Suami Istri Pengusaha tapi NPWP Terpisah, Bagaimana Penentuan PKP-nya?

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Contact center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak memberikan penjelasan terkait dengan kewajiban untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) bagi pengusaha dengan NPWP suami istri yang terpisah.
Sesuai dengan PMK 68/2010 s.t.d.t.d PMK 197/2013, pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha yang apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4,8 miliar.
“Jika suami istri memiliki NPWP masing-masing karena PH/MT maka penentuan peredaran brutonya tidak digabung dan dihitung masing-masing. Jika omzet masing-masing belum melebihi Rp4,8 miliar maka tidak wajib dikukuhkan sebagai PKP,” jelas Kring Pajak di media sosial, Selasa (1/7/2025).
Untuk diperhatikan, jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto yang dimaksud ialah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Berdasarkan PER-7/PJ/2025, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN.
Pengusaha yang melakukan penyerahan dan/atau ekspor yang dikenai PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Kewajiban ini tidak berlaku bagi pengusaha kecil—pengusaha dengan omzet tahunan hingga Rp4,8 miliar.
Namun, pengusaha kecil dapat memilih untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, kecuali yang diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan dan/atau ekspor sebagaimana diatur dalam UU PPN dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.