Logo-Pakpol Logo-Pakpol
Fokus
Reportase

Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial

A+
A-
2
A+
A-
2
Meluruskan Fungsi Pengadilan Pajak sebagai Lembaga Yudisial

KETIKA pemerintah Hindia Belanda mulai memberlakukan pemungutan perpajakan secara hukum, kesadaran akan pentingnya keadilan dalam praktik perpajakan pun mulai tumbuh.

Tahun 1915, pemerintah kala itu membentuk Raad van Belastingzaken atau dalam bahasa Indonesia berarti Institusi Pertimbangan Pajak (IPP)—sebuah badan peradilan pajak yang menjadi cikal bakal Pengadilan Pajak di Indonesia.

Institusi yang sempat berkantor di Batavia (tepatnya di Jalan Cut Mutia, Jakarta) tersebut dibentuk bukan semata untuk menyelesaikan sengketa, melainkan untuk memberi ruang keadilan bagi rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil oleh fiskus kolonial.

Melalui Billijkheid Ordonantie (Staatsblad 1929 No. 187, diperbarui dengan Staatsblad 1940 No. 266), pemerintah Hindia Belanda menegaskan bahwa meski pemungutan pajak dapat dipaksakan, ia tetap harus dilandasi oleh rasa keadilan.

Rakyat atau wajib pajak yang merasa terbebani pun diberi hak untuk menggugat, dan keadilan fiskal menjadi semangat yang menjiwai lembaga tersebut. Bisa dibilang, fokus badan peradilan pajak ini ialah sebagai tempat wajib pajak mencari keadilan.

Lebih dari seabad kemudian, badan peradilan pajak ini terus bertransformasi, mulai dari nama institusi, struktur organisasi, kedudukan, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan agar tetap relevan dalam memenuhi kebutuhan menyelesaikan sengketa pajak.

Namun demikian, semangat itu agaknya seolah mulai memudar. Pengadilan Pajak modern, yang seharusnya menjadi tempat bagi wajib pajak atau penanggung pajak untuk mendapatkan keadilan, justru dipandang berbeda oleh sejumlah kalangan.

Sebagai contoh, dalam Nota Keuangan RAPBN 2022, peningkatan kemenangan di Pengadilan Pajak sempat dijadikan salah satu fokus kebijakan pemerintah sebagai upaya mengoptimalkan penerimaan negara.

Presiden RI ke-7 Presiden Joko Widodo pun bahkan meyakini bahwa penambahan hakim di Pengadilan Pajak akan berdampak positif terhadap penerimaan perpajakan. Pandangan tersebut disampaikan Jokowi saat menghadiri acara Laporan Tahunan Komisi Yudisial 2021.

Mahkamah Agung yang menjadi pengadil dalam sengketa pajak di tingkat peninjauan kembali (PK) turut mengaitkannya dengan penerimaan negara. Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto saat Sidang Istimewa Laporan Tahunan 2024.

Dalam sidang tersebut, Sunarto mengungkapkan MA selaku lembaga peradilan turut berkontribusi terhadap penerimaan negara dengan menetapkan pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Kontribusinya mencapai Rp15,14 triliun dan US$85,92 juta.

Melihat pandangan dari berbagai kalangan yang tidak sejalan dengan fungsi utama dari badan peradilan pajak, tentu membuat kita perlu bertanya: apakah Pengadilan Pajak masih berjalan di rel yang benar?

Pengadilan Pajak di Bawah Mahkamah Agung

Pertanyaan di atas menemukan momentumnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 26/PUU-XXI/2023. MK menegaskan Pengadilan Pajak merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman, tidak semestinya berada dalam lingkup lembaga eksekutif.

Putusan tersebut sekaligus memerintahkan agar pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dialihkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung paling lambat 31 Desember 2026.

Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan proses transisi tersebut saat ini masih berjalan. Dia menegaskan pemerintah akan menyiapkan suatu lingkungan yang baik dan modern agar semua pihak yang beperkara dan hakim yang memutus itu dapat bekerja dengan mudah, transparan, cepat, dan murah.

“Jadi, modernisasi tersebut dilakukan tidak semata-mata hanya karena ada putusan MK. Transformasi ini sudah berjalan sebelumnya, bahwa kebetulan di tengah jalan ada putusan MK, ya kita lanjutkan transformasinya,” katanya dalam wawancara khusus.

Peralihan ini tentu bukan sekadar urusan administrasi kelembagaan. Ia menyentuh jantung persoalan mengenai bagaimana kita memahami keberadaan Pengadilan Pajak. Selama ini, keberadaan lembaga ini tak jarang diasosiasikan dengan fungsi mendukung optimalisasi penerimaan negara.

Keberhasilan Pengadilan Pajak seolah-olah dinilai dari seberapa besar ia membantu negara dalam mempertahankan koreksi pajak. Padahal, dalam esensinya, Pengadilan Pajak bukanlah alat untuk mengamankan target fiskal.

Pengadilan Pajak merupakan sarana untuk menyelesaikan konflik hukum antara warga negara dan pemerintah dalam hal pemungutan pajak. Sengketa pajak ialah soal perbedaan penafsiran atas norma hukum, bukan pertarungan antara kepentingan penerimaan dan menghindari pajak.

Dengan demikian, tanggung jawab lembaga eksekutif untuk mengumpulkan penerimaan negara tidak boleh dipindahkan atau dibagikan, baik secara politik maupun psikologis, kepada Pengadilan Pajak yang merupakan lembaga yudikatif.

Pada praktiknya, beberapa negara umumnya telah merumuskan dengan jelas tugas, wewenang, visi, ataupun misi yang diemban oleh Pengadilan Pajak. Perbandingan visi dan misi Pengadilan Pajak di beberapa negara turut tercantum dalam buku berjudul Lembaga Peradilan Pajak di Indonesia: Persoalan, Tantangan, dan Tinjauan di Beberapa Negara.

Contoh, Pengadilan Pajak Filipina, di mana salah satu misinya ialah menyediakan upaya hukum yang memadai bagi wajib pajak atas ketetapan pajak yang tidak wajar atau tidak adil dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kesalahan pemotongan atau pemungutan.

Secara umum, visi dan misi Pengadilan Pajak Filipina berfokus pada upaya memberi perlindungan hukum bagi wajib pajak, menjamin lembaga peradilan yang independen dan adil, serta memastikan interpretasi yang seragam atas ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain menyiratkan kesetaraan antara otoritas pajak dan wajib pajak, visi dan misi Pengadilan Pajak Filipina juga tidak menghubungkan peran pengadilan pajak untuk mendukung perekonomian negara sebagaimana ditemukan di dalam visi Sekretariat Pengadilan Pajak Indonesia.

Oleh karena itu, momentum transisi ke Mahkamah Agung ini seharusnya digunakan juga untuk meluruskan kembali fungsi utama Pengadilan Pajak. Yakni, sebagai lembaga yudisial yang berdiri netral, menjamin hak wajib pajak untuk mendapatkan keadilan, serta memastikan setiap tindakan fiskus tunduk pada prinsip legalitas dan proporsionalitas.

Maksud dan tujuan didirikannya Pengadilan Pajak sebetulnya sudah ditegaskan dalam Pasal 2 UU Pengadilan Pajak, di mana fokusnya ialah untuk memastikan terbukanya akses kepada keadilan dan terselenggaranya proses peradilan yang adil bagi wajib pajak pencari keadilan.

Selain itu, berdasarkan pada Penjelasan Umum UU Pengadilan Pajak, putusan Pengadilan Pajak ditujukan agar wajib pajak memperoleh kepastian hukum. Simak Pindah ke MA, Pengadilan Pajak Jadi Benteng Terakhir WP Cari Keadilan.

Di sinilah peran Pengadilan Pajak menjadi sangat penting untuk memastikan kekuasaan pemungutan pajak oleh pemerintah bersifat terbatas. Dan, bukan juga untuk menyelamatkan kas negara, melainkan untuk menyelamatkan kepercayaan warga negara terhadap sistem perpajakan itu sendiri. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

Topik : fokus, round up, pengadilan pajak, badan peradilan pajak, pajak, nasional

KOMENTAR

0/1000
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Primandita Fitriandi

Senin, 21 April 2025 | 20:22 WIB
ransisi pengadilan pajak ke Mahkamah Agung adalah langkah penting dalam meningkatkan sistem peradilan pajak di Indonesia. Keberhasilan transisi ini sangat bergantung pada kesiapan SDM, infrastruktur, dan pendanaan yang memadai. Harapannya, melalui pemisahan fungsi yang jelas antara otoritas perpajak ... Baca lebih lanjut

Bagas Putra Sudibyo

Sabtu, 19 April 2025 | 17:29 WIB
Dari sisi perpajakan, posisi Pengadilan Pajak sebagai forum akhir penyelesaian sengketa administratif perpajakan sangat krusial untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan fiskal. Sengketa pajak tidak hanya mencerminkan perbedaan tafsir antara wajib pajak dan otoritas pajak, tetapi juga menjadi r ... Baca lebih lanjut

Dwikora Harjo

Sabtu, 19 April 2025 | 11:58 WIB
Pengadilan pajak merupakan garda terakhir mencari keadilan perpajakan. Hakim pajak selain menguasai hukum acara dituntut untuk menguasai aspek perpajakan pula.

Anton

Sabtu, 19 April 2025 | 10:48 WIB
Sebaiknya kuasa hukum pajak tidak harusmemiliki gelar S1 Hukum tetapi kompetensi scr khusus di bidang perpajakan. Semoga
1

ARTIKEL TERKAIT

Jum'at, 09 Mei 2025 | 11:00 WIB
INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Menyebabkan Pemeriksa Pajak Melakukan Penyegelan

Jum'at, 09 Mei 2025 | 10:30 WIB
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Pemkab Raup Rp18 Miliar dari Penerapan Opsen PKB dan BBNKB

Jum'at, 09 Mei 2025 | 10:00 WIB
KEBIJAKAN PEMERINTAH

Danantara Bakal Evaluasi Seluruh Pimpinan BUMN, Ada Apa?

Jum'at, 09 Mei 2025 | 09:45 WIB
LITERATUR PAJAK

Butuh Referensi Perpajakan Bahasa Inggris yang Kredibel? Coba Cek Ini

berita pilihan

Sabtu, 10 Mei 2025 | 07:30 WIB
WEEKLY TAX NEWS ROUNDUP

Finally! By the End of July, Coretax Will Be Bug-Free

Sabtu, 10 Mei 2025 | 07:00 WIB
BERITA PAJAK SEPEKAN

Akhirnya! Akhir Juli Coretax Bakal Bebas dari Gangguan Sistem

Jum'at, 09 Mei 2025 | 20:00 WIB
KEBIJAKAN PERPAJAKAN

Berangkat Haji 2025? Impor Barang Kiriman Jemaah Bisa Bebas Bea Masuk

Jum'at, 09 Mei 2025 | 19:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

IMF Dorong Negara Fokus Reformasi Pajak di Tengah Gejolak Tarif AS

Jum'at, 09 Mei 2025 | 19:00 WIB
PENERIMAAN PAJAK

Akibat Lebih Bayar 2024, PPh Pasal 21 Januari-Februari 2025 Tertekan

Jum'at, 09 Mei 2025 | 18:30 WIB
ADMINISTRASI PAJAK

Terbit STP, WP Bisa Ajukan Pengurangan/Penghapusan Sanksi

Jum'at, 09 Mei 2025 | 18:14 WIB
DDTC ACADEMY – PERSONALISED TRAINING

DDTC Academy Gelar In-House Training soal Pajak Minimum Global

Jum'at, 09 Mei 2025 | 18:00 WIB
KAMUS PAJAK

Apa Itu Standar Pemeriksaan Pajak?

Jum'at, 09 Mei 2025 | 17:30 WIB
AMERIKA SERIKAT

Demi Tip Bebas Pajak, Trump Ingin Naikkan Tarif PPh Orang Kaya

Jum'at, 09 Mei 2025 | 17:00 WIB
KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Terapkan Secara Penuh CEISA 4.0 Tahap ke-20