhirnya meningkatkan efisiensi dan stabilitas keuangan perusahaan.
Selain itu, profesi aktuaris juga memegang peran vital dalam industri asuransi. Aktuaris bertugas mengkaji risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi dan merancang produk asuransi yang sesuai dengan profil risiko konsumen.
Mereka, para aktuaris, menggunakan data historis dan model matematis untuk meramalkan potensi kerugian dan memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki cadangan yang memadai untuk menutupi klaim di masa depan. Tanpa aktuaris, industri asuransi tidak akan mampu mengelola risiko dengan baik, yang pada akhirnya bisa mengganggu kepercayaan masyarakat dan stabilitas industri itu sendiri.
Ketika profesi-profesi tersebut berfungsi dengan optimal, dampaknya akan dirasakan pada kesehatan perusahaan, kesehatan perbankan, dan stabilitas sistem keuangan nasional secara keseluruhan.
Akuntan membantu menjaga transparansi dan meningkatkan kepercayaan investor, yang mendorong investasi jangka panjang dan mengurangi ketergantungan pada pembiayaan jangka pendek yang rentan. Sementara itu, penilai memberikan penilaian objektif yang memungkinkan perusahaan dan bank untuk melakukan keputusan investasi dan kredit yang lebih terukur.
Di sisi lain, ada konsultan pajak yang mengurangi ketidakpastian yang berasal dari pajak dan membantu bisnis untuk tetap kompetitif di pasar. Sementara itu, aktuaris menjaga stabilitas perusahaan asuransi dan memungkinkan mereka untuk tetap beroperasi meskipun dihadapkan pada klaim besar.
Melalui kontribusi-kontribusi ini, profesi keuangan memainkan peran yang sangat krusial dalam membangun ekonomi yang lebih efisien, transparan, dan stabil. Transformasi keuangan di Indonesia tak hanya mendukung perkembangan bisnis, tetapi juga berperan dalam membangun sistem keuangan yang tangguh dan mampu menghadapi berbagai tantangan ekonomi global.
Tanpa peran mereka, pasar keuangan akan rentan terhadap ketidakpastian dan ketidakstabilan, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Tantangan
Tugas besar akan dihadapi oleh Ditjen SPSK Kementerian Keuangan. Namun, reorganisasi kali ini mengembuskan udara optimistis karena strategi stabilitasi sektor keuangan juga melibatkan pemberdayaan profesi keuangan.
Mengingat peran profesi keuangan yang sangat krusial, tata kelola nya harus benar-benar dipikirkan secara holistik. Ekosistem profesi keuangan harus dibangun melibatkan bukan hanya otoritas tetapi juga perguruan tinggi sebagai penyedia SDM profesi keuangan, berbagai asosiasi profesi, dan masyarakat sebagai user.
Ditjen SPSK bukan hanya harus memperhatikan kualitas pekerjaan dari profesi guna melindungi masyarakat pengguna (Public Protection), tetapi juga bagaimana membangun strategi link-and-match antara kompetensi profesi yang diharapkan dengan kurikulum yang diajarkan di bangku kuliah.
Ditjen SPSK harus bersinergi dengan upaya penciptaan lapangan kerja baru dengan menyosialisasikan profesi keuangan agar supply dapat dipenuhi namun kualitasnya tetap terjaga.
Perlu diketahui, jumlah profesi keuangan di Indonesia masih sangat kurang untuk mengakselerasi sistem keuangan. Mengacu pada data Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) per 2024, jumlah pelaku profesi keuangan Tanah Air masih 'minim', yakni 1.633 akuntan publik, 833 penilai publik, 7.390 konsultan pajak, dan 242 aktuaris.
Dengan bertambahnya entrepreneuer dan makin kompleksnya transaksi keuangan, Indonesia jelas makin membutuhkan lebih banyak profesi keuangan.
Ekosistem profesi keuangan juga masih jomplang. Infrastruktur asosiasi dan tata kelolanya masih jadi tantangan besar. Asosiasi profesi keuangan, seperti IAI, IAPI, MAPPI, IKJPP, IKPI, PAI, AKKAI, dan lainnya, masih memiliki maturitas yang berbeda-beda.
Pembinaan dan penguatan asosiasi sangat diperlukan sehingga mereka bisa mandiri mendukung profesi yang independen dan berkualitas. Di lain pihak, regulasi untuk memberdayakan dan mengawasi profesi belum memadai. Sampai sekarang hanya profesi akuntan yang memiliki Undang-Undang (UU) sendiri, sisanya belum.
Absennya landasan hukum setingkat Undang-Undang untuk profesi penilai, konsultan pajak, dan aktuaris membuat pengembangan profesi tersebut menjadi terbatas.
Namun demikian, di antara sekelumit tantangan tersebut, awan reorgansiasi bergerak ke arah yang cerah. Dibentuknya Ditjen SPSK membawa peran profesi menjadi makin strategis. Unit eselon I di bawah Kementerian Keuangan tersebut akan ditopang oleh dua fungsi penting yang saling menguatkan, yaitu fungsi kebijakan makro untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan fungsi kebijakan mikro untuk mengembangkan dan mengawasi profesi keuangan. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.