Spanyol hingga Prancis Berencana Kenakan Pajak atas Jet Pribadi

Ilustrasi. (foto: dhs.gov)
SEVILLE, DDTCNews - Sejumlah negara berencana mengenakan pajak kepada penumpang penerbangan kelas premium dan jet pribadi sebagai upaya pengumpulan dana untuk program mitigasi perubahan iklim.
Pengenaan pajak atas jet pribadi juga menjadi bentuk solidaritas setelah banyak negara kaya menyetop bantuan untuk aksi iklim. Negara yang berencana mengenakan pajak atas jet pribadi antara lain Spanyol, Prancis, Kenya, dan Barbados.
"Tujuannya untuk membantu meningkatkan perpajakan hijau dan menumbuhkan solidaritas internasional dengan mendorong sistem pajak yang lebih progresif dan harmonis," bunyi pernyataan kantor Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez, dikutip pada Selasa (1/7/2025).
Rencana pengenaan pajak atas jet pribadi ini mencuat dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (KTT PBB) yang diadakan setiap dekade pada 30 Juni-3 Juli 2025, di Seville, Spanyol.
Dalam pertemuan ini dibahas beberapa persoalan seperti penanganan kemiskinan dan aksi iklim. Beberapa negara pun berupaya mencari sumber penerimaan baru, termasuk dengan mengenakan pajak pada industri yang mencemari lingkungan.
Secara terpisah, Global Solidarity Levies Task Force menyatakan Komisi Eropa bakal memberikan dukungan teknis kepada negara-negara berkembang yang berencana mengenakan pajak atas jet pribadi seperti Sierra Leone, Benin, Antigua and Barbuda, dan Somalia.
Task force tersebut diluncurkan pada November 2023 untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk perpajakan baru yang dapat mendukung upaya negara-negara berkembang melakukan dekarbonisasi dan melindungi diri mereka dari dampak perubahan iklim.
Selain penerbangan, task force dalam laporannya baru-baru ini juga mengkaji sektor-sektor lain yang berpotensi dikenakan pajak lebih besar antara lain jasa pengiriman, minyak dan gas, mata uang kripto, dan orang-orang superkaya.
Presiden Kenya William Ruto menyebut ide perluasan objek pajak tersebut kebanyakan memang bukan hal baru karena sejumlah negara telah menerapkannya. Namun, belum semua negara tergerak untuk mengadopsinya.
"Yang kita butuhkan di sini adalah kemauan politik. Kita tidak dapat terus berbicara tentang perubahan tanpa menerapkannya. Dunia sedang mengamati dan mengharapkan hasil yang nyata," ujarnya dilansir straitstimes.com. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.