Tambah Impor Kapas dari AS, Asosiasi Tekstil Khawatirkan Biaya Tinggi

Ilustrasi. Perajin memintal kapas untuk dijadikan benang kain Sekomandi pada acara Manakarra Fair 2025 di Mall Maleo Town Square Mamuju, Sulawesi Barat, Jumat (11/7/2025). ANTARA FOTO/ Akbar Tado/sgd
JAKARTA, DDTCNews – Kewajiban menambah impor bahan baku seperti kapas dari AS menyusul adanya kesepakatan tarif resiprokal Indonesia-AS berpotensi membuat biaya modal pelaku industri dalam negeri melonjak.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana mengaku khawatir kenaikan impor kapas dari AS tersebut membuat biaya modal industri tekstil dan produk tekstil (TPT) melonjak.
"Salah satu kesepakatan untuk mendukung misi negosiasi tarif dengan AS ialah asosiasi tekstil harus berkomitmen untuk membeli lebih banyak dari AS. Konsekuensinya harga lebih mahal, logistik lebih tinggi," katanya, dikutip pada Minggu (27/7/2025).
Danang menjelaskan lonjakan biaya modal yang dialami industri TPT tersebut akan berasal dari harga komoditas kapas dan biaya logistik yang lebih tinggi.
Padahal, sambungnya, impor kapas dari AS jumlahnya turun beberapa tahun terakhir ini lantaran kapasitas produksi industri TPT menurun. Di samping itu, pelaku industri memiliki opsi negara tujuan impor lain yang menyediakan bahan baku kapas lebih murah.
"Kapasitas produksi yang berbahan pure cotton kita menurun, dan itu jadi salah satu teguran dari USTR [US Trade Representative]. Kenapa menurun, karena kita impor juga dari banyak negara yang relatif lebih murah," tuturnya.
Danang menuturkan AS menganggap penurunan impor itu sebagai masalah sehingga menerapkan tarif impor tinggi kepada Indonesia. Adapun menaikkan tarif tersebut juga menjadi salah satu langkah AS untuk mempersempit defisit neraca perdagangan dengan Indonesia.
Meski begitu, API sepakat untuk membeli kapas dari AS walaupun harganya bakal lebih mahal guna memuluskan negosiasi. Ini juga menjadi bahan negosiasi pemerintah dengan AS sebelum meneken kesepakatan tarif bea masuk sebesar 19%.
Ke depan, Danang berharap pemerintah bisa memperjuangkan tarif bea keluar 0% untuk komoditas tekstil dan produk tekstil yang diekspor ke mancanegara. Menurutnya, ini perlu dilakukan mengingat petani Indonesia juga masih memproduksi kapas.
Dia menambahkan industri TPT tetap berkomitmen mengimpor kapas dari AS. Lalu, kapas dipintal menjadi benang dan akhirnya menjadi kain dan baju atau produk tekstil lainnya, untuk kemudian diekspor kembali ke AS.
"Ini kan dari permintaan dari AS juga, kalau cotton sepenuhnya ambil dari sana, mereka akan membantu melobi sehingga Indonesia tidak terkena tarif tambahan itu," ujar Danang. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.