Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Sabtu, 12 Juli 2025 | 10:31 WIB
RESENSI BUKU DDTC LIBRARY
Jum'at, 11 Juli 2025 | 20:15 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Jum'at, 11 Juli 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK
Kamis, 10 Juli 2025 | 19:30 WIB
TIPS PAJAK
Fokus
Reportase

Ketentuan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

A+
A-
1
A+
A-
1
Ketentuan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Ilustrasi.

SURAT ketetapan pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Ditjen Pajak (DJP) tidak selalu membuat jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak bertambah. Pada kondisi tertentu, ada pula SKP yang justru membuat wajib pajak berhak atas pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi pajak).

SKP yang menetapkan kelebihan pembayaran pajak itu disebut SKP Lebih Bayar (SKPLB). Ketentuan mengenai SKPLB diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU KUP).

Selain UU KUP, ketentuan mengenai SKPLB juga dapat mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 80 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (PMK 80/2023).

Baca Juga: SKPKB 2024 Capai Rp72 T dan US$722 Juta, Mayoritas Tak Disetujui WP

Berdasarkan kedua beleid tersebut, SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU KUP, direktur jenderal (dirjen) pajak setelah melakukan pemeriksaan dapat menerbitkan SKPLB apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

Dalam konteks ini, SKPLB tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT yang disampaikan wajib pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan restitusi pajak.

Baca Juga: Transaksi Jasa Intragrup? Wajib Pajak Perlu Pastikan dan Buktikan Ini

Selain itu, berdasarkan Pasal 17 ayat (2) UU KUP, dirjen pajak juga dapat menerbitkan SKPLB atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. SKPLB dalam konteks ini terbit setelah dirjen pajak meneliti kebenaran pembayaran pajak.

Kemudian, berdasarkan Pasal 17B UU KUP, dirjen pajak juga dapat menerbitkan SKPLB setelah melakukan pemeriksaan atas SPT yang menyatakan lebih bayar dengan disertai permohonan restitusi pajak.

Dengan demikian, SKPLB dapat diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian, tergantung pada konteksnya. Secara lebih terperinci, dirjen pajak menerbitkan SKPLB berdasarkan:

Baca Juga: 2024, Nilai Ketetapan Pajak yang Disengketakan Sudah Tembus Rp100 T

1. Hasil penelitian terhadap:

  • kebenaran pembayaran pajak atas permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) UU KUP terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
  • permintaan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah dibayar atas pembelian barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh turis asing yang tidak dikonsumsi di daerah pabean sebagaimana diatur dalam Pasal 17E UU KUP (VAT refund for tourist).

2. Hasil pemeriksaan terhadap:

  • SPT terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU KUP; atau
  • permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur Pasal 17B UU KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.

Ringkasnya, SKPLB yang terbit berdasarkan hasil penelitian adalah terkait dengan Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17E UU KUP. Sementara itu, SKPLB yang terbit berdasarkan hasil pemeriksaan adalah terkait dengan Pasal 17 ayat (1) dan Pasal 17B UU KUP.

Baca Juga: Early Bird Tinggal Hari Ini, Seminar Transfer Pricing Jasa Intragrup

Adapun SKPLB masih dapat diterbitkan lagi jika terdapat data baru dan/atau data yang semula belum terungkap. Atas data baru dan/atau data yang belum terungkap itu ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.

Kendati wewenang penerbitannya berada di dirjen pajak, Pasal 6 PMK 80/2023 memberikan ruang untuk dirjen pajak melimpahkan wewenang penerbitan SKPLB. Pelimpahan wewenang tersebut dilakukan dalam bentuk delegasi kepada pejabat di lingkungan DJP.

Apabila wajib pajak, setelah menerima SKPLB, menghendaki restitusi pajak maka harus mengajukan permohonan tertulis. Namun, jika wajib pajak bersangkutan ternyata memiliki utang pajak maka kelebihan pembayaran pajak akan digunakan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Selanjutnya, apabila masih terdapat sisa lebih barulah dikembalikan ke wajib pajak.

Baca Juga: Adakan Kelas Pajak, Fiskus Ulas Pemotongan Pajak oleh Rumah Sakit

Restitusi pajak tersebut ditetapkan paling lama 1 bulan. Untuk SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), jangka waktu 1 bulan itu dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang restitusi.

Selanjutnya, untuk SKPLB yang terb sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, jangka waktu 1 bulan dihitung sejak tanggal penerbitan SKPLB. Apabila restitusi pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 bulan tersebut maka wajib pajak berhak atas imbalan bunga. (sap)

Baca Juga: Apa Benar Tanggapan SPHP Kini Tidak Bisa Diperpanjang? Begini Faktanya

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : kelas pajak, pemeriksaan pajak, penetapan pajak, ketetapan pajak, SKPLB, surat ketetapan pajak lebih bayar

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 16 Mei 2025 | 19:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Wajib Pajak Hadapi Pemeriksaan Terfokus, Pahami Hak dan Kewajibannya

Kamis, 15 Mei 2025 | 14:00 WIB
KANWIL DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI

DPRD Minta Kanwil DJP Latih ASN Daerah soal Pemeriksaan dan Penagihan

Kamis, 15 Mei 2025 | 11:37 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Terakhir Hari Ini! Harga Early Bird Daftar Seminar Pemeriksaan Pajak

Rabu, 14 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Standar-Standar Pemeriksaan yang Menjadi Acuan Pemeriksa Pajak

berita pilihan

Minggu, 13 Juli 2025 | 20:38 WIB
TRANSAKSI JASA INTRAGRUP

Mitigasi Koreksi Transfer Pricing, Pahami soal Harga Jasa Intragrup

Minggu, 13 Juli 2025 | 15:00 WIB
PER-7/PJ/2025

Wanita Kawin Jadi Kepala Keluarga, Bagaimana NPWP dan DUK-nya?

Minggu, 13 Juli 2025 | 14:30 WIB
PER-8/PJ/2025

Dokumen yang Perlu Dilampirkan WP saat Ajukan Pembukuan Bahasa Inggris

Minggu, 13 Juli 2025 | 14:00 WIB
PER-10/PJ/2025

DJP Bisa Tukar 2 Jenis Data Ini dengan Negara Lain secara Otomatis

Minggu, 13 Juli 2025 | 11:30 WIB
KOTA PONTIANAK

Kejar Pendapatan Daerah, Wali Kota Sasar Pajak Resto hingga Hiburan

Minggu, 13 Juli 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Seputar Ketentuan Laporan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25

Minggu, 13 Juli 2025 | 10:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Tarif Trump Bikin Ketidakpastian Perdagangan Dunia, Begini Respons IMF

Minggu, 13 Juli 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Tertibkan Perbatasan dan Peredaran Barang Ilegal, Begini Langkah DJBC

Minggu, 13 Juli 2025 | 09:00 WIB
CORETAX SYSTEM

Kring Pajak Jelaskan Teknis Buat Faktur Pajak dengan Pembayaran Termin