Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Jum'at, 18 April 2025 | 15:30 WIB
RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI
Kamis, 17 April 2025 | 17:00 WIB
TIPS PAJAK DAERAH
Kamis, 17 April 2025 | 14:00 WIB
KELAS PPh Pasal 21 (12)
Selasa, 15 April 2025 | 18:15 WIB
KETUA MA 1974-1982 OEMAR SENO ADJI:
Fokus
Reportase

Pengkreditan Pajak Masukan PPN bagi PKP Belum Penyerahan atau Ekspor

A+
A-
5
A+
A-
5
Pengkreditan Pajak Masukan PPN bagi PKP Belum Penyerahan atau Ekspor

Ilustrasi. Pekerja menyelesaikan produksi sarung di pabrik tekstil di Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/4/2025). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.

DIPERLUKAN pemahaman tentang pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang belum melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP. Terlebih, pengkreditan pajak masukan adalah salah satu isu yang sering menjadi sengketa antara wajib pajak dan otoritas.

Sebelum omnibus law UU Cipta Kerja hadir, ketentuan dalam Pasal 9 ayat (2a) UU PPN tersebut sering dikenal sebagai acuan untuk pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak.

Dalam ketentuan sebelumnya, pajak masukan yang dapat dikreditkan hanya atas perolehan dan/atau impor barang modal. Namun, dengan adanya UU Cipta Kerja, pengkreditan pajak masukan tidak hanya terbatas pada perolehan dan/atau impor barang modal.

Baca Juga: Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa apabila sampai dengan jangka waktu 3 tahun sejak masa pengkreditan pertama kali dan belum ada penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP, pajak masukan menjadi tidak dapat dikreditkan atau dibatalkan (Pasal 9 ayat (6a) UU PPN).

Ketentuan tersebut juga berlaku bagi PKP yang melakukan pembubaran (pengakhiran) usaha, melakukan pencabutan PKP, atau dilakukan pencabutan PKP secara jabatan. Namun, bagi sektor usaha tertentu, perpanjangan waktu dapat ditetapkan lebih dari 3 tahun (Pasal 9 ayat (6c) UU PPN).

Atas pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan wajib dibayar kembali ke kas negara. Ketentuan ini berlaku jika telah menerima restitusi dan/atau telah mengkreditkan dengan pajak keluaran terutang dalam suatu masa pajak. Ada ketentuan jangka waktu pembayaran kembali tersebut.

Baca Juga: Ada Insentif Pajak untuk Perusahaan yang Pakai Bus dan Truk Listrik

Bila tidak melakukan pembayaran kembali sesuai jangka waktu, otoritas menerbitkan SKPKB atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali ditambah sanksi Pasal 13 ayat (2a) UU KUP. Jika tidak dibayar setelah tanggal jatuh tempo, dikenai sanksi Pasal 9 ayat (2a) UU KUP.

Adanya ketentuan pembayaran kembali pajak masukan menegaskan bahwa ‘boleh tidaknya’ PPN dapat dikreditkan harus dikaitkan dengan ‘ada tidaknya’ penyerahan yang terutang PPN. Pertanyaannya, apakah ini sesuai konsep PPN sebagai pajak atas konsumsi yang diadopsi Indonesia?

Sejauh ini, ketentuan tidak wajib membayar kembali pajak masukan berlaku jika PKP belum melakukan penyerahan karena bencana (keadaan kahar atau force majeure) dengan status bencana nasional yang dinyatakan pejabat/instansi berwenang.

Baca Juga: Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Dalam kasus PKP yang mengalami gagal produksi, tidak terdapat barang yang dikonsumsi layaknya ketika terjadi bencana. Apakah sudah seharusnya juga tidak ada PPN yang dikenakan? Apakah pembatasan pengkreditan pajak masukan ini tepat?

Topik mengenai pembayaran kembali pajak masukan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan dan/atau ekspor BKP dan/atau JKP telah diulas dalam buku ke-34 DDTC bertajuk Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai (Edisi Kedua).

Buku ini disusun oleh Founder DDTC Darussalam dan Danny Septriadi bersama Senior Manager DDTC Khisi Armaya Dhora dan Senior Tax Expert, CEO Office DDTC Atika Ritmelina Marhani. Para penulis juga akan mengulasnya dalam exclusive seminar yang digelar DDTC Academy.

Baca Juga: Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Acara bertajuk 40 Tahun PPN di Indonesia: Menelaah Isu Spesifik PPN yang Kerap Menjadi Sengketa akan diadakan pada Rabu, 7 Mei 2025, Pukul 10.00 - 15.00 WIB di Menara DDTC. Seminar ini akan menghadirkan langsung keempat penulis buku sebagai pembicara.

Para pembicara akan menggali kesesuaian sejumlah aspek yang menjadi bagian dari rezim PPN di Indonesia dibandingkan dengan konsep dan praktik internasionalnya. Sejumlah isu spesifik yang sering muncul, bahkan menjadi sengketa juga akan diulas.

Selain isu spesifik terkait dengan pengkreditan pajak masukan, akan ada pula bahasan mengenai isu spesifik menyangkut saat dan tempat terutang PPN serta DPP dan tarif PPN. Dengan demikian, peserta seminar juga dapat memitigasi risiko perpajakan, termasuk menghadapi sengketa menyangkut PPN.

Baca Juga: WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Isu spesifik yang sering menjadi sengketa perlu dipahami dengan baik. Terlebih, otoritas telah mengembangkan data analytics sebagai upaya untuk melakukan profiling sengketa. Simak pula ‘Percepat Penyelesaian Sengketa Pajak, Data Analytics Dikembangkan’.

Teknologi data analytics ini akan memiliki modul prediksi putusan yang mampu merekomendasikan amar putusan berdasarkan pada identitas, detail, dan data historis dari sengketa yang pernah disidangkan. Terlebih, April 2025 juga bertepatan dengan momentum 23 tahun Pengadilan Pajak.


Baca Juga: Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial

Para peserta dalam seminar kali ini akan mendapatkan:

Jadi, tunggu apalagi? Daftar dan amankan kursi Anda melalui tautan berikut https://academy.ddtc.co.id/seminar. Segera, sebelum kursi penuh! Ada kesulitan? Hubungi WhatsApp Hotline DDTC Academy 0812-8393-5151 (Minda), email [email protected].id, atau melalui akun Instagram DDTC Academy (@ddtcacademy).


Baca Juga: Tak Sekadar Penerimaan, Pajak Karbon Sinyal RI Seriusi Transisi Energi

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : agenda pajak, agenda, pajak, DDTC Academy, PPN, sengketa pajak, sengketa PPN, pengkreditan pajak, pajak masukan

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 17 April 2025 | 16:30 WIB
KONSULTAN PAJAK

Baru Dapat Izin 2024, Konsultan Pajak Boleh Kosongkan Realisasi PPL

Kamis, 17 April 2025 | 16:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan Tarif AS, Pemerintah Perlu Antisipasi Dampaknya ke Pajak

Kamis, 17 April 2025 | 15:00 WIB
PELAPORAN SPT TAHUNAN

Tingkatkan Kepatuhan Pelaporan SPT Badan, DJP Lakukan Berbagai Upaya

Kamis, 17 April 2025 | 14:30 WIB
PMK 48/2023

Beli Emas Batangan, Konsumen Akhir Tak Kena PPh Pasal 22 dan PPN

berita pilihan

Sabtu, 19 April 2025 | 14:00 WIB
PROVINSI SULAWESI TENGAH

Ada Pemutihan! Kendaraan Mati 10 Tahun, Cukup Bayar 1 Tahun Saja

Sabtu, 19 April 2025 | 11:35 WIB
KOLABORASI LeIP-DDTC

Gratis 25 Buku Terbaru DDTC untuk PERTAPSI! Beri Komentar Terbaik Anda

Sabtu, 19 April 2025 | 11:30 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Siapa yang Masuk Keluarga Sedarah dan Semenda dalam Aturan Pajak?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:30 WIB
PMK 81/2024

Ketentuan PPh atas Pengalihan Partisipasi Interes, Apa yang Berubah?

Sabtu, 19 April 2025 | 10:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Badan Masih Bisa Perpanjang Waktu Lapor SPT Tahunan, Tambah 2 Bulan

Sabtu, 19 April 2025 | 09:30 WIB
PENERIMAAN PERPAJAKAN

DPR Khawatir Efek Lemahnya Daya Beli Merembet ke Kinerja Cukai Rokok

Sabtu, 19 April 2025 | 09:05 WIB
LAPORAN FOKUS

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial

Sabtu, 19 April 2025 | 09:00 WIB
KEBIJAKAN PERDAGANGAN

Airlangga Jamin Impor Pangan dari AS Tak Ganggu Agenda Swasembada