Kena Bea Masuk 30% oleh AS, Uni Eropa Tunda Retaliasi hingga Agustus

Ilustrasi.
BRUSSELS, DDTCNews - Uni Eropa memutuskan untuk menunda implementasi kebijakan retaliasi atas Amerika Serikat (AS).
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan retaliasi ditunda guna mendukung tercapainya kesepakatan dagang antara Uni Eropa dan AS. Meski demikian, retaliasi akan tetap diterapkan bila kedua pihak gagal mencapai kesepakatan.
"Kami akan memperpanjang penangguhan hingga awal Agustus. Pada saat yang sama, kami terus menyiapkan tindakan balasan lebih lanjut," ujar Von der Leyen, dikutip pada Kamis (17/7/2025).
Adapun retaliasi yang disiapkan oleh Uni Eropa adalah pengenaan bea masuk atas berbagai barang impor dari AS dengan nilai impor mencapai €72 miliar atau Rp1.365 triliun. Bila retaliasi diterapkan, Uni Eropa bakal mengenakan bea masuk atas beragam produk agrikultur serta minuman beralkohol dari AS.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pun mendorong Komisi Eropa untuk mengambil langkah yang lebih tegas terhadap penerapan bea masuk secara unilateral oleh AS.
"Komisi Eropa harus membela kepentingan Eropa. Komisi Eropa perlu menyiapkan segala tindakan balasan dengan memobilisasi semua instrumen yang tersedia, termasuk anti coercion instrument (ACI)," ujar Macron dilansir politico.eu.
Bila ACI diterapkan, Uni Eropa bisa memberlakukan retaliasi dengan menyasar sektor jasa dan perbankan AS, bukan barang impor dari AS semata.
Berbanding terbalik, Jerman mendorong Uni Eropa untuk segera mencapai kesepakatan dengan AS. Menurut Jerman, kesepakatan diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap industri Eropa.
Sebagai informasi, Presiden AS Donald Trump telah memutuskan untuk mengenakan bea masuk sebesar 30% atas barang-barang Uni Eropa. Bea Masuk tersebut bakal diberlakukan mulai 1 Agustus 2025 atas seluruh barang Eropa selain yang sudah dikenai bea masuk sektoral.
Adapun beberapa barang yang dikenai bea masuk sektoral antara lain alumunium, baja, kendaraan bermotor, dan komponen kendaraan bermotor. (dik)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.