Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 29 Mei 2025 | 13:00 WIB
KELAS PENETAPAN DAN KETETAPAN PAJAK (1)
Rabu, 28 Mei 2025 | 18:00 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Selasa, 27 Mei 2025 | 09:10 WIB
LAPORAN FOKUS
Komunitas
Selasa, 27 Mei 2025 | 13:32 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR
Senin, 26 Mei 2025 | 09:27 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Kamis, 22 Mei 2025 | 10:30 WIB
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BULUKUMBA
Fokus
Reportase

Bijak Melihat Pemutihan Pajak: Jangan Cuma Cara Instan Raup Penerimaan

A+
A-
0
A+
A-
0
Bijak Melihat Pemutihan Pajak: Jangan Cuma Cara Instan Raup Penerimaan

Ilustrasi.

ADA tren menarik yang terbaca oleh tim redaksi DDTCNews dalam beberapa bulan terakhir. Berdasarkan database pemberitaan, terlihat bahwa topik-topik mengenai pemutihan pajak daerah atau keringanan pembayaran pajak daerah mulai menarik minat publik.

Berbeda dengan tahun lalu, informasi mengenai jadwal pelaksanaan pemutihan pajak daerah, termasuk atas pajak kendaraan bermotor atau pajak bumi dan bangunan (PBB), kini lebih banyak dibaca.

DDTCNews mencatat ada lebih dari 30 artikel tentang pemutihan pajak selama Maret-Mei 2025. Seluruh artikel itu berhasil menarik lebih dari 1,2 juta impressions atau tayangan di layar pembaca.

Baca Juga: DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Kolom komentar di artikel-artikel yang memuat informasi pemutihan pajak pun ramai terisi ketikan netizen. Pada artikel berjudul Ada Pemutihan Mulai 1 Mei, Seluruh Denda dan Pokok Tunggakan Dihapus misalnya, warganet ramai-ramai mengomentari kebijakan yang digulirkan Pemprov Lampung itu.

"Orang mau bayar pajak mestinya jangan dihambat. Kalau dipersulit ya mending tidak usah bayar," tulis sebuah akun.

"Prettt! yang menunggak diistimewakan. Yang taat pajak malah diperbanyak pungli [pungutan liar]. Pajak kendaraan yang biasanya kita bayar 6 ratusan [ribu rupiah] sekarang 1 juta lebih," tulis akun lainnya.

Baca Juga: Tagih Utang Pajak Daerah Rp22 Miliar, Pemda Gandeng Kejaksaan

Isu pemutihan pajak sebenarnya bukan hal baru. Bak lomba tujuh-belasan, pemutihan pajak seolah menjadi agenda tahunan bagi banyak pemerintah daerah. Hanya saja, momentum pemutihan pajak kali ini lebih banyak mendapat sorotan karena turut dipromosikan oleh kepala daerah baru yang belum setahun menjabat.

Popularitas pemutihan pajak membuat warga pemilik kendaraan berbondong-bondong mendatangi kantor Samsat di sejumlah wilayah.

Di Depok, Jawa Barat misalnya, antrean kendaraan roda dua mengular dari pintu masuk Samsat hingga lokasi cek fisik motor. Mereka berebut slot untuk membebaskan tunggakan pajak kendaraan bermotor dan denda SWDKLLJ hingga tahun pajak 2024.

Baca Juga: Pemda Didorong Beri Insentif Pajak untuk Atasi Masalah Sampah

Ramainya masyarakat yang memanfaatkan pemutihan pajak tentu selaras dengan target pemerintah daerah. Pemutihan pajak dianggap menjadi jalan singkat bagi pemerintah daerah untuk menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Ketimbang menegakkan sanksi dan mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk meningkatkan kesadaran warga dalam membayar pajak, bebaskan saja tunggakannya.

Apakah cara ini efektif mendongkrak PAD? Sejauh ini belum ada indikator baku dari pemerintah pusat atau daerah yang menentukan tingkat kesuksesan program pemutihan pajak.

Hampir di semua implementasinya, mengutip dari pemberitaan di daerah-daerah, kesuksesan program pemutihan selalu diukur dengan jumlah kendaraan yang memanfaatkan pemutihan atau nilai penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) selama periode pemutihan.

Baca Juga: Kemenkeu: Kepatuhan Pajak Orang Berpenghasilan Besar Diawasi Ketat

Kabupaten Semarang, Jawa Tengah misalnya, mencatatkan adanya lonjakan penerimaan PKB hingga 2 kali lipat selama periode pemberian pemutihan pajak.

Pada hari biasa, jumlah kendaraan yang membayar pajak rata-rata sebanyak 1.300 hingga 1.500 unit. Selama periode pemutihan pajak, jumlahnya melonjak hingga 3.000 kendaraan per hari. PAD yang terhimpun setiap harinya dari program pemutihan pajak bisa mencapai Rp900 juta.

Kalau membaca angka-angka pencapaian tersebut, jelas bahwa pemutihan pajak memang memberikan kenaikan penerimaan bagi daerah. Namun, kebijakan ini berpotensi memunculkan moral hazard (Bawono, 2022). Dengan pemutihan pajak yang nyaris rutin, wajib pajak daerah hanya akan patuh pajak jika skema pemutihan diberlakukan.

Baca Juga: Sidak Tempat Hiburan, Pemkot Dapati Masih Ada WP Tak Patuh Bayar Pajak

Dalam konteks kepatuhan, artinya pemutihan pajak yang dilakukan justru berisiko menggerus kepatuhan jangka panjang. Pada tahun berjalan, bisa saja pendapatan yang diperoleh daerah naik signifikan. Namun, pada tahun-tahun berikutnya muncul risiko stagnansi kinerja penerimaan pajak daerah. Alasannya, itu tadi, wajib pajak cenderung memilih menunggu ada pemutihan.

Omerod (2002) juga menilai konsep pemutihan kewajiban fiskal, apapun bentuknya, adalah kebijakan yang buruk. Pemutihan dianggap bisa mendorong manusia untuk terus ingin berutang.

Memandang pemutihan pajak memang perlu menggunakan kacamata yang lebih lebar. Alih-alih kepatuhan membaik, bisa malah memburuk.

Baca Juga: Lokasi Usaha WP Ditandain Petugas Pajak dan Asetnya Difoto, Buat Apa?

Optimalisasi Pajak Daerah yang Ideal

Bagi pemerintah daerah, pemungutan pajak daerah menjadi salah satu strategi yang ditempuh untuk mencapai target PAD. Pemenuhan PAD sekaligus menjadi upaya pemerintah daerah untuk mengurangi ketergantungan atas aliran dana dari pemerintah pusat.

Masih lemahnya kinerja pajak daerah jika dibandingkan dengan level nasional tidak hanya terjadi di Indonesia. Di sebagian besar negara berkembang, kontribusi pajak daerah hanya berkisar di level 10% dari total penerimaan pajak (Richard, 1999).

Di Indonesia, selama 2015-2019, kontribusi dana perimbangan dari pusat masih mendominasi total pendapatan daerah dengan rata-rata sebesar 58% (Kristiaji, Vissaro, Ayumi; 2021).

Baca Juga: DJP Awasi dan Periksa Influencer, Ini Kata Staf Ahli Menkeu

Dengan fenomena ini, penerimaan dari pemungutan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) menjadi salah satu kontributor terbesar PAD. Karenanya, program pemutihan pajak daerah, khususnya untuk PKB dan BBNKB, menjadi exit strategy bagi pemerintah daerah untuk memastikan kebutuhan anggarannya terpenuhi.

Namun, pemutihan bukan solusi utama dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah. Darussalam, Septriadi, dan Kristiaji (2022) melalui Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan Atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional, menyodorkan beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan pemerintah daerah untuk mengamankan PAD-nya.

Pertama, penguatan administrasi badan yang bertugas memungut pajak daerah, baik secara kelembagaan atau teknologi. Penguatan administrasi harus berorientasi terhadap pelayanan, kemudahan, kepastian hukum, sekaligus berintegritas.

Baca Juga: Restoran Lalai Setor Pajak, Pemda Gencarkan Pendataan dan Penagihan

Sementara itu, penguatan teknologi merupakan digitalisasi layanan dan pengawasan dalam pemungutan pajak. Misalnya, pemanfaatan tapping box, pengembangan sistem pembayaran pajak berbasis online, hingga pendataan wajib pajak daerah yang terdigitalisasi.

Kedua, evaluasi kinerja pajak daerah yang terukur. Evaluasi kinerja pajak daerah ini menjadi salah satu acuan bagi pemerintah daerah dalam mengukur efisiensi, keluaran, dan dampak dari sebuah kebijakan yang diambil. Termasuk, dalam hal pelaksanaan pemutihan pajak.

Di samping itu, pemerintah daerah berlum lebih realistis dalam menyusun rencana anggarannya. Pemda perlu memastikan penganggaran penerimaan pajak daerah dilakukan dengan memperhatikan kondisi makroekonomi terkini (Bawono, 2022).

Baca Juga: Dirjen Pajak Baru, Jangan Terlalu Risau Bikin Target dan Program Baru

Tak cuma itu, analisis potensi pajak dan retribusi daerah juga perlu menjadi ihwal yang perlu diperhatikan oleh pemda dalam menetapkan target penerimaan pajak. Hal ini sudah diatur dalam Pasal 102 ayat (1) UU HKPD.

Dalam menyusun rencana anggaran, pemda perlu mempertimbangkan kondisi makroekonomi daerah yang meliputi banyak aspek, di antaranya struktur ekonomi daerah, proyeksi pertumbuhan ekonomi, hingga daya saing daerah.

Pada akhirnya, pemerintah daerah perlu lebih menajamkan rencana penganggarannya, termasuk dalam hal memberikan pemutihan pajak. Program ini ini hendaknya tidak menjadi satu-satunya exit plan pemerintah untuk mengejar pendapatan.

Baca Juga: ‘Daripada Bikin Gebrakan, Lebih Baik Kebijakan yang Ajeg dan Kontinu’

Luitel (2014) dalam buku Is Tax Amnesty a Good Tax Policy? Evidence from State Tax Amnesty Programs in the United States menyodorkan kesimpulan bahwa kebijakan pemutihan pajak bukan merupakan kebijakan pajak yang baik.

Ada 2 alasan yang di baliknya. Pertama, pemutihan pajak tidak mengumpulkan penerimaan pajak yang substansial dalam jangka pendek. Kedua, kebijakan ini memunculkan konsekuensi bagi wajib pajak, yakni sikap menunda-nunda pembayaran pajak dan memilih menunggu adanya pemutihan.

Pemutihan pajak tentu boleh-boleh saja diberikan, toh memang sudah tersedia ruangnya melalui UU HKPD. Namun, strategi lainnya guna mengoptimalkan PAD tetap perlu dijalankan. Jangan sampai pemutihan pajak terbatas menjadi agenda ad hoc dengan tujuan jangka pendek.

Baca Juga: Mendengar Harapan Publik untuk Dirjen Pajak yang Baru

Jangan sampai pula, wajib pajak daerah nanti bermalas-malasan membayar pajak dan berpikir, 'Mending tunggu ada pemutihan saja!' (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : Laporan Fokus, pemutihan pajak, pajak daerah, pajak kendaraan bermotor, kepatuhan pajak, UU HKPD

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 22 Mei 2025 | 12:30 WIB
KABUPATEN LOMBOK UTARA

Jadi Korban Oknum yang Mengatasnamakan Bapenda, Hotel Ini Rugi Rp1,2 M

Kamis, 22 Mei 2025 | 10:00 WIB
KABUPATEN LAMPUNG BARAT

Pengusaha Ogah Pakai Tapping Box, Pemkab Ancam Cabut Izin Usaha

Rabu, 21 Mei 2025 | 19:00 WIB
KEM-PPKF 2026

Dorong Pemda Optimalkan Pajak Daerah, Pemerintah Susun 6 Strategi

berita pilihan

Jum'at, 30 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

DJP Bakal Layangkan Surat Teguran dan Tagihan ke Wajib Pajak

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA

Setoran Penerimaan Pajak di Jakarta Turun 5 Persen, PPN Paling Anjlok

Jum'at, 30 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Tugas dan Fungsi Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Bikin Faktur Pajak Lewat Aplikasi Lama, PER-03/PJ/2022 Tetap Berlaku

Jum'at, 30 Mei 2025 | 10:00 WIB
AFRIKA SELATAN

Ditolak Rakyat, Negara Ini Batalkan Rencana Kenaikan PPN

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:45 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Penyerahan CPO

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:00 WIB
PMK 34/2025

Bawa Hadiah Lomba dari Luar Negeri, Kini Bebas Bea Masuk dan PDRI

Jum'at, 30 Mei 2025 | 08:30 WIB
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN II

Hingga April 2025, Penerimaan Pajak DJP Jaksel II Capai Rp23 Triliun

Jum'at, 30 Mei 2025 | 08:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kemendagri Sebut Makan Bergizi Gratis Tak Perlu Dukungan APBD

Jum'at, 30 Mei 2025 | 07:00 WIB
PMK 34/2025

Barang Bawaan Jemaah Haji Hingga US$2.500 Kini Bebas Bea Masuk