Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Melihat Kembali Kenaikan PTKP, Bagaimana Dampaknya bagi Perekonomian?

A+
A-
10
A+
A-
10
Melihat Kembali Kenaikan PTKP, Bagaimana Dampaknya bagi Perekonomian?

Ilustrasi.

HAMPIR 1 dekade lalu, pemerintah menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) orang pribadi dari Rp36 juta per tahun menjadi Rp54 juta per tahun. Jika dihitung secara bulanan, PTKP naik dari Rp3 juta menjadi Rp4,5 juta.

Artinya, hanya individu yang penghasilannya di atas Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta dalam setahun yang perlu membayar pajak penghasilan (PPh). Menginjak 2025, sudah 9 tahun ketentuan tersebut berjalan.

Sebagai bahan refleksi, kita coba mundur ke 2015. Payung hukum kenaikan PTKP saat itu adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 101/2016, yang berlaku mulai 1 Januari 2016.

Pemerintah menyodorkan beberapa alasan di balik kenaikan PTKP menjadi Rp4,5 juta per bulan. Di antaranya, urgensi untuk mendorong kinerja ekonomi dan tren kenaikan harga kebutuhan pokok.

Memang, tingkat inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa kala itu meroket. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi pada 2013 mencapai 8,38% secara tahunan (year on year/yoy). Inflasi tinggi itu masih berlanjut hingga 2014, yakni sebesar 8,36% (yoy).

Tingginya inflasi mencerminkan kenaikan harga barang dan jasa. Artinya, biaya hidup masyarakat juga meningkat karena akibat kebutuhan konsumsi yang melonjak.

Alasan itulah yang dipaparkan oleh Bambang Brodjonegoro, menteri keuangan yang menjabat kala itu. Menurutnya, penyesuaian besaran PTKP diperlukan untuk melindungi dan meningkatkan daya beli masyarakat.

Pemerintah berkeyakinan, kenaikan PTKP bisa mendorong laju konsumsi rumah tangga yang pada akhirnya menopang pertumbuhan ekonomi. "Konsumsi rumah tangga bisa naik 0,3% dan PDB sebesar 0,16%.," kata Bambang pada medio 2016.

Lantas apakah keyakinan pemerintah saat itu benar-benar terjawab melalui kenaikan PTKP? Artikel ini mencoba menguji 2 parameter yang disampaikan oleh pemerintah sebagai alasan kenaikan PTKP, yakni laju pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga (sebagai cerminan daya beli).

Pertama, kinerja pertumbuhan ekonomi. Pada 2016, ketika PTKP dinaikkan, produk domestik bruto (PDB) mengalami pertumbuhan 5,03%.

Secara rata-rata, kinerja PDB sejak 2016 hingga 2019 (tidak mencakup 2020 karena masuk periode pandemi Covid-19) adalah 5%. Angka ini turun jika dibandingkan dengan rata-rata kinerja PDB pada 2011 hingga 2015 yang sebesar 5,53%.

Kedua, konsumsi rumah tangga. Pada 2016, konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,01%.

Jika dibedah lebih mendalam, secara rata-rata, kinerja konsumsi rumah tangga sejak 2016 hingga 2019 tercatat 5%. Angka ini turun jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2011 hingga 2015, yakni sebesar 5,21%.

Dari komparasi atas 2 parameter di atas, terlihat bahwa kenaikan PTKP tidak lantas membuat pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga melesat.

Apabila dikaitkan dengan tujuan awal untuk mendorong daya beli, kenaikan PTKP ternyata juga bukan solusi mutlak. Perlu ada evaluasi kebijakan perekonomian secara menyeluruh, tanpa memandang kenaikan PTKP sebagai suatu kebijakan tunggal. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : laporan fokus, daya beli, konsumsi rumah tangga, penghasilan tidak kena pajak, PTKP, ekonomi

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

budi 01S

[email protected]
Rabu, 25 Juni 2025 | 19:39 WIB
Sekiranya mohon ditinjau kembali PTKP dikarenakan harga kebutuhan Sehari-hari mengalami kenaikan dan juga banyak korban PHK. Saran PTKP 2026 minimal senilai 6 juta / bulan (TK/0).
1

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 16 Juli 2025 | 17:00 WIB
KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Forum Panel dalam Pengakuan AEO?

Rabu, 16 Juli 2025 | 16:45 WIB
KEBIJAKAN BEA MASUK

Trump Kenakan Tarif 19% atas Barang RI, Prabowo: Saya Tetap Nego

Selasa, 15 Juli 2025 | 17:36 WIB
RAPBN 2026

Setujui Pagu Indikatif 2026, DPR Harap Kemenkeu Lebih Efisien

berita pilihan

Sabtu, 26 Juli 2025 | 14:00 WIB
CORETAX SYSTEM

Permohonan Penetapan Daerah Tertentu Kini Bisa Diajukan via Coretax

Sabtu, 26 Juli 2025 | 13:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kementerian Komdigi Tegaskan Tidak Serta Merta Kirim Data WNI ke AS

Sabtu, 26 Juli 2025 | 13:00 WIB
CORETAX SYSTEM

DJP Kirim Email ke 1,8 Juta Wajib Pajak, Ada Apa?

Sabtu, 26 Juli 2025 | 12:30 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Didanai Pajak, Dapur MBG Akan Rekrut Masyarakat Termiskin Jadi Pegawai

Sabtu, 26 Juli 2025 | 12:00 WIB
PMK 44/2025

Soal PPN DTP Bekal TNI, Pembetulan SPT Masa Maksimal Februari 2026

Sabtu, 26 Juli 2025 | 11:15 WIB
KEBIJAKAN PAJAK

Pajak Berisyarat DJP Jadi Finalis Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik

Sabtu, 26 Juli 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PERPAJAKAN

Alur Penyampaian Keberatan di Bidang Kepabeanan dan Cukai via CEISA 4.

Sabtu, 26 Juli 2025 | 10:30 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Perkuat Pengawasan BKC Ilegal di Pelabuhan dan Perbatasan