Ada Pungutan PPh Pasal 22, DJP Akan Tunjuk Marketplace Besar Dulu

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) tidak akan langsung mewajibkan penyedia marketplace untuk memungut PPh Pasal 22 atas peredaran bruto yang diterima pedagang dalam negeri dari marketplace.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan penyedia marketplace akan ditunjuk secara bertahap melalui penerbitan keputusan dirjen pajak. Menurutnya, penunjukan akan dilakukan atas marketplace besar terlebih dahulu.
"Kalau yang baru berdiri belum kita tunjuk. Marketplace yang baru berdiri, belum banyak yang jualan di situ, itu tidak kita tunjuk. Kita tahu yang besar-besar siapa," ujar Yoga, dikutip pada Selasa (15/7/2025).
Yoga mengatakan penunjukan akan dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan penyedia marketplace. DJP akan menyiapkan aplikasi khusus bagi penyedia marketplace dan memberikan waktu kepada penyedia marketplace untuk mempersiapkan diri selama beberapa bulan.
Menurut Yoga, penunjukan marketplace sebagai pihak lain yang harus memungut PPh Pasal 22 akan dilakukan layaknya penunjukan pemungut PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), yang berjalan sejak 2020.
"Jadi skemanya sama. Kita ambil dulu yang besar, lalu melebar ke yang seterusnya. Kita akan melihat data-datanya. Kalau yang ditetapkan pemungut hanya yang besar, nanti [pedagang] pindah semua ke yang kecil, sedangkan yang besar rugi," ujar Yoga.
Penyedia marketplace bakal ditunjuk untuk memungut PPh Pasal 22 bila memenuhi kriteria pada Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 37/2025, yakni menggunakan escrow account untuk menampung penghasilan dan memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut:
- memiliki nilai transaksi dengan pemanfaat jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi di Indonesia melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan; dan/atau
- memiliki jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam 12 bulan.
Batas nilai transaksi dan/atau traffic akan ditetapkan oleh dirjen pajak selaku pihak yang memperoleh delegasi dari menteri keuangan.
"Nanti ditetapkan oleh dirjen pajak. [Nilainya] kira-kira sama dengan yang PPN PMSE, yaitu transaksinya Rp600 juta setahun atau Rp50 juta per bulan dan diakses oleh masyarakat sebanyak 12.000 setahun. Kita buat sama. Dalam skema perdirjen nanti, dirjen pajak bisa menunjuk. Namun, kalau ada yang belum sebesar itu tapi mau ditunjuk, bisa voluntary mengajukan kepada dirjen pajak untuk ditunjuk sebagai pemungut," ujar Yoga.
Sebagai informasi, pemerintah resmi mewajibkan penyedia marketplace selaku pihak lain untuk memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,5% dari peredaran bruto yang diterima pedagang dalam negeri yang tercantum dalam dokumen tagihan, tidak termasuk PPN dan PPnBM. PPh Pasal 22 terutang saat pembayaran diterima oleh penyedia marketplace.
Bagi pedagang dalam negeri yang menghitung dan membayar PPh sesuai dengan ketentuan umum, PPh Pasal 22 yang dipungut penyedia marketplace diperlakukan sebagai kredit pajak tahun berjalan. "PPh Pasal 22 ... dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi pedagang dalam negeri," bunyi Pasal 8 ayat (3) PMK 37/2025.
Bila wajib pajak pedagang dalam negeri yang menunaikan kewajiban pajak menggunakan skema PPh final, PPh Pasal 22 yang dipungut penyedia marketplace diperlakukan sebagai bagian dari pelunasan PPh final. Adapun PPh final yang dimaksud antara lain PPh final atas sewa tanah dan bangunan, PPh final jasa konstruksi, PPh final UMKM, atau PPh Pasal 15.
PMK 37/2025 telah diundangkan pada 14 Juli 2025, bertepatan dengan Hari Pajak. PMK 37/2025 dinyatakan langsung berlaku sejak tanggal tersebut. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.