Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:17 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:33 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA
Kamis, 12 Juni 2025 | 12:31 WIB
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kamis, 12 Juni 2025 | 09:33 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Fokus
Reportase

Tak Adopsi Pajak Minimum Global, AS Pilih Pertahankan GILTI

A+
A-
0
A+
A-
0
Tak Adopsi Pajak Minimum Global, AS Pilih Pertahankan GILTI

Ilustrasi.

WASHINGTON D.C., DDTCNews - Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) mendorong adanya koeksistensi antara global intangible low taxed income (GILTI) yang diterapkan AS dan global anti base erosion (GloBE) yang dirancang oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Deputi Kementerian Keuangan AS Derek Theurer mengatakan mendorong negara-negara Inclusive Framework untuk mengakui GILTI. Menurutnya, GILTI bisa diberlakukan berdampingan dengan pajak minimum global berdasarkan GloBE yang diberlakukan oleh yurisdiksi lainnya.

"Ini adalah langkah untuk mempertahankan manfaat dari 2 sistem pajak minimum global. Skema ini diperlukan untuk menjaga kedaulatan pajak, membatasi jumlah sengketa, dan memungkinkan adanya diskusi dalam forum multilateral," ujar Theurer, dikutip pada Rabu (30/4/2025).

Baca Juga: Bangun Infrastruktur Nasional, Prabowo Akan Libatkan Swasta

Kepastian perpajakan internasional akan tercipta dengan mengakui koeksistensi antara GILTI dan GloBE.

Lebih lanjut, Theurer mengatakan GILTI sudah berlaku di AS selama 8 tahun. Menurut Theurer, GILTI adalah instrumen yang efektif untuk menangani praktik base erosion and profit shifting (BEPS) di AS.

Meski AS tidak mengadopsi GloBE, Theurer mengatakan AS akan tetap aktif dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Inclusive Framework guna menciptakan sistem perpajakan internasional yang lebih stabil.

Baca Juga: Pembebasan Bea Masuk atas Hadiah Lomba yang Dibawa dari Luar Negeri

"Kami berupaya untuk mendapatkan persetujuan dari negara-negara bahwa ini [koeksistensi GILTI dan GloBE] adalah jalan ke depan," kata Theurer seperti dilansir Tax Notes International.

Sebagai informasi, AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump memilih untuk menarik seluruh persetujuan yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas GloBE dan Pilar 1: Unified Approach.

"Segala komitmen yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas nama AS berkenaan dengan global tax deal tidak memiliki kekuatan hukum di AS, kecuali bila ada tindakan dari Kongres AS yang mengadopsi ketentuan yang relevan dari global tax deal," ungkap White House melalui keterangan resmi yang dirilis pada 21 Januari 2025.

Baca Juga: IEU-CEPA Dipercaya Bisa Tingkatkan PDB dan Ekspor Indonesia

AS lebih memilih untuk menerapkan GILTI, rezim pajak yang diberlakukan atas perusahaan AS yang memiliki controlled foreign company (CFC). GILTI diberlakukan sejak 2017 guna mencegah praktik penggeseran laba melalui pemindahan aset tidak berwujud ke negara negara.

Adapun GloBE adalah rezim pajak minimum global dengan tarif minimum sebesar 15% yang sudah disepakati sebagai common approach oleh yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework.

Sebagai common approach, yurisdiksi-yurisdiksi bisa mengadopsi dan menerapkan GloBE rules tanpa perlu menunggu adanya penandatangan dan ratifikasi perjanjian internasional atau sejenisnya. (dik)

Baca Juga: Dibuka Prabowo, Ada Fasilitas Kepabeanan untuk Indo Defence 2025 Expo

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : AS, GILTI, konsensus pajak global, pajak minimum global, pajak korporasi, OECD, Pilar 2

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 13 Juni 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

DJP Revisi Peraturan terkait Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak

Kamis, 12 Juni 2025 | 19:00 WIB
PER-7/PJ/2025

Konsultan Pajak yang Mau Jadi Kuasa Harus Tambah Status Lewat Coretax

Kamis, 12 Juni 2025 | 18:30 WIB
PER-7/PJ/2025

Aturan Baru PKP di Kantor Virtual, Masa Transisi hingga Desember 2025

berita pilihan

Sabtu, 14 Juni 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bangun Infrastruktur Nasional, Prabowo Akan Libatkan Swasta

Sabtu, 14 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Pembebasan Bea Masuk atas Hadiah Lomba yang Dibawa dari Luar Negeri

Sabtu, 14 Juni 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

IEU-CEPA Dipercaya Bisa Tingkatkan PDB dan Ekspor Indonesia

Sabtu, 14 Juni 2025 | 09:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

Dibuka Prabowo, Ada Fasilitas Kepabeanan untuk Indo Defence 2025 Expo

Sabtu, 14 Juni 2025 | 09:00 WIB
PER-7/PJ/2025

PER-7/PJ/2025 Perinci Kriteria dan Syarat Penetapan WP Nonaktif

Sabtu, 14 Juni 2025 | 08:30 WIB
KABUPATEN BANGKA SELATAN

Kejar Target PAD Rp100 Miliar, Pemkab Andalkan PBJT dan Opsen Pajak

Sabtu, 14 Juni 2025 | 08:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sering Disorot di Medsos, Sri Mulyani Minta Ini pada Pejabat DJP-DJBC

Sabtu, 14 Juni 2025 | 07:30 WIB
WEEKLY TAX NEWS ROUNDUP

Aspiring to Become Attorneys, Tax Consultants Must Apply via Coretax

Sabtu, 14 Juni 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Mau Jadi Kuasa, Konsultan Pajak Harus Ajukan Status Lewat Coretax