Kemenkeu Klaim Skema PPh Indonesia Sudah Berlandaskan Prinsip Keadilan

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto (kiri) berbincang dengan Direktur Jenderal Startegi Ekonomi dan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu (kanan) saat konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (23/5/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memberikan tanggapan terkait dengan gagasan penerapan skema flat tax dengan tarif rendah dan basis pemajakan yang luas di Indonesia.
Febrio memandang penerapan tarif progresif untuk pungutan pajak penghasilan (PPh) merupakan skema yang paling ideal. Menurutnya, implementasi kebijakan tersebut sudah mempertimbangkan asas keadilan.
"Kita punya prinsip pajak itu harus adil, makanya tadi Bu Menteri kan menunjukkan tarif PPh saja sudah mencerminkan bagaimana keadilan itu dihadirkan," katanya dalam acara Economic Update 2025, Rabu (18/6/2025).
Febrio menerangkan pengenaan tarif PPh menyesuaikan lapisan penghasilan wajib pajak. Misalnya, lapisan tarif PPh paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi dipatok 35%, yakni untuk orang-orang berpenghasilan di atas Rp5 miliar.
Meski tarif pajaknya terkesan jumbo, dia menyebut tarif PPh di Indonesia tak tergolong yang paling tinggi. Sebab, masih banyak negara lain yang memasang tarif PPh sebesar 40-50%.
Contohnya, 5 negara dengan tarif PPh tertinggi di dunia meliputi Finlandia sebesar 56,9%, disusul Denmark dengan tarif PPh sebesar 55,9%, Jepang sebesar 55,9%, Austria 55%, dan Belgia sebesar 53,7%.
"Kita mirip dengan di banyak negara juga, bahwa tarif pajak, terutama pajak penghasilan itu biasanya memang progresif," tutur Febrio.
Dia menambahkan pemerintah Indonesia sebenarnya sudah menerapkan pajak dengan satu tarif atau flat tax rate untuk PPh badan. Pemerintah mematok tarif PPh badan sebesar 22% yang berlaku untuk semua sektor usaha.
Di samping itu, lanjutnya, pemerintah juga menerapkan keberpihakan sesuai dengan asas keadilan. Caranya, dengan memberikan pengecualian pajak atau memungut pajak dengan tarif rendah, salah satunya yaitu pada sektor pertanian.
Sebagai informasi, sektor pertanian relatif tidak kena pajak karena mayoritas bukan barang kena pajak (BKP). Sejalan dengan itu pemerintah memberikan pembebasan PPN untuk berbagai barang hasil pertanian. Kalaupun kena PPN, biasanya yang masuk kategori barang hasil pertanian tertentu (BHPT) dengan dikenakan PPN hanya sebesar 1,1%.
"Jadi, untuk pertanian itu, biasanya kita kenakan tarif dasar pengenaan pajaknya itu cuma 1%. Nah sehingga itu menunjukkan keberpihakan," jelas Febrio. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.