Sederet Kriteria Pemungut PPh Pasal 22 dalam PMK 81/2024

Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – PMK 81/2024 menyesuaikan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 22 UU PPh, menteri keuangan dapat menetapkan bendahara pemerintah, badan-badan tertentu, dan wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak atas penyerahan atau transaksi tertentu.
“Ketentuan mengenai dasar pemungutan, kriteria, sifat, dan besarnya pungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,” bunyi Pasal 22 ayat (2) UU PPh, dikutip pada Minggu (25/5/2025).
Sebelumnya, ketentuan pihak yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 diatur dalam PMK 34/2017. Namun, beleid tersebut telah dicabut dan digantikan dengan PMK 81/2024 per 1 Januari 2025.
Kini, ketentuan pihak yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 diatur dalam Pasal 217 PMK 81/2024. Berdasarkan pasal tersebut, ada 8 golongan pihak yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22.
Pertama, bank devisa dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Bank devisa dan DJBC menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas impor barang dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang dilakukan oleh eksportir.
Namun, bank devisa dan DJBC tidak memungut PPh Pasal 22 atas impor dan ekspor barang komoditas tambang, mineral logam, dan mineral bukan logam, oleh wajib pajak yang terikat dalam perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan dan kontrak karya.
Kedua, instansi pemerintah. Instansi pemerintah menjadi pemungut PPh Pasal 22 terkait dengan pembayaran atas pembelian barang, yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan atau mekanisme pembayaran langsung.
Ketiga, badan usaha tertentu. Badan usaha tertentu menjadi pemungut PPh Pasal 22 berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya. Adapun badan usaha tertentu tersebut meliputi:
- Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
- badan usaha dan BUMN yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya; dan
- badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Indonesia Tbk.
Keempat, badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi. Badan-badan usaha tersebut menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri.
Kelima, agen tunggal pemegang merek (ATPM), agen pemegang merek, dan importir umum kendaraan bermotor. Pihak-pihak ini menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri.
Keenam, produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas. Pihak-pihak ini menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
Ketujuh, badan usaha industri atau eksportir. Pihak-pihak ini menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya.
Kedelapan, badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan. Badan usaha ini menjadi pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian komoditas tambang tersebut.
Apabila disandingkan, pihak yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 dalam PMK 81/2024 masih serupa dengan PMK 34/2017. Perbedaan di antaranya terletak pada bendahara pemerintah, bendahara pengeluaran, dan kuasa pengguna anggaran (KPA) yang kini menjadi instansi pemerintah
PMK 81/2024 juga menghapus badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri dari daftar pemungut PPh Pasal 22. Hal ini berkaitan dengan adanya pengaturan ulang pengenaan PPh Pasal 22 dan PPN atas penjualan/penyerahan emas dalam negeri melalui PMK 48/2023.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.