Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Literasi
Minggu, 25 Mei 2025 | 14:45 WIB
KUALIFIKASI PENDIDIKAN PERPAJAKAN
Sabtu, 24 Mei 2025 | 13:05 WIB
KUALIFIKASI PENDIDIKAN PERPAJAKAN
Kamis, 22 Mei 2025 | 18:30 WIB
TIPS PAJAK
Kamis, 22 Mei 2025 | 12:15 WIB
RICHARD COLLIER (OXFORD), RITA DE LA FERIA (LEEDS):
Fokus
Reportase

Demi Penerimaan, Pemerintah Kaji Cukai Sepeda Motor dan Batu Bara

A+
A-
3
A+
A-
3
Demi Penerimaan, Pemerintah Kaji Cukai Sepeda Motor dan Batu Bara

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengkaji pengenaan cukai terhadap sepeda motor dan batu bara sebagai bagian dari kebijakan ekstensifikasi cukai. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Rabu (30/4/2025).

Laporan Kinerja DJBC 2024 menyebutkan pembuatan kajian ekstensifikasi BKC menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan penerimaan yang optimal. Meski demikian, dalam laporan ini tidak dijelaskan hasil dari kajian tersebut.

"Diperoleh capaian sebesar 100% dengan beberapa update strategi dan program kerja yang telah dilaksanakan, yaitu: (1) kajian ekstensifikasi cukai berupa sepeda motor dan batu bara," sebut DJBC dalam laporannya.

Baca Juga: Besok Ujian! Ini Daftar Materi untuk Belajar Agar Siap Hadapi USKP A-B

DJBC telah melakukan berbagai upaya strategis untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Hal ini dilaksanakan untuk mewujudkan misi DJBC sebagai revenue collector. Guna memperluas basis penerimaan negara, DJBC antara lain membuat kajian ekstensifikasi cukai.

UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah menyederhanakan proses ekstensifikasi BKC. Penambahan atau pengurangan objek cukai diatur dalam peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas dan disepakati dengan DPR dalam penyusunan APBN.

Wacana ekstensifikasi BKC sebetulnya telah mengemuka sejak hampir 1 dekade lalu. Pada 2016, pemerintah mulai mewacanakan pengenaan cukai plastik. Rencana tersebut sempat disampaikan kepada DPR kala itu.

Baca Juga: BPK Rampungkan Pemeriksaan atas LKPP 2024, Ini Kata Sri Mulyani

Pada APBN-P 2016, pemerintah bahkan untuk pertama kalinya mulai menetapkan target penerimaan cukai plastik senilai Rp1 triliun. Sejak saat itu, target penerimaan cukai plastik rutin masuk dalam APBN hingga 2024.

Kemudian, pemerintah juga hendak mengenakan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Rencana pengenaan cukai MBDK telah dibahas pemerintah dan DPR sejak 2020. Namun, kedua calon BKC tersebut tak kunjung terealisasi.

Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai banyak negara yang mengandalkan insentif pajak untuk mendorong kegiatan litbang. Ada pula bahasan perihal pembentukan 3 satgas dalam percepatan negosiasi tarif bea masuk dengan AS.

Baca Juga: Meluruskan Penerapan Prinsip Equal Treatment dalam Kompetensi Kuasa WP

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

Tanggapan Pelaku Usaha terkait Kajian Cukai Batu Bara

Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA) Hendra Sinadia mengaku baru mengetahui wacana pengenaan cukai batu bara. Meski begitu, dia menjelaskan batu bara sudah dikenai royalti. Pengenaan cukai tentu akan mendatangkan beban tambahan bagi pelaku usaha.

Selanjutnya, IMA akan mengkaji lebih lanjut ide pemerintah tersebut. “Sejauh ini kami belum pernah diminta pendapat oleh DJBC,” katanya.

Senada, Plt Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Gita Mahyarani juga mengaku baru mengetahui wacana pengenaan cukai batu bara. Dia menambahkan dirinya akan mencari tahu info lebih lanjut. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga: Negosiasi dengan Uni Eropa Gagal, AS Siap Kenakan Bea Masuk 50 Persen

OECD: Banyak Negara Andalkan Insentif Pajak untuk Dorong Litbang

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyatakan berbagai negara lebih mengandalkan insentif pajak untuk mendukung perusahaan melakukan penelitian dan pengembangan (litbang) ketimbang memberikan suntikan pendanaan.

Hasil kajian OECD menyebut insentif pajak mewakili lebih dari 50% dukungan pemerintah untuk mendongkrak litbang di dunia usaha pada 2023. Skema pemberian insentif untuk litbang tersebut dilakukan oleh sebagian besar negara OECD dan negara lainnya.

"Sebanyak 28 negara OECD lebih mengandalkan insentif pajak daripada instrumen pendanaan langsung saat memberikan dukungan litbang pada 2023," tulis OECD dalam laporannya. (DDTCNews)

Baca Juga: Belanja Pemerintah Pusat Terealisasi Rp546,8 Triliun, Turun 7,6 Persen

Percepat Negosiasi Tarif Bea Masuk dengan AS, Prabowo Bentuk 3 Satgas

Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui pembentukan 3 satuan tugas (satgas) untuk mempercepat perundingan mengenai pengenaan tarif bea masuk dengan Amerika Serikat (AS).

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan ketiga satgas yang dibentuk meliputi Satgas Perundingan Perdagangan Investasi dan Keamanan Ekonomi, Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK, serta Satgas Deregulasi Kebijakan. Menurutnya, pembentukan ketiga satgas ini akan mendukung tercapainya kesepakatan di antara Indonesia dan AS.

"Dengan satgas dan perundingan ini, diharapkan Indonesia bisa dalam posisi untuk mempercepat perundingan dengan Amerika Serikat," katanya. (DDTCNews)

Baca Juga: Gaji di Bawah Rp4,5 Juta Per Bulan, WP Ajukan NPWP Non-Efektif

PMK Baru! Sri Mulyani Atur Pembebasan Bea Masuk untuk Barang Pindahan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan PMK 25/2025 tentang Ketentuan Kepabeanan Atas Impor Barang Pindahan yang mengatur pemberian pembebasan bea masuk atas impor barang pindahan.

PMK 25/2025 menggantikan beleid sebelumnya, yakni PMK 28/2008. Kebijakan baru ini dikeluarkan dengan mempertimbangkan peningkatan pelayanan dan pengawasan, memberikan kepastian hukum, serta dalam rangka modernisasi sistem pelayanan kepabeanan.

"Barang pindahan…diberikan pembebasan bea masuk dan berlaku ketentuan perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 2 PMK 25/2025. (DDTCNews)

Baca Juga: Apa Saja Sektor Lainnya dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P5L?

World Bank Prediksi Ekonomi RI Hanya Tumbuh 4,7% Tahun Ini

Dalam laporan berjudul The Macro Poverty Outlook edisi April 2025, World Bank memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan sebesar 4,7% pada tahun ini

Angka pertumbuhan ekonomi tersebut itu lebih rendah dari target pemerintah dalam APBN 2025 sebesar 5,2%. Pada 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia dilaporkan sebesar 5,03%.

"Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan mencapai rata-rata 4,8% hingga 2027, tetapi ketidakpastian kebijakan perdagangan global dapat berdampak pada investasi dan pertumbuhan ekonomi," tulis World Bank. (Kontan/DDTCNews)

Baca Juga: Dibiayai Pajak, Belanja Kesehatan Sudah Terserap Rp47,6 Triliun

WP Bebas Sanksi Telat Lapor SPT Masa PPN Maret 2025 hingga 10 Mei

Contact Center Ditjen Pajak (DJP), Kring Pajak mengingatkan wajib pajak masih bisa melakukan pelaporan SPT PPN untuk masa Maret 2025 hingga 10 Mei 2025 tanpa terkena sanksi.

Normalnya, batas waktu penyampaian SPT Masa PPN untuk masa pajak Maret 2025 paling lambat pada 30 April 2025. Namun, DJP memberikan kelonggaran dalam rangka implementasi coretax administration system.

"Untuk sanksi administratif keterlambatan penyampaian SPT Masa PPN masa pajak Maret 2025, yang disampaikan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian hingga 10 Mei 2025, dilakukan penghapusan dengan tidak menerbitkan STP [Surat Tagihan Pajak]," tulis Kring Pajak. (DDTCNews)

Baca Juga: DPR Setujui RUU Pajak Trump, PTKP dan Kredit Pajak Bakal Dinaikkan

Sebanyak 84% Wajib Pajak Lapor SPT Tahunan

DJP melaporkan sebanyak 13,66 juta wajib pajak telah menyampaikan SPT Tahunan sampai dengan 29 April 2025 pukul 07.58 WIB. Dari jumlah tersebut sebanyak 713.400 SPT berasal dari wajib pajak badan dan 12,95 juta SPT dari orang pribadi.

DJP mematok target 16,21 juta wajib pajak melaporkan SPT pada tahun ini. Artinya, baru 84,27% target SPT tahun ini yang tercapai. Selain itu, total WP yang wajib menyampaikan SPT tahunan ialah 19,77 juta. Artinya, tingkat kepatuhan wajib pajak baru 69,09%.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti menambahkan DJP akan senantiasa melakukan berbagai upaya dalam mendorong kepatuhan wajib pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan. (Bisnis Indonesia)

Baca Juga: Kriteria Badan Pemerintah yang Dikecualikan sebagai Subjek Pajak

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : berita pajak hari ini, BPHI, cukai, cukai sepeda motor, cukai batu bara, SPT Tahunan, insentif pajak, bea masuk, pajak, DJBC, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 24 Mei 2025 | 12:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

WP Orang Pribadi Urus EFIN Tak Perlu ke Kantor Pajak Terdaftar

Sabtu, 24 Mei 2025 | 11:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

DJP dan DJBC Punya Nakhoda Baru, Tax Ratio Diharap Segera Meningkat

Sabtu, 24 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Alat untuk Cegah Pencemaran Lingkungan

berita pilihan

Minggu, 25 Mei 2025 | 15:09 WIB
MATERI USKP I/2025

Besok Ujian! Ini Daftar Materi untuk Belajar Agar Siap Hadapi USKP A-B

Minggu, 25 Mei 2025 | 15:00 WIB
LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

BPK Rampungkan Pemeriksaan atas LKPP 2024, Ini Kata Sri Mulyani

Minggu, 25 Mei 2025 | 14:45 WIB
KUALIFIKASI PENDIDIKAN PERPAJAKAN

Meluruskan Penerapan Prinsip Equal Treatment dalam Kompetensi Kuasa WP

Minggu, 25 Mei 2025 | 14:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Negosiasi dengan Uni Eropa Gagal, AS Siap Kenakan Bea Masuk 50 Persen

Minggu, 25 Mei 2025 | 13:00 WIB
KP2KP BARADATU

Gaji di Bawah Rp4,5 Juta Per Bulan, WP Ajukan NPWP Non-Efektif

Minggu, 25 Mei 2025 | 12:30 WIB
PERATURAN PAJAK

Apa Saja Sektor Lainnya dalam Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P5L?

Minggu, 25 Mei 2025 | 12:00 WIB
APBN 2025

Dibiayai Pajak, Belanja Kesehatan Sudah Terserap Rp47,6 Triliun

Minggu, 25 Mei 2025 | 11:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

DPR Setujui RUU Pajak Trump, PTKP dan Kredit Pajak Bakal Dinaikkan

Minggu, 25 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Badan Pemerintah yang Dikecualikan sebagai Subjek Pajak