Melihat Sederet Ikhtiar Kuat Otoritas Pajak Atasi Kendala Coretax

Pegawai melayani wajib pajak yang akan melakukan pembuatan e-Faktur di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Wilayah Sumatera Utara I, Medan, Sumut, Senin (17/2/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/tom.
SEPERTINYA sudah jadi hal lumrah keluhan soal coretax system dilontarkan oleh wajib pajak. Cek saja di media sosial dengan kata kunci 'coretax', rentetan curahan hati para pekerja, khususnya di bagian finance perusahaan, bakal bermunculan.
"Sudah lebih dari 2 bulan coretax berjalan, kemarin masih sulit sekali masuk ke menu bikin faktur pajak. Sampai subuh tadi juga masih sama," tulis seorang netizen, awal Maret 2025.
Kendala teknis yang muncul di coretax system akhirnya membuat wajib pajak kesulitan memenuhi kewajiban perpajakannya, terutama dalam hal administratif pembuatan faktur pajak, menyetor pajak, dan melaporkan SPT. Ujungnya, bisnis ikut terganggu.
Coretax memang barang baru. Jadi, 'wajar' saja bila ada kendala-kendala bermunculan pada awal operasionalnya. Tapi perlu dilihat kembali, kendala yang muncul mestinya bersifat mikro, bukan makro.
Dirjen Pajak Suryo Utomo sempat menyampaikan bahwa permasalahan pada fitur coretax system timbul akibat tingginya volume penggunaan oleh wajib pajak. Otoritas, ujarnya, berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi semua kendala yang muncul.
"Barang baru kemudian diakses oleh seluruh pihak dan pada waktu yang mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi," kata Suryo pada Januari lalu.
Soal kritik, tentu ada banyak hal yang bisa dilempar kepada Ditjen Pajak (DJP). Mulai dari pelaku UMKM, pekerja kantoran, hingga pemilik usaha sudah banyak yang habis-habisan menyampaikan kritikannya.
Namun, agaknya publik juga perlu tahu bahwa otoritas pajak tidak tinggal diam dalam merespons berbagai masalah berkaitan dengan coretax system ini. Sebagai pengampu kebijakan, DJP sudah mengambil sejumlah langkah untuk setidaknya meringankan beban wajib pajak yang muncul akibat kendala coretax system.
DJP menyadari bahwa wajib pajak memerlukan pendampingan dalam menggunakan coretax system. Sebelum big bang pada 1 Januari 2025, DJP sudah memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menjajal simulatornya. Selama 3 bulan, wajib pajak bisa mencicip coretax system versi simulasi.
Tak cuma itu, DJP juga menerbitkan puluhan buku manual yang bisa dimanfaatkan wajib pajak dalam menggunakan coretax system. Buku manual itu terdiri dari 12 buku seri registrasi, 1 buku layanan wajib pajak, 4 buku seri pelaporan SPT, 1 buku tentang pembayaran, dan 1 buku lembaga keuangan.
DJP juga menerbitkan 4 buku panduan ringkas yang di dalamnya berisi teknis penggunaan coretax system secara menyeluruh.
Sejak awal implementasi, DJP juga secara berkala menerbitkan pengumuman dan keterangan tertulis yang berisi update informasi kebijakan pajak mengenai coretax system.
Total ada 4 pengumuman yang berkaitan langsung dengan coretax system dan 9 keterangan tertulis. Pengumuman dan keterangan tertulis juga berisi perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan oleh DJP. Semuanya bisa diunduh di laman pajak.go.id.
Yang terbaru misalnya, DJP melakukan pembaruan (update) atas aplikasi Converter XML. Sekarang, wajib pajak bisa mengunduh aplikasi Converter XML versi 1.5. Langkah ini merupakan bagian dari upaya menyempurnakan format XML dalam rangka meningkatkan performa pelaporan PPN melalui coretax system.
Tak cuma itu guna memberi pendampingan terhadap wajib pajak secara langsung, kantor-kantor pajak di seluruh penjuru Indonesia menyiapkan layanan konsultasi khusus perihal coretax.
DJP bahkan memberikan relaksasi atas keterlambatan pelaporan dan pembayaran pajak dengan tidak menerbitkan surat tagihan pajak (STP). Namun demikian, relaksasi tersebut hanya berlaku untuk periode tertentu saja.
Semua langkah perbaikan yang dijalankan otoritas tentu perlu diapresiasi. Namun, di samping memberikan beragam keringanan akibat kendala coretax system, DJP juga perlu memberi jaminan atas keandalan sistem baru tersebut.
Keandalan sistem bukan terbatas pada nihilnya eror saja, tetapi juga integrasi data yang mumpuni. Sesuai dengan niat awal, yakni mengintegrasikan seluruh data perpajakan, coretax system perlu terkoneksi dengan seluruh kementerian/lembaga dan perbankan.
Selain itu, coretax system perlu mengadopsi ketentuan peraturan pajak secara utuh. Misalnya, formula-formula baru dalam perhitungan pajak di coretax system perlu disesuaikan dengan produk hukum terbaru. Artinya, wajib pajak tidak perlu lagi memasukkan parameter baru secara manual untuk menyesuaikan ketentuan teranyar.
Apabila coretax system benar-benar bisa dipergunakan secara optimal, sebenarnya tidak cuma pemerintah yang diuntungkan. Wajib pajak pun bisa menjalankan kewajiban perpajakannya dengan lebih ringan karena didukung super-system administrasi pajak yang terintegrasi penuh.
Akhir kata, atas berbagai langkah perbaikan yang sudah dijalankan otoritas pajak, publik perlu berikan apresiasi. Kasat-kusut coretax system tetap perlu dikawal, tetapi beri ruang bagi DJP untuk berbenah demi ekosistem pajak Indonesia yang lebih baik. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.