DJP Ungkap Alasan Aturan Dinamisasi Angsuran PPh Pasal 25 Direvisi

JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025 menurunkan ambang batas (threshold) peningkatan angsuran PPh Pasal 25 atau dinamisasi dari awalnya 150% kini menjadi 125%.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan threshold ini direvisi turun agar simetris dengan threshold penurunan angsuran PPh Pasal 25 dalam hal wajib pajak mengalami penurunan usaha.
"Jadi, penurunan ke 125% tersebut untuk balancing dinamisasi dari sisi fiskus dan dari sisi wajib pajak," katanya.
Melalui Pasal 120 ayat (1) PER-11/PJ/2025, DJP berwenang meningkatkan nilai angsuran PPh Pasal 25 apabila PPh yang akan terutang diperkirakan melebihi 125% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan angsuran.
Dalam aturan sebelumnya, KEP-537/PJ/2000 mengatur nilai angsuran PPh Pasal 25 baru akan ditingkatkan jika PPh yang akan tertuang diperkirakan melebihi 150% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25.
Ambang batas peningkatan angsuran PPh Pasal 25 yang dalam aturan lama sebesar 150% tersebut tidak simetris dengan threshold penurunan angsuran PPh Pasal 25 yang sebesar 75%.
"Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25…, [jika] PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya angsuran PPh Pasal 25," bunyi Pasal 119 ayat (1) PER-11/PJ/2025.
PER-11/PJ/2025 telah ditetapkan oleh dirjen pajak pada 22 Mei 2025 dan mulai berlaku sejak tanggal tersebut. Dengan berlakunya PER-11/PJ/2025, Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-537/PJ/2000 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Selain topik di atas, ada pula ulasan mengenai kinerja penerimaan pajak dalam tahun berjalan. Ada juga bahasan mengenai batalnya penerapan cukai minuman berpemanis, aturan terbaru pemungut PPN PMSE, coretax system, dan lain sebagainya.
Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.
DJP Perinci Persyaratan Pengajuan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25
DJP memerinci persyaratan yang harus dipenuhi oleh wajib pajak yang mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-11/PJ/2025.
Merujuk pada pasal 119 ayat (1) PER-11/PJ/2025, permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan PPh yang akan terutang berdasarkan proyeksi penghasilan serta PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa.
"Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk dokumen elektronik; atau formulir kertas (hardcopy)," bunyi Pasal 119 ayat (2) PER-11/PJ/2025. (DDTCNews)
Penerimaan Pajak Turun 10 Persen, Wamenkeu Soroti Tingginya Restitusi
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak periode Januari hingga Mei 2025 baru mencapai Rp683,3 triliun, turun 10,14% dari periode yang sama tahun lalu.
Menurut Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu, menurunnya kinerja penerimaan pajak tersebut disebabkan oleh tingginya pengembalian pajak atau biasa disebut dengan restitusi.
"Memang di [penerimaan pajak] netonya ada negatif karena ada kewajiban restitusi yang jatuh tempo," katanya dalam konferensi pers APBN Kita. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Cukai Minuman Berpemanis Batal Diterapkan Tahun Ini
Pemerintah batal menerapkan pungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada tahun 2025.
Keputusan tersebut diungkapkan Dirjen Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama. Menurutnya, pemerintah akan mempertimbangkan waktu yang terbaik untuk menerapkan cukai minuman berpemanis pada tahun mendatang.
"Terkait pemberlakuan cukai MBDK, sampai dengan perencanaan tahun 2025 sementara tidak akan diterapkan. Ke depan mungkin akan diterapkan," katanya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)
DJP Rilis Aturan Baru terkait Pemungut PPN PMSE
DJP menyesuaikan ketentuan batasan kriteria tertentu dan ketentuan penunjukan pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pihak lain. Penyesuaian tersebut dilakukan melalui Peraturan Dirjen Pajak No. PER-12/PJ/2025.
Penyesuaian ketentuan dilakukan dalam rangka implementasi coretax administration system. Adapun pihak lain dalam konteks ini berarti pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk menjadi pemungut/pemotong pajak.
“...perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai batasan kriteria tertentu pihak lain serta penunjukan pihak lain, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE,” bunyi pertimbangan PER-12/PJ/2025. (DDTCNews)
DJP: Migrasi Data ke Coretax Butuh Waktu Setahun
DJP mengungkapkan penyebab migrasi data dari sistem administrasi perpajakan lama ke baru, yaitu coretax administration system, membutuhkan waktu kurang lebih setahun.
Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengatakan sejumlah data perpajakan masih tersimpan dan dikelola menggunakan sistem administrasi yang lama, yakni DJP Online. Oleh karena itu, DJP membutuhkan waktu untuk melakukan migrasi data.
"Memang belum seluruhnya proses bisnis kami akselerasi dengan coretax. Masih ada beberapa proses bisnis dan data yang kami masih maintain di sistem legacy," katanya. (DDTCNews)
Lampiran Khusus Perincian Biaya Natura di SPT Tahunan
Format SPT Tahunan wajib pajak badan pada era coretax administration system turut dilengkapi dengan lampiran khusus yang perlu digunakan untuk memerinci biaya-biaya tertentu. Lampiran yang dimaksud ialah Lampiran 11A - Rincian Biaya Tertentu.
Merujuk PER-11/PJ/2025, lampiran 11A diisi bila dalam SPT induk wajib pajak menyatakan membebankan biaya promosi dan penjualan, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, biaya entertainment, dan/atau piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
"SPT Tahunan wajib pajak badan dalam mata uang rupiah…dibuat sesuai contoh format dan diisi sesuai petunjuk pengisian sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini," bunyi pasal 85 ayat (2). (DDTCNews)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.