Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Turuti AS, Uni Eropa Pertimbangkan Revisi Pajak Minimum Global

A+
A-
0
A+
A-
0
Turuti AS, Uni Eropa Pertimbangkan Revisi Pajak Minimum Global

Ilustrasi.

BRUSSELS, DDTCNews - Uni Eropa berencana untuk merevisi ketentuan pajak minimum global guna memenuhi tuntutan Amerika Serikat (AS).

Polandia selaku presidensi Uni Eropa telah menyiapkan 3 opsi revisi ketentuan pajak minimum global. Opsi pertama yang dipertimbangkan oleh Uni Eropa adalah merevisi perlakuan global anti base erosion (GloBE) rules atas kredit pajak.

Relaksasi perlakuan GloBE rules atas kredit pajak diperlukan mengingat mayoritas insentif kredit pajak yang diberlakukan oleh AS bukanlah qualified refundable tax credit (QRTC). Oleh karena insentif dimaksud tidak dianggap sebagai QRTC, perusahaan AS berpotensi memiliki tarif pajak efektif yang lebih rendah dari 15% dan dikenai top-up tax oleh yurisdiksi lain.

Baca Juga: Masuk 1 Dekade, FIA UI Berkomitmen Bangun Inovasi untuk Masyarakat

"Hal yang terpenting bila opsi ini diambil adalah mencegah timbulnya celah hukum," bunyi dokumen yang disiapkan oleh Polandia dilansir Tax Notes International, dikutip Senin (5/5/2025).

Opsi kedua yang dipertimbangkan oleh Uni Eropa adalah membatasi implementasi undertaxed payment rule (UTPR). Uni Eropa mempertimbangkan untuk memperpanjang jangka waktu transitional UTPR safe harbour. Bahkan, Uni Eropa juga membuka opsi menghapus mekanisme UTPR dari GloBE rules.

Saat ini, transitional UTPR safe harbour masih berlaku hingga 2026. Dengan safe harbour tersebut, top-up tax berdasarkan UTPR dianggap 0 bila ultimate parent entity (UPE) dari grup perusahaan multinasional berada di negara dengan tarif PPh badan sebesar 20% atau lebih.

Baca Juga: Berapa Lama Masa Berlaku Surat Bebas Pemotongan PPh oleh Pihak Lain?

Opsi ketiga yang dipertimbangkan oleh Uni Eropa adalah menyetarakan global intangible low-taxed income (GILTI) yang diberlakukan AS dengan income inclusion rule (IIR) dalam GloBE rules. GILTI bisa dianggap setara dengan IIR melalui revisi atas Pasal 52 dari directive pajak minimum global yang telah ditetapkan Uni Eropa.

Saat ini, directive Uni Eropa menyatakan bahwa ketentuan yurisdiksi non-anggota Uni Eropa bisa dianggap setara IIR bila, pertama, ketentuan mewajibkan entitas induk untuk menghitung dan membayar top-up tax sehubungan dengan entitas konstituen yang dikenai pajak rendah.

Kedua, ketentuan dimaksud memberlakukan pajak minimum dengan tarif efektif setidaknya sebesar 15%. Ketiga, ketentuan dimaksud mewajibkan penerapan jurisdictional blending dalam penghitungan tarif pajak efektif.

Baca Juga: Webinar DDTC Academy soal Rekonsiliasi PPh Diikuti 61 Orang

Bila Pasal 52 tidak direvisi, GILTI tidak bisa dianggap setara dengan IIR mengingat penghitungan tarif pajak efektif dalam GILTI dilakukan secara worldwide, bukan per yurisdiksi melalui jurisdictional blending.

Sebagai informasi, AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump memilih untuk menarik seluruh persetujuan yang dibuat oleh pemerintahan sebelumnya atas GloBE dan Pilar 1: Unified Approach.

Kementerian Keuangan AS mengungkapkan pemerintahan Presiden Donald Trump lebih memilih untuk menerapkan GILTI ketimbang mengadopsi pajak minimum global berdasarkan GloBE rules. Menurut Deputi Kementerian Keuangan AS Derek Theurer, GILTI dan GloBE rules bisa diterapkan secara bersamaan.

Baca Juga: Cara Ajukan SKB Pemotongan PPh bagi WP yang Rugi Fiskal via Coretax

"Kami berupaya untuk mendapatkan persetujuan dari negara-negara bahwa ini [koeksistensi GILTI dan GloBE] adalah jalan ke depan," kata Theurer. (dik)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : uni eropa, pajak minimum global, pilar 2, konsensus pajak global, as

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 25 Juni 2025 | 18:00 WIB
PER-11/PJ/2025

SPT Era Coretax Standarkan Lampiran Penghitungan Fasilitas Pasal 31E

Rabu, 25 Juni 2025 | 16:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Pembetulan SPT Masa PPh 21 atau Unifikasi Bikin LB, Ini Implikasinya

Rabu, 25 Juni 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

E-Seal Dipakai untuk Pengangkutan Barang Impor-Ekspor, Ini Kata DJBC

Rabu, 25 Juni 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Imbau Pemda, Bappenas: Perencanaan Daerah Harus Selaras dengan Pusat

berita pilihan

Kamis, 26 Juni 2025 | 19:00 WIB
PER-8/PJ/2025

Berapa Lama Masa Berlaku Surat Bebas Pemotongan PPh oleh Pihak Lain?

Kamis, 26 Juni 2025 | 18:39 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE WEBINAR

Webinar DDTC Academy soal Rekonsiliasi PPh Diikuti 61 Orang

Kamis, 26 Juni 2025 | 17:33 WIB
UNIVERSITAS INDONESIA

DDTC Sabet 2 Penghargaan dari FIA UI

Kamis, 26 Juni 2025 | 17:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Tutup Celah Shadow Economy, Marketplace Perlu Jadi Pemungut Pajak

Kamis, 26 Juni 2025 | 17:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Penjualan Barang ke Pemerintah, Apakah Perlu Membuat SSP PPh Pasal 22?

Kamis, 26 Juni 2025 | 16:30 WIB
PER-11/PJ/2025

Ingat! Keterangan Uang Muka di Faktur Pajak Diisi Tanpa Ditambah PPN

Kamis, 26 Juni 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Marketplace Bakal Pungut PPh 22, WP OP UMKM Bisa Tetap Bebas Pajak

Kamis, 26 Juni 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Badan Akibat Koreksi Biaya Intercompany