Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Swafoto Ghozali dan Pajak

A+
A-
9
A+
A-
9
Swafoto Ghozali dan Pajak

SULTAN Gustaf Al Ghozali mendadak viral. Swafoto yang diabadikannya selama 5 tahun laku terjual dalam bentuk non-fungible token (NFT). Pemilik akun Ghozali Everyday pada OpenSea tersebut mendapat miliaran rupiah di tengah pandemi Covid-19.

Sebagai salah satu bentuk aset digital, NFT mulai sering diperbincangkan. Banyaknya masyarakat yang latah mengunggah swafoto, bahkan dengan KTP, tentu menjadi bukti masih minimnya pemahaman mengenai tren baru dari perkembangan teknologi digital tersebut.

Di sisi lain, melalui media sosial, Ditjen Pajak (DJP) ikut nimbrung untuk memberikan edukasi pajak. Taxmin mengingatkan Ghozali mengenai kewajiban pajak atas setiap penghasilan yang diterima. Tak menunggu lama, Ghozali juga langsung menyambangi kantor pajak untuk membuat NPWP.

Baca Juga: Protes Lonjakan Tagihan PBB-P2, Puluhan Orang Demo Kantor Bapenda

Ghozali tentu saja bukan orang pertama di Indonesia yang melakukan transaksi NFT. Namun, tidak dimungkiri, kemunculannya membuat masyarakat makin tertarik dengan NFT. Kondisi ini jelas memunculkan potensi yang besar dari sisi penerimaan pajak.

Sayangnya, hingga saat ini, pemerintah masih belum memiliki peraturan yang khusus memuat perlakuan pajak aset digital. Imbauan yang selama ini disampaikan ke publik sebatas pelaporan penghasilan secara mandiri (self-assessment) dan pengenaan pajak sesuai dengan ketentuan umum.

Imbauan itu mirip dengan awal mula kemunculan cryptocurrency, seperti Bitcoin, Ethereum, dan lainnya. Satu hal yang pasti, Indonesia sudah menetapkan aset kripto (crypto asset) sebagai komoditas, bukan alat pembayaran.

Baca Juga: Ajukan Permohonan Pindah Kantor Pajak, WP Perlu Lampirkan KTP Terbaru

Kemunculan aset digital atau aset kripto sekaligus menambah deretan tantangan pajak yang muncul dari perkembangan digitalisasi ekonomi. Persoalannya tidak lagi hanya menyangkut perusahaan-perusahaan multinasional, tetapi juga aktivitas perseorangan. Bisa jadi, makin kompleks.

Ketentuan umum pajak yang sudah ada kemungkinan besar tidak dapat menjawab tantangan itu. Apalagi, aset kripto bersifat anonim (semu) dan hibrida (misalnya, masuk instrumen keuangan dan aset tidak berwujud). Penentuan valuasinya juga sulit karena pergerakan nilai yang cepat.

Oleh karena itu, perlakuan khusus dari sisi pajak menjadi makin penting. Pemangku kebijakan perlu melakukan riset berbagai skema transaksi aset digital untuk dapat mengatur jenis pajak, subjek pajak, objek pajak, saat terutang pajak, cara penghitungan, tarif, dan sistem pelaporan.

Baca Juga: PPPK: Konsultan Pajak Berperan Penting dalam Peningkatan Tax Ratio

Laporan OECD bertajuk Taxing Virtual Currencies: An Overview of Tax Treatments and Emerging Tax Policy Issues juga memberikan wawasan mengenai perlunya diberikan perlakuan pajak yang sederhana untuk perdagangan atau pembelian kecil. Kepatuhan menjadi aspek yang dituju.

Sampai di sini kita melihat masih perlunya kepastian yang diberikan, baik bagi wajib pajak maupun pemerintah, terkait dengan perlakuan pajak aset digital. Perlakuan yang dimaksud di sini perlu dilihat dari 2 aspek, dari sisi kebijakan dan administrasi.

Tentu saja pemerintah dapat bekerja sama dengan penyedia platform atau pihak lain. Tidak dimungkiri, dalam fenomena sharing and gig economy, aktivitas atau transaksi yang terjadi sering kali melalui perantara.

Baca Juga: Cara Ajukan Permohonan Status Pemungut Bea Meterai Via Coretax

Untuk aspek ini, perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah memberikan wewenang kepada menteri keuangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak.

Bagaimanapun, selain kepastian, pengaturan mengenai perlakuan pajak aset digital juga penting untuk mencegah adanya aggressive tax planning. Tentu saja kita masih ingat OECD pernah menyebut digitalisasi ekonomi merupakan new shadow economy.

Meracik kebijakan pajak aset digital memang tidak mudah. Perlu kajian sejak dini dan terus-menerus dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Setidaknya, digitalisasi membuktikan hal yang awalnya tidak masuk akal, ternyata bisa terjadi hanya karena kesepakatan. Kembali lagi tengok fenomena swafoto Ghozali Everyday. (kaw)

Baca Juga: Alur Impor Barang Pindahan yang Bebas Bea Masuk

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : tajuk, tajuk pajak, fokus, aset kripto, aset digital, NFT, pajak, cryptocurrency, Ghozali Everyday

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 09 Mei 2025 | 16:03 WIB
PEMBARUAN SITUS WEB DDTC ACADEMY

Login Website DDTC Academy, Akses Ilmu Perpajakan dari Para Ahli

Jum'at, 09 Mei 2025 | 16:00 WIB
KPP PRATAMA SINTANG

Fiskus Edukasi Pedagang Emas Soal Mekanisme Faktur Pajak Digunggung

Jum'at, 09 Mei 2025 | 14:51 WIB
KONSULTASI PAJAK

Grup Dipecah, Cara Penerapan Ketentuan GMT Berubah?

berita pilihan

Sabtu, 10 Mei 2025 | 13:30 WIB
KABUPATEN JOMBANG

Protes Lonjakan Tagihan PBB-P2, Puluhan Orang Demo Kantor Bapenda

Sabtu, 10 Mei 2025 | 12:15 WIB
KONGRES AKP2I

PPPK: Konsultan Pajak Berperan Penting dalam Peningkatan Tax Ratio

Sabtu, 10 Mei 2025 | 12:00 WIB
TIPS PAJAK

Cara Ajukan Permohonan Status Pemungut Bea Meterai Via Coretax

Sabtu, 10 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Alur Impor Barang Pindahan yang Bebas Bea Masuk

Sabtu, 10 Mei 2025 | 10:45 WIB
KONGRES AKP2I

Pemilihan Ketum Periode 2025-2030, AKP2I Gelar Kongres

Sabtu, 10 Mei 2025 | 10:30 WIB
PROVINSI JAWA BARAT

Ada Pemutihan Pajak Kendaraan, Samsat Induk Tetap Buka hingga Minggu

Sabtu, 10 Mei 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kemenkeu Libatkan PPPK untuk Perkuat Joint Program

Sabtu, 10 Mei 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Putus Rantai Kemiskinan, 100 Sekolah Rakyat Akan Dibangun Tiap Tahun

Sabtu, 10 Mei 2025 | 09:00 WIB
KOTA SUKABUMI

Sukabumi Akan Pajaki Kedai Kopi, Tarifnya 5%