Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Data Terintegrasi, Coretax Bisa Bantu DJP Deteksi WP ‘Nakal’

A+
A-
19
A+
A-
19
Data Terintegrasi, Coretax Bisa Bantu DJP Deteksi WP ‘Nakal’

JAKARTA, DDTCNewsCoretax administration system diyakini dapat mendeteksi para pengusaha ‘nakal’ yang mencoba menghindari kewajiban pajak. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (25/4/2025).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan coretax system bisa mengidentifikasi setiap aktivitas ekonomi penduduk, termasuk perputaran omzet para pelaku usaha, dengan menggunakan data pihak ketiga, yaitu Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Coretax akan mengintegrasikan data dari berbagai pihak ketiga. Jadi, setiap transaksi ekonomi bisa terpantau. Kami pun bisa menegakkan prinsip perpajakan secara adil bagi semua masyarakat yang bertransaksi,” katanya seperti dikutip dari Bisnis Indonesia.

Baca Juga: Asyik! Pemprov Perpanjang Pemutihan Pajak Kendaraan hingga 31 Oktober

Suryo pun mencontohkan aturan ambang batas pengusaha kena pajak (PKP) senilai Rp4,8 miliar. Bila melampaui angka itu, pengusaha wajib membayar PPh badan sebesar 22% dan wajib memungut PPN. Namun, jika angkanya masih di bawah Rp4,8 miliar maka hanya dikenai PPh final 0,5%.

Bila seorang pengusaha melampaui angka itu, maka ia wajib membayar PPh Badan sebesar 22% dan memungut PPN dari konsumennya. Sebaliknya, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan omzet di bawah batas tersebut hanya dikenai PPh final sebesar 0,5% hingga akhir 2025.

“Pertanyaannya, bagaimana saya menghitung dia Rp4,8 miliar atau tidak? Maka kami menggunakan coretax untuk mengawasi. Semua transaksi bisa ter-capture melalui coretax ini. Insyaallah semua tercatat,” tutur Suryo.

Baca Juga: Belum Final, Negosiasi Dagang Indonesia-AS Masih Berlangsung Intensif

Selanjutnya, DJP bakal mengirimkan pesan kepada pengusaha berdasarkan transaksinya tersebut. Bisa data transaksi pengusaha sudah menghasilkan omzet lebih dari Rp4,8 miliar per tahun maka pengusaha dimaksud wajib dikukuhkan sebagai PKP dan membayar tarif PPh badan 22%.

Suryo menambahkan terdapat 3 tujuan dari penerapan coretax system tersebut, yaitu penurunan biaya kepatuhan wajib pajak, peningkatan efektivitas pemungutan pajak, dan memperkecil risiko terjadinya penipuan.

Kendati demikian, dia tidak menampik pengimplementasian Coretax di awal sempat banyak masalah. Suryo juga berterima kasih atas masukan semua pihak, terutama para pengusaha ritel. Menurutnya, kini Coretax sudah berjalan jauh lebih baik.

Baca Juga: Pemerintah Gencarkan Kerja Sama Ekspor Produk Halal ke Australia

"Bahwa Coretax sebagai bagian dari proyek strategis nasional, kita wajib mengimplementasikan dan implementasi alhamdullilah lancar," klaim Suryo.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai penyatuan atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung. Kemudian, ada juga bahasan mengenai realisasi penerimaan pajak, rencana penyusunan peta jalan kebijakan cukai rokok, dan lain sebagainya.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Komwasjak Terus Pantau Penerapan Coretax System

Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) terus melakukan monitoring dalam rangka memastikan keandalan coretax system.

Baca Juga: Mengenal Peran Penting Pajak, Puluhan Siswa dan Guru Sambangi KP2KP

Kowasjak menyatakan telah mendengar pandangan dari kalangan pengusaha mengenai coretax system dan tantangan implementasinya. Penerapan coretax system dinilai harus akuntabel dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi.

"Melalui forum ini, Komwasjak terus membuka ruang dialog bersama dunia usaha untuk memastikan sistem perpajakan yang akuntabel, adil, dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi nasional," tulis Komwasjak di media sosial. (DDTCNews)

Sri Mulyani Klaim Kinerja Penerimaan Pajak Membaik

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeklaim tren penerimaan pajak mulai menunjukkan perbaikan hingga Maret 2025.

Baca Juga: Aturan PPh 22 e-Commerce Terbaru Akan Diumumkan Setelah Penetapan

Hingga Maret 2025, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp322,6 triliun, atau terkontraksi sebesar 18,1% (year-on-year/yoy). Namun, secara bulanan, penerimaan pajak pada Maret 2025 saja mencapai Rp134,8 triliun.

"Telah terjadi pembalikan dari tren penerimaan pajak menjadi positif. Penerimaan Maret 2025 mencapai 41,8% dari total realisasi akumulasi penerimaan pajak pada triwulan I/2025 sebesar Rp322,6 triliun," katanya. (DDTCNews/Kontan)

Penyatuan Atap Pengadilan Pajak, MA Butuh Perpres

Mahkamah Agung (MA) mendorong pemerintah untuk menerbitkan peraturan presiden (perpres) terkait dengan penyatuan atap Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke MA.

Baca Juga: Apa Itu Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)?

Dirjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara MA Yuwono Agung Nugroho mengatakan perpres dibutuhkan agar Pengadilan Pajak bisa beroperasi di bawah MA sebagai pengadilan khusus tersendiri yang setara dengan pengadilan tinggi tata usaha negara (PT TUN).

"Tahap jangka pendek, kita tempatkan Pengadilan Pajak sebagai PT TUN kesembilan. Ini bukan keputusan, ini usulan pokja. Seluruh kegiatan Pengadilan Pajak kita bawa dan kita masukkan ke dalam MA, yang penting operasional dulu," katanya. (DDTCNews)

Kemenkeu Mulai Susun Peta Jalan Kebijakan Tarif Cukai Rokok

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan tengah menyusun peta jalan kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran (HJE) rokok untuk 5 tahun ke depan.

Baca Juga: Besok Terakhir! Warga Masih Bisa Nikmati Pemutihan Pajak PBB dan PBJT

Analis Kebijakan Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Sarno mengatakan peta jalan tersebut akan dituangkan dalam bentuk Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Nanti, peta jalan akan mengatur kenaikan besaran tarif CHT, HJE, dan simplifikasi tarif.

"Kami akan menyusun kebijakan cukai, termasuk bagaimana menaikkan tarif cukai dari 2026 hingga 2029, termasuk simplifikasinya," katanya. (DDTCNews)

Pindah ke MA, Pengadilan Pajak Ingin Pertahankan Sistem e-Tax Court

Pengadilan Pajak memandang aplikasi e-tax court perlu tetap digunakan sebagai sarana untuk mengadministrasikan sengketa perpajakan dan menyelenggarakan persidangan secara elektronik.

Baca Juga: Hadapi Ekonomi Global, Pemerintah Akan Segera Lakukan Deregulasi

Wakil Ketua II Bidang Yudisial Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengatakan sistem e-tax court memungkinkan pihak yang berperkara untuk mengikuti persidangan secara elektronik tanpa harus hadir di Jakarta secara fisik.

"Kuasa hukum tidak perlu jalan dari Papua ke Jakarta, cukup Zoom dari sana. Kita sudah mulai sidang elektronik. Harapan kami, apa yang sudah kita bangun ini jangan sampai balik nol lagi," katanya. (DDTCNews)

Ada 75 Negara yang Sedang Negosiasikan Tarif Bea Masuk dengan AS

Pemerintah Amerika Serikat (AS) membuka opsi untuk memberlakukan bea masuk resiprokal tanpa menunggu berakhirnya jangka waktu penundaan selama 90 hari.

Baca Juga: Mau Jadi Anggota OECD, Indonesia Perlu Adopsi Konvensi Anti Suap

Presiden AS Donald Trump mengatakan AS bisa kembali memberlakukan bea masuk resiprokal atas impor dari negara tertentu mulai bulan depan. Bea masuk resiprokal diberlakukan terhadap negara yang tidak mampu mencapai kesepakatan dengan AS.

Sementara itu, White House mengeklaim saat ini setidaknya sudah ada 75 negara yang menghubungi AS untuk menegosiasikan bea masuk resiprokal. Beberapa negara yang sudah menjalin komunikasi langsung dengan Trump antara lain Jepang dan Inggris. (DDTCNews)

Baca Juga: Ketentuan Pembuatan Bupot PPh Pasal 21/26 dalam PER-11/PJ/2025

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, coretax system, coretax, e-tax court, pengadilan pajak, bea masuk AS, cukai rokok, penerimaan pajak, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 28 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Syarat Penggunaan Kantor Virtual sebagai Tempat Pengukuhan PKP

Sabtu, 28 Juni 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kejar Lifting Migas, Bahlil ke Pengusaha: Jika Tercapai Dapat Insentif

Sabtu, 28 Juni 2025 | 09:00 WIB
PER-10/PJ/2025

DJP Bisa Lakukan Pemeriksaan Simultan dengan Negara Lain

berita pilihan

Minggu, 29 Juni 2025 | 17:30 WIB
PROVINSI BANTEN

Asyik! Pemprov Perpanjang Pemutihan Pajak Kendaraan hingga 31 Oktober

Minggu, 29 Juni 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN BEA MASUK

Belum Final, Negosiasi Dagang Indonesia-AS Masih Berlangsung Intensif

Minggu, 29 Juni 2025 | 16:30 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Pemerintah Gencarkan Kerja Sama Ekspor Produk Halal ke Australia

Minggu, 29 Juni 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Aturan PPh 22 e-Commerce Terbaru Akan Diumumkan Setelah Penetapan

Minggu, 29 Juni 2025 | 15:00 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP)?

Minggu, 29 Juni 2025 | 14:30 WIB
KOTA KENDARI

Besok Terakhir! Warga Masih Bisa Nikmati Pemutihan Pajak PBB dan PBJT

Minggu, 29 Juni 2025 | 14:00 WIB
KEBIJAKAN EKONOMI

Hadapi Ekonomi Global, Pemerintah Akan Segera Lakukan Deregulasi

Minggu, 29 Juni 2025 | 13:30 WIB
KERJA SAMA INTERNASIONAL

Mau Jadi Anggota OECD, Indonesia Perlu Adopsi Konvensi Anti Suap

Minggu, 29 Juni 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Pembuatan Bupot PPh Pasal 21/26 dalam PER-11/PJ/2025