Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Komunitas
Jum'at, 13 Juni 2025 | 14:17 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR
Jum'at, 13 Juni 2025 | 13:33 WIB
SEKOLAH TINGGI HUKUM INDONESIA JENTERA
Kamis, 12 Juni 2025 | 12:31 WIB
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Kamis, 12 Juni 2025 | 09:33 WIB
DDTC ACADEMY – PRACTICAL COURSE
Fokus
Reportase

Barang Kebutuhan Pokok Indonesia Bebas PPN, Bagaimana di Asean?

A+
A-
2
A+
A-
2
Barang Kebutuhan Pokok Indonesia Bebas PPN, Bagaimana di Asean?

INDONESIA masih memberikan fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dikenakan atau dibebaskan atas barang kebutuhan pokok. Mengutip Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) 2023, kebijakan ini merupakan deviasi terhadap tax benchmark PPN, yaitu semua barang dan jasa merupakan objek PPN, kecuali barang/jasa yang telah dikenakan pajak daerah.

Sebelum terbit dan berlakunya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak masuk kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN (Pasal 4A ayat (2) huruf b). Artinya, barang kebutuhan pokok itu bukanlah barang kena pajak (BKP) atau dikecualikan dari pengenaan PPN.

Setelah UU HPP berlaku, barang kebutuhan pokok dihapus dari Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN dan dipindahkan ke Pasal 16B ayat (1a) huruf J UU PPN. Dengan demikian, sekarang, barang kebutuhan pokok menjadi BKP tapi dapat diberikan fasilitas tidak dipungut sebagian/seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya.

Baca Juga: Omzet Lampaui Rp4,8 M tapi dari Hasil Penyerahan Non-BKP, Wajib PKP?

Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) 49/2022, penyerahan dan impor barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak dibebaskan dari pengenaan PPN. Barang kebutuhan pokok itu adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung kesejahteraan masyarakat.

Pembebasan dapat dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) PP 49/2022, jenis barang tertentu dalam kelompok barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak antara lain beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam; daging; telur; susu; buah-buahan; dan sayur-sayuran.

Dalam kelompok PPN dan PPnBM, potensi penerimaan pajak yang hilang (revenue forgone) karena fasilitas PPN dibebaskan atas barang kebutuhan pokok menempati posisi kedua terbesar setelah batasan pengusaha kecil tidak kena pajak atau threshold pengusaha kena pajak (PKP). Simak pula ‘Batasan Pengusaha Pungut PPN (PKP) Indonesia Tertinggi ke-2 di Asean’.

Baca Juga: PER-7/PJ/2025 Perinci Mekanisme Pengawasan PKP

Adapun nilai potensi penerimaan pajak yang sengaja tidak dipungut oleh negara karena fasilitas PPN dibebaskan atas barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2025, nilainya diproyeksi mencapai Rp50,5 triliun atau 19,0% dari total belanja perpajakan PPN dan PPnBM senilai Rp265,6 triliun. Berikut perinciannya.


Berdasarkan pada data yang diolah DDTC dari berbagai sumber, termasuk Country Tax Guide IBFD, pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok tersebut ternyata juga diterapkan di berbagai negara kawasan Asia Tenggara (Asean) yang mempunyai rezim PPN (value-added tax/VAT) ataupun goods and services tax (GST).

Baca Juga: Sengketa Reklasifikasi Transaksi Pinjaman ke Penjualan

Namun, mayoritas menyebut langsung ke produknya, misalnya produk pertanian dan peternakan. Artinya, tidak secara eksplisit menggunakan istilah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Misal, Filipina memberikan pembebasan PPN atas produk pertanian, seperti beras, jagung, biji kopi, daun teh yang belum diolah, gula mentah, buah-buahan segar, dan sayuran. Namun, ada juga negara Asean yang tidak menerapkan pembebasan beberapa barang kebutuhan pokok seperti di Indonesia, yakni Singapura. Berikut perinciannya.


Baca Juga: Aturan Baru PKP di Kantor Virtual, Masa Transisi hingga Desember 2025

Namun, tidak diketahui secara jelas nilai potensi penerimaan pajak yang hilang dari pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok tersebut di tiap negara. Terlebih, jika melihat data pada Global Tax Expenditures Database (GTED), profil negara yang tersedia hanya Indonesia dan Filipina.

Selain itu, berdasarkan Global Tax Expenditures Transparency Index (GTETI), Indonesia berada di peringkat kedua setelah Korea Selatan. Bisa dikatakan transparansi belanja perpajakan Indonesia menempati posisi pertama jika dibandingkan dengan negara-negara Asean lainnya. Berikut perinciannya.


Baca Juga: DJP Ajak Masyarakat Manfaatkan Diskon Tiket dan PPN DTP Transportasi

Terlepas dari hal tersebut, Darussalam (2024) menyatakan untuk melihat kebijakan PPN, setidaknya ada 3 variabel yang perlu diperhatikan. Ketiganya adalah tarif PPN, threshold PKP, dan fasilitas (pembebasan PPN). Ketiganya menjadi aspek yang penting juga untuk membandingkan rezim PPN satu negara dengan negara lainnya.

Misal, meskipun memiliki tarif PPN yang sama, bisa jadi beban yang harus ditanggung oleh konsumen akhirnya berbeda. Hal ini dikarenakan ada perbedaan dari aspek batasan pengusaha yang mulai memungut PPN (threshold PKP) dan nilai fasilitas (pembebasan PPN).

Kondisi yang serupa juga berlaku ketika ada perbedaan tarif. Bisa jadi negara dengan tarif PPN lebih tinggi, beban ke konsumen akhirnya juga lebih besar. Begitu pula sebaliknya, untuk negara dengan tarif PPN lebih rendah, belum tentu beban ke konsumen akhirnya lebih sedikit.

Baca Juga: DJP Perketat Penggunaan Virtual Office sebagai Tempat Pengukuhan PKP

Adapun ulasan mengenai PPN ini juga ada dalam 4 buku DDTC. Pertama, Konsep Dasar Pajak: Berdasarkan Perspektif Internasional. Kedua, Konsep dan Studi Komparasi Pajak Pertambahan Nilai. Ketiga, Desain Sistem Perpajakan Indonesia: Tinjauan atas Konsep Dasar dan Pengalaman Internasional. Keempat, Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran.

Sebagai informasi kembali, hingga saat ini, DDTC sudah menerbitkan 32 buku. Selain wujud nyata dari komitmen sharing knowledge, hal tersebut juga bagian dari pelaksanaan beberapa misi DDTC, yakni berkontribusi dalam perumusan kebijakan pajak dan mengeliminasi informasi asimetris. (kaw)

Baca Juga: Insentif Pajak Dicabut, Penjualan Sepeda di Negara Ini Anjlok

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : statistik kebijakan pajak, narasi data, PPN, fasilitas PPN, pembebasan PPN, kebijakan pajak, tarif PPN, PKP, threshold PKP, pengusaha kena pajak

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 10 Juni 2025 | 19:05 WIB
PER-7/PJ/2025

DJP Rilis Aturan Baru Soal NPWP, NITKU, dan Pengukuhan PKP

Selasa, 10 Juni 2025 | 12:00 WIB
PER-6/PJ/2025

Aturan Baru Restitusi Dipercepat, Download di Sini!

Selasa, 10 Juni 2025 | 07:45 WIB
BERITA PAJAK HARI INI

Perdirjen Baru! DJP Tambah Kelompok yang Masuk PKP Berisiko Rendah

Senin, 09 Juni 2025 | 16:05 WIB
PER-6/PJ/2025

Peraturan Baru! Ditjen Pajak Revisi Ketentuan PKP Berisiko Rendah

berita pilihan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 20:00 WIB
DITJEN STRATEGI EKONOMI DAN FISKAL

Baru Terbentuk, Ditjen Strategi Ekonomi dan Fiskal Punya Banyak Tugas

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:45 WIB
KEBIJAKAN BEA DAN CUKAI

Sri Mulyani Minta DJBC Gencarkan Penindakan di Titik Rawan Perbatasan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Omzet Lampaui Rp4,8 M tapi dari Hasil Penyerahan Non-BKP, Wajib PKP?

Jum'at, 13 Juni 2025 | 19:00 WIB
KONSULTASI PAJAK

Ada Aturan Baru, WPOP sebagai Pemotong PPh Final atas Sewa Diperluas?

Jum'at, 13 Juni 2025 | 18:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Optimalkan Pajak, Sri Mulyani Minta Coretax Segera Diperbaiki

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:47 WIB
KEMENTERIAN KEUANGAN

Sri Mulyani Lantik Pejabat Eselon II, Ini Daftar Lengkapnya

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:45 WIB
OPINI PAJAK

Meninjau Ulang Pengawasan DJP: Evolusi Peran Account Representative

Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:00 WIB
KABUPATEN TABANAN

Daerah Ini Bebaskan Denda Tunggakan PBB-P2 Sejak 1994

Jum'at, 13 Juni 2025 | 16:15 WIB
PMK 34/2025

Jemaah Haji Boleh Sampaikan Pemberitahuan Impor secara Lisan

Jum'at, 13 Juni 2025 | 15:30 WIB
KAMUS PAJAK

Update 2025, Apa Itu Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU)?