Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan PKP Menurut VAT Directive

DALAM sistem pajak pertambahan nilai (PPN), pengusaha kena pajak (PKP) memiliki hak untuk mengkreditkan pajak masukan yang dibayar atas perolehan barang dan jasa. Prinsip yang mendasari adanya hak untuk mengkreditkan pajak masukan adalah prinsip netralitas.
Namun, pada praktiknya, prinsip netralitas terkait dengan hak pengkreditan pajak masukan tersebut tidak diterapkan sepenuhnya. Hampir seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan PPN di banyak negara secara jelas memuat aturan pembatasan hak pengkreditan pajak masukan.
Pertanyaannya, pajak masukan apa saja yang dapat dikreditkan? Ulasan tentang hal ini turut dimuat dalam buku Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai Edisi Kedua yang telah diterbitkan oleh DDTC. Buku ini memulai ulasan dengan melihat VAT Directive.
Dalam VAT Directive dijelaskan bahwa sepanjang barang atau jasa yang diperoleh PKP dimanfaatkan untuk tujuan penyerahan yang dikenai PPN, PKP tersebut berhak untuk mengkreditkan pajak masukan di negara tempat transaksi penyerahan terjadi.
Masih dalam VAT Directive, pajak masukan yang dapat dikreditkan terhadap pajak keluaran antara lain:
- pajak masukan yang dibayar di negara tempat transaksi terjadi;
- pajak masukan sehubungan dengan transaksi yang diperlakukan sebagai penyerahan barang atau jasa (deemed supplies) yang terutang PPN;
- pajak masukan sehubungan dengan perolehan barang antarnegara anggota Uni Eropa;
- pajak masukan sehubungan dengan transaksi yang diperlakukan sebagai perolehan barang antarnegara anggota Uni Eropa (deemed intra-community acquisition of goods);
- pajak masukan sehubungan dengan impor barang ke negara anggota Uni Eropa;
- pajak masukan untuk transaksi lainnya, yang PPN terutangnya semata-mata dibayar oleh konsumen melalui mekanisme reverse charge.
PKP berhak mengkreditkan pajak masukan sepanjang barang atau jasa yang dibelinya tersebut:
- digunakan untuk transaksi terkait kegiatan ekonomi yang dilakukan di negara non-Uni Eropa di mana pajak masukannya dibayar di negara tersebut;
- merupakan barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN;
- digunakan untuk transaksi keuangan yang dibebaskan dari PPN dengan syarat konsumen atas transaksi tersebut berasal dari negara non-Uni Eropa; atau
- digunakan untuk transaksi keuangan yang berhubungan secara langsung dengan barang yang di ekspor ke negara non-Uni Eropa.
Dalam konteks Indonesia, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 UU PPN, terdapat 3 prinsip dasar pengkreditan pajak masukan. Pertama, pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.
Kedua, pajak masukan sebelum PKP berproduksi dapat dikreditkan meskipun belum terjadi penyeragan yang terutang PPN oleh PKP. Ketiga, pajak masukan dapat dikreditkan jika perolehannya berkaitan langsung dengan kegiatan usaha yang melakukan penyerahan terutang PPN.
Ingin memahami lebih dalam soal pengkreditan pajak masukan, syarat-syaratnya, hingga studi komparatif dengan negara lain? Selengkapnya dapat Anda temukan dalam buku terbitan DDTC berjudul Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai Edisi Kedua.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.