Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Ditolak AS, Prospek Tercapainya Konsensus Pilar 1 Suram

A+
A-
0
A+
A-
0
Ditolak AS, Prospek Tercapainya Konsensus Pilar 1 Suram

Salah satu materi pemaparan Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama dalam webinar Reinventing International Taxation: Navigating the Digital Frontier yang diselenggarakan Prodi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Kamis (22/5/2025).

MALANG, DDTCNews - Pemerintah Indonesia berpandangan konsensus atas Pilar 1: Unified Approach belum akan tercapai dalam waktu dekat.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan konsensus atas Pilar 1 belum akan tercapai mengingat Amerika Serikat (AS) selaku yurisdiksi yang merepresentasikan mayoritas grup perusahaan multinasional tercakup masih tidak bersedia untuk menandatangani multilateral convention (MLC) Amount A Pilar 1.

"Sayangnya untuk Pilar 1 bisa dibilang itu tidak akan terjadi. Pada salah satu pasal dalam MLC, Pilar 1 perlu ditandatangani oleh yurisdiksi yang merepresentasikan mayoritas grup perusahaan multinasional," ujar Mekar dalam webinar bertajuk Reinventing International Taxation: Navigating the Digital Frontier yang digelar oleh Prodi Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB), Kamis (22/5/2025).

Baca Juga: Senat AS Setujui RUU Pembebasan Pajak atas Tip

Dalam MLC, ditegaskan bahwa Amount A Pilar 1 baru berlaku ketika MLC sudah diratifikasi oleh 30 negara anggota Inclusive Framework yang merepresentasikan 60% dari grup perusahaan multinasional tercakup.

Mekar pun mengatakan Indonesia selaku negara berkembang sekaligus yurisdiksi pasar senantiasa menyelenggarakan negosiasi guna mendorong penerapan Pilar 1.

Pilar 1 diperlukan untuk menyesuaikan sistem perpajakan internasional dengan ekonomi digital yang berkembang kian pesat. "Kita ingin bergerak maju dan mendobrak pemikiran lama yang mensyaratkan physical presence. Dengan Pilar 1, kita memiliki landasan untuk mewujudkan sistem perpajakan internasional yang baru ke depan," ujar Mekar.

Baca Juga: Thailand Susun Aturan Baru soal Pemajakan Penghasilan dari Luar Negeri

Kalaupun Pilar 1 diratifikasi oleh yurisdiksi-yurisdiksi besar dan berlaku, hak pemajakan yang direalokasikan ke Indonesia selaku yurisdiksi pasar juga tergolong kecil, yakni 25% dari residual profit.

Namun, Indonesia bersama negara berkembang lainnya memiliki peluang untuk merenegosiasikan porsi hak pemajakan tersebut. "Setelah 7 tahun, kita bisa menimbang ulang porsi 25% tersebut. Itu posisi yang disepakati oleh yurisdiksi-yurisdiksi [Inclusive Framework]," ujar Mekar.

Posisi Indonesia untuk mendorong renegosiasi porsi hak pemajakan cukup kuat mengingat Indonesia adalah salah satu anggota steering group dari Inclusive Framework.

Baca Juga: AS Tak Adopsi Pajak Minimum Global, Implementasi di RI Tak Terdampak

Sebagai informasi, Amount A Pilar 1 akan menjadi landasan dari realokasi hak pemajakan menuju yurisdiksi pasar atas penghasilan yang diperoleh grup perusahaan multinasional bila yurisdiksi-yurisdiksi mampu mencapai kesepakatan dan meratifikasi MLC Amount A Pilar 1.

Bila berlaku, yurisdiksi pasar bakal mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima oleh perusahaan multinasional yang tercakup dalam Pilar 1, yakni perusahaan-perusahaan global dengan pendapatan di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Adapun yang dimaksud dengan residual profit adalah setiap laba korporasi multinasional yang berada di atas laba global sebesar 10%. (dik)

Baca Juga: AS Makin Proteksionis, Penanganan BEPS Global Kian Terpecah-pecah

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : pajak internasional, Pilar 1, solusi 2 pilar, Amount A Pilar 1

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 04 Mei 2025 | 14:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Nego Tarif Bea Masuk Resiprokal, AS Minta Eropa Cabut Pajak Digital

Jum'at, 02 Mei 2025 | 19:00 WIB
AMERIKA SERIKAT

Para Diplomat Harap Isu Pajak Orang Super Kaya Diangkat di Forum PBB

Jum'at, 02 Mei 2025 | 10:30 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Bentuk Usaha Tetap dalam konteks Pajak Minimum Global?

berita pilihan

Kamis, 22 Mei 2025 | 19:31 WIB
KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Tanah WP Disita, Kantor Pajak Tetap Cek Dulu Legalitasnya ke ATR/BPN

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:45 WIB
STRATEGIC DIALOGUES - DDTC FRA

Diskusikan Pajak Minimum Global, WP Multinasional Ungkap Kerumitannya

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:30 WIB
TIPS PAJAK

Cara Daftarkan Objek PBB-P5L Via Coretax DJP

Kamis, 22 Mei 2025 | 18:00 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Ingat! Ganti Email Terdaftar Tak Lagi Bisa Dilakukan di DJP Online

Kamis, 22 Mei 2025 | 17:43 WIB
DDTC ACADEMY - EXCLUSIVE SEMINAR

Apa Hak dan Kewajiban WP dalam Pemeriksaan Pajak Pasca-PMK 15/2025?

Kamis, 22 Mei 2025 | 17:30 WIB
PMK 81/2024

Mau Hapus NPWP? WP Badan Tak Boleh Tersangkut 13 Kegiatan Ini

Kamis, 22 Mei 2025 | 16:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Gaikindo Minta Perluasan Insentif Pajak Sektor Otomotif, Termasuk LCGC

Kamis, 22 Mei 2025 | 15:45 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Kajian dan Mitigasi Penghindaran Pajak Orang Kaya Perlu Ditingkatkan

Kamis, 22 Mei 2025 | 15:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Danai Program Prioritas, Rasio Pendapatan Indonesia Harus Naik